Share

Langsung Eksekusi

Bab 7

Langsung Eksekusi

Setelah meninggalkan rumah, aku langsung mencari sebuah tempat kost. Setelah muter dan bertanya, akhirnya aku menemukan sebuah tempat yang pas, dengan jarak sekitar setengah jam dari rumahku. Alhamdulillah, meski dengan harga murah aku mendapat sebuah bangunan mungil dengan dua ruangan yang pas untukku.

Untungnya di tempat kostku ini, semua perabotan sudah tersedia di sana, jadi aku tinggal masuk saja. Siang ini aku ingin tidur  sejenak, untuk mengistirahatkan badan dan otakku. Semua pootongan kejadian selama tiga tahun ini, yang kemudian membuat aku berada di sini saat ini.

Jika saja dulu aku bertindak tegas kepada para benalu itu, tentu saat ini aku tak akan pergi dari rumahku sendiri. Tapi ah ya sudahlah semua telah terjadi, tak lama lagi rumah itu juga akan kembali kepadaku kok. Aku tak boleh berputus asa, tetap harus semangat dan menunjukkan pada mereka bahwa aku bukan wanita yang lemah.

Seperti biasa, sebelum tidur aku selalu menyempatkan meyambangi aplikasi membaca favoritku, apalagi kalau bukan KBM.  Yang selalu bisa membuatku terhibur dengan cerita-cerita bagus yang di sajikan oleh penulisnya. Belum sempat membaca dua part cerbung favoritku, mataku sudah sangat berat, kuletakkan handphone dan langsung tidur.

*********************** ***********************

Kumandang adzan membangunkanku dari tidur nyenyak siang itu, kukira ini adalah adzan ashar, namun saat kulihat jam, baru aku menyadari kalau ini sudah magrib.

"Astaghfirullahaladzim, ternyata ini sudah magrib, padahal tadi aku belum shalat ashar," gumamku sendiri.

Lekas aku pun mengambil wudhu dan melaksanakan shalat. Entah kenapa beberapa hari ini aku badanku terasa gampang lelah dan sering mual. Mungkin aku anemia, atau apalah, padahal aku juga belum datang bulan.

Setelah melaksanakan shalat, aku menghubungi seorang kenalanku yang punya usaha barang bekas. Sekali tekan, ternyata panggilanku langsung di jawab olehnya.

"Mas Damar, bisa nggak kamu beli semua perabotan yang ada di rumahku?" ucapku mengawali pembicaraan lewat sambungan telepon dengannya.

"Tentu bisa Lan, eh tapi memangnya kenapa kok perabotan rumahmu kau jualin?" tanya Mas Damar heran.

Aku kemudian menceritakan semua kejadian yang menimpaku, karena memang dia lebih tua dariku, dan dari dulu dia sangat suka membantuku.

"Oke kalau begitu, kamu sekarang ada di mana? Biar kujemput sekalian bawa pick up terus lamgsung menuju ke rumahmu!" ucap Mas Damar.

"Mas Damar langsung ke rumahku saja, aku pasti sudah ada di sana."

"Oke kalau begitu, sekarang juga aku ke sana. Kamu hati-hati ya."

"Siap Mas. Terima kasih."

Setelah mengakhiri panggilan itu, aku bergegas meluncur menuju ke rumah, sebelum Mas Damar datang, aku sudah harus berada di sana.

"Eh, ngapain Mbak Wulan ke sini lagi!? Pasti mau minta makan ya?!" ucap sinis Selfi, saat melihat aku memarkirkan motor di depan rumah.

"Sok tahu kamu Sel!" jawabku sambil langsung duduk di kursi yang berada di teras.

"Eh di tanyain nggak jawab, malah sekarang enak-enakan duduk di sini! Kuteleponin Mas Johan nih!" ancam Selfi.

Hemmm kebetulan yang sangat pas, kalau Mas Johan tak ada, eksekusi bisa dengan sangat cepat di lakukan. Saat itu, berhenti di depan rumah dua buah mobil pick up, dan Mas Damar langsung menghampiriku bersama ke lima anak buahnya.

"Mana nih, yang harus kami angkut Lan?" tanya Mas Damar padaku.

"Apa aja yang bisa jadi uang, Mas. Namun sisakan lemari pakaian dan tempat tidur. Cepat lakukan sebelum terlalu malam," jawabku tanpa mempedulikan wajah Selfi yang masih kebingungan.

Mas Damar segera bertindak cepat. Barang pertama yang mereka naikkan ke pick up adalah sofa di ruang tamu dan juga buffet atau lemari pajangan. Aku masih saja duduk di teras, begitupun dengan Selfi yang masih terbengong sambil berdiri di sampingku.

"Eh...eh! Apa-apaan ini? Kok semua diangkutin keluar sih? " teriak Ibu mertuaku dari dalam.

Lalu diapun keluar dan berdiri di samping Selfi.

"Ini pasti ulahmu! Kamu kan sudah pergi dari sini? Kenapa masih mengambil barangku?" ucapnya kearahku.

"Nggak salah tuh, Bu? Itu kan barangku, nggak bisa lah tiba-tiba berubah kepemilikannya dong," ucapku enteng.

Ibu mertuaku itu, sepertinya kesal sekali dengan jawabanku tadi. Sesaat tangganya terangkat, sepertinya dia ingin melukaiku. Namun hal itu terhenti ketika banyak para tetangga datang menghampiriku. Seketika wajah benalu itu berubah menjadi sok ramah.

"Loh kok diangkutin semua Lan? Mau pindahan?" tanya seorang tetanggaku.

"Ah nggak kok Bu. Cuma mau ganti perabotan baru saja," jawabku ramah.

Para tetangga menungguiku di sana hingga proses pengangakatan semua perabotanku.

Hingga pada pukul delapaan malam, semaunya sudah naik pick up.

"Sudah selesai Lan, kalau gitu aku pergi dulu." Aku pun menjawab dengan anggukan saja, untuk pembayaran, sudah kusepakati di kirim melalui transfer saja

Lantas aku masuk dan melihat keadaan rumahku yang melompong itu. Ruang tamu, ruang tengah dan ruang makan pun kini bersih semua, di dapur pun LPG dan kompor serta kulkas telah dibawa serta, benar-benar kerja bagus yang dilakukan Mas Damar dan teman-temannya.

Para wargapun mulai pulang ke rumah masing-masing dan menyisakan aku dan dua benalu itu.

"Aku pergi dulu ya, Bu. Maaf jika mengambil semua perabot, ingat Bu, ini baru awal loh, selanjutnya akan ada banyak kejutan lagi!" ucapku pada mereka.

"Oh iya Sel, bilang pada kakakmu itu, jika ingin membelikan kamu motor, jual saja ginjalnya biar bisa dapat uang secara instan! Hehehe!"

Aku kemudian pergi meninggalkan mereka berdua yang masih terbengong. Jangan pernah remehkan seorang wanita lemah sepertiku, karena jika aku sudah berontak, kamu akan tertinggal di belakangku Mas!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status