“Aku akan memberimu pinjaman itu, asal kau mau menjadi budak nafsuku.” “Tapi, Pak—” “Kalau kau menolak, aku tidak akan memberi pinjaman sepeserpun untuk suamimu.” Aku dipaksa meminjam uang oleh suamiku yang kejam pada tetangga kami yang kaya raya. Bahkan aku harus merelakan tubuhku dijadikan budak hasrat pria itu. Akankah aku berhasil melepaskan diri dari masalah rumit ini? Atau justru aku akan terperangkap semakin dalam?
もっと見るLuna menatap pantulan dirinya di cermin. Wajah dan tubuhnya penuh dengan luka lebam. Bahkan sudut bibirnya masih ada darah, meninggalkan garis perih yang menusuk setiap kali ia mencoba mengatupkan mulut. Tubuhnya selalu dijadikan pelampiasan kemarahan sang suami.
Setiap kali pria itu marah entah karena urusan bisnis, masalah pribadi, atau sekadar suasana hati yang buruk, tubuh Luna selalu menjadi sasaran. Baginya, Luna hanyalah wadah untuk menampung segala amarah dan frustrasi. Segala sesuatu tentang Luna selalu tampak buruk di mata Arkana, suaminya. Menikahi pria yang ia kenal sejak kecil, pria yang dulu ia sebut sebagai sahabat kecil, ternyata tidak menjamin kebahagiaan. Luna pernah percaya ia benar-benar mengenal pria itu, percaya bahwa pernikahan yang dijalani akan menjadi pelabuhan setelah badai panjang hidupnya bersama ibu tiri yang jahat. Namun kenyataannya tak seperti yang ia bayangkan. Arkana bukan pelabuhan terakhirnya, melainkan badai baru yang menghantam hidup Luna lebih dahsyat. Pria yang ia pacari selama lima tahun itu ternyata memiliki sisi kelam yang lebih tajam dari sembilu, lebih bengis dari ibu tiri yang ia benci. Belum lagi sang mertua yang seakan terlahir untuk merendahkan harga diri Luna hampir setiap melihatnya. Setiap kata dari bibir sang ibu mertua adalah jarum tajam, menusuk ke dalam jiwa Luna, menyebutnya sebagai perempuan mandul, beban, dan aib keluarga. Dan kini, masalah baru datang lagi. Bisnis Arkana yang bergerak di bidang tempat hiburan malam tengah di ujung kebangkrutan. Satu minggu terakhir, kabar buruk itu menjadi nyanyian yang memekakkan telinga. Orang kepercayaan Arkana kabur, membawa hampir semua uang perusahaan. Dan seperti biasa, pelampiasan kemarahan itu berakhir di tubuh Luna. Tanpa perasaan pria itu menjambak rambut Luna, mencengkeram, menampar, dan menginjak tubuh ringkih istrinya tanpa ampun. Tak ada belas kasihan sedikitpun. Tak pernah ada kata maaf yang terucap dari mulut pria itu karena sudah menyakiti istrinya lahir dan batin. “Lunaaaaaa!” Teriakan dari luar kamar membuyarkan lamunan Luna. Suaranya keras, nyaring, dan penuh perintah bagaikan cambuk yang memaksa Luna mengabaikan nyeri di sekujur tubuhnya. Ia menyeret langkah kakinya, memaksa kakinya untuk taat meski terasa berat seperti dipasangi beban besi. Luna mendekat, Arkana duduk di meja makan dengan tatapan yang dingin seperti baja. Di sebelahnya, Ibu Yuli menyeringai tipis, sorot matanya penuh penghakiman. “Iya, Mas… ada apa?” suara Luna lirih, nyaris tak terdengar. Tenaganya sudah habis, terkuras satu jam lalu saat tubuhnya menjadi samsak hidup bagi amarah suaminya ketika Luna menolak perintah pria itu. “Pokoknya aku nggak mau tahu. Kamu harus berhasil mendapat pinjaman itu dari Devan. Jadilah wanita yang berguna di rumah ini, bukan malah jadi beban keluarga terus-terusan,” ucap Arkana, datar namun jelas kalau dia tidak mau ada penolakan dari istrinya. Tak ada setitik pun penyesalan di matanya. Luka-luka di tubuh Luna bukan beban baginya, itu hanya noda yang tak layak mendapatkan perhatiannya. “Tapi, Mas—” ucapan Luna terpotong. “Dulu Papanya Arkana membiayai pengobatan ayahmu di rumah sakit. Bahkan kami menghabiskan miliaran rupiah untuk mendiang ayahmu. Sekarang sudah saatnya kamu membantu mengatasi masalah yang dialami suamimu. Kamu hanya disuruh meminjam pada tetangga kita yang kaya raya itu. Kalau usaha Arka sudah kembali seperti dulu, uang itu pasti akan dikembalikan utuh, bahkan lebih. Hanya pinjam, Luna,” sambar Ibu Yuli. Bukannya kasihan pada Luna, dia justru semakin memperkeruh keadaan. “Bu… uang dua miliar itu bukan uang yang sedikit. Mana mungkin Pak Devan mau percaya meminjamkan pada Luna? Harusnya Mas Arka yang meminjam, Bu,” jawab Luna, matanya mulai berkaca-kaca. “Lunaaaa!” bentak Arkana, suaranya menggelegar seperti petir di siang bolong. Dia paling benci mendapat penolakan dari istrinya. “Bisa nggak sih sekali saja kamu nurut pada suamimu ini, huh? Aku bilang kamu yang pinjam sama Devan!” Bentakan itu membuat dada Luna sesak seperti diremas tangan tak kasat mata, seolah ia hanyalah noda yang bisa dihapus kapan saja. Ia tahu tak ada ruang untuk membantah. Menentang Arkana berarti mengundang lebih banyak pukulan lagi di tubuhnya. Dengan napas yang berat, ia akhirnya mengangguk. Dia segera bersiap menuju ke kantor milik tetangganya. Luna pun menuju kantor Wijaya Group. Tepat pukul 09.00 pagi, Luna sudah tiba di kantor Wijaya Group milik Devan Wijaya. Setelah menunggu selama 30 menit, akhirnya Devan mau menemui Luna. Sekarang, Luna sedang duduk di depan meja kerja sang tetangga. “Mau pinjam uang berapa?” tanya Devan datar setelah tahu maksud kedatangan tetangganya ini. Devan pikir Luna akan meminta lowongan kerja, tapi ternyata dugaannya salah. “Du–dua miliar, Pak Devan,” jawab Luna terbata. “Dua miliar?” pekik Devan terkejut alisnya menukik tajam. “Sa–saya akan melakukan apa pun agar Bapak mau meminjamkan uang untuk suami saya.” kalimat itu terdengar sedikit memaksa. Devan berdecak, lalu dia kembali bertanya, “Uang 2 miliar itu sangat besar, Luna. Mau bayar pakai apa?” Luna terdiam. Dia menghapus jejak air matanya dengan punggung tangan. “Saya tidak berani meminjamkan suamimu uang sebesar itu,” ucap Devan. “Tolong saya, Pak Devan…” ujar Luna memohon. “Saya janji akan melakukan apapun agar Bapak mau meminjamkan uang pada saya,” sambung Luna. Matanya sudah basah. Hening beberapa saat. Namun mata Devan terus menatap ke arah tetangganya ini. Devan ingat kalau dulu ayahnya Arka pernah membantu perusahaan keluarga Devan. Sayangnya bukan Arka yang datang menemuinya. “Oke, tapi ada dua syarat yang harus kamu penuhi,” kata Devan setelah beberapa saat terdiam. Mendengar ucapan Devan, Luna mendongak menatap pria itu. “Ka–katakan, Pak… apa syaratnya?” Devan menatap Luna dingin. “Yang pertama, kamu harus menjadi sekretaris pribadi saya dan mematuhi semua aturan yang saya buat,” ucap Devan. “Sa–saya mau, Pak!” sambarnya cepat. Kalau hanya untuk menjadi sekretaris, dia siap bekerja sampai sang suami mengembalikan uang tetangganya ini. “Syarat kedua apa, Pak?” tanya Luna penasaran. “Tidur denganku… sampai hutang itu lunas.” Mata Luna melebar penuh, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.Niat untuk berendam bersama dengan air hangat di bak mandi harus tertunda karena Luna mual. Rencananya sejak tadi sore adalah menghabiskan malam dengan tenang setelah hari panjang di kantor dan perjalanan dari makam. Tapi tiba-tiba saja perut Luna bergejolak hebat membuatnya harus memuntahkan isi perutnya.Luna menunduk di wastafel, memuntahkan semua yang ia makan tadi di mal sampai tubuhnya sedikit gemetar.Luna terus memuntahkan isi perutnya, dan Devan berdiri di sampingnya tanpa bergerak sedikit pun. Ia tidak menunjukkan rasa jengkel atau jijik, justru terlihat semakin khawatir. Satu tangannya menyentuh dahi Luna. Tangan lainnya merapikan anak rambut yang menempel di pipi Luna karena keringat.“Sana, Mas,” ucap Luna pelan sambil mendorong tubuh Devan agar menjauhinya. Ia takut Devan jadi jijik padanya. Perasaannya tak menentu. Baru saja tadi sore mereka tertawa akan mencoba lingerie yang dibeli tadi, lalu malamnya berubah jadi begini. Ia takut Devan risih melihat kondisinya.“Ngapa
“Mas, aku masih punya banyak lingerie yang layak pakai kok,” ucap Luna. Semoga ucapannya ini membuat Devan membatalkan niat untuk mengajaknya membeli lingerie lagi. Tapi nyatanya ga ngefek tuh. “Tapi aku mau kamu pakai yang baru, sayang,” jawab Devan. Luna tak lagi membantah, karena dia yakin semakin dirinya menolak, semakin tidak ada gunanya.Mereka tiba di mall sekitar pukul enam sore. Dan di tempat itu masih cukup ramai. Devan menggenggam tangan Luna sejak mereka turun dari mobil. Keduanya masuk ke dalam sebuah butik pakaian dalam merek terkenal di dunia. Mereka langsung diarahkan menuju ruangan untuk pengunjung VIP.“Ada yang bisa kami bantu, Bu?” Salah satu pelayan di butik itu bertanya pada Luna.Belum sempat Luna membuka mulut, tiba-tiba suara Devan terdengar. “Ambilkan lingerie keluaran terbaru. Bawakan semua model terbaru yang ada di butik ini.”Mendengar ucapan Devan, pelayan butik itu matanya berbinar, “Baik, Pak. Mohon tunggu sebentar,” jawab sang pelayan butik. Wajah
Saat Bu Yuli memaksa ingin melihat perut sang menantu, wanita itu justru pura-pura mual. “Sebentar, Bu, perut Amel mual banget.” Tanpa menunggu tanggapan dari sang ibu mertua, Amel langsung berjalan cepat menuju ke lantai 2. Jantungnya berdebar dengan kencang, jangan sampai kebohongan yang selama ini ia tutupi terbongkar begitu saja.BraaaakAmel menutup pintu kamarnya. Namun sang mertua semakin dibuat curiga. Pertanyaan Arkana kembali terngiang-ngiang dalam benak Bu Yuli. Arkana pernah bertanya, apakah wanita hamil tidak bisa berhubungan badan? Sejak hamil sampai detik ini Arkana mengaku belum pernah diizinkan menyentuh Amel. Amel selalu beralasan kalau dia takut keguguran. Sementara Arkana sudah lama sekali menunggu bayi ini. Karena itulah Arkana menuruti permintaan Amel, dan memilih menyentuh perempuan lain untuk menyalurkan nafsunya. Bahkan mereka tidur di kamar yang terpisah. Apakah ini bawaan janin dalam rahim Amel, atau ada hal lain yang membuat Amel seperti ini? “Masa ora
Pertemuan di lingkungan RT itu awalnya berjalan aman. Semua warga duduk rapi di kursi yang disusun di tempat pertemuan. Bahasan mereka terkait, soal kebersihan, iuran bulanan, dan aturan jam malam untuk anak-anak muda. Tak ada yang aneh, sampai rapat selesai dan beberapa ibu-ibu mulai bergerombol di tempat yang sama, termasuk Bu Yuli dan Amel.Nyonya Wijaya sebenarnya sudah berniat pulang lebih dulu. Tapi baru saja ia berpamitan, salah satu tetangganya yang dikenal paling cerewet mendekat. Dengan suara yang sengaja dibuat lantang, ia berkata, “Saya dengar pacarnya Nak Devan itu mantan istrinya Arkana, ya, Nyonya?”Beberapa kepala langsung menoleh. Suasana yang tadinya hangat, tiba-tiba jadi berubah serius.Nyonya Wijaya menatap si ibu dengan senyum kecil. “Sepertinya mereka belum pacaran. Tapi kalau Devan dan Lunanya mau, ya nggak masalah. Saya akan merestui siapa pun perempuan yang dibawa pulang oleh Devan. Tapi untuk sekarang, status mereka masih atasan dan bawahan.”Suaranya datar
“Apa itu, sayang?” Tanya Luna. Dia menghampiri Devan ke depan pos satpam. Nyonya Wijaya juga mengekor di belakangnya karena penasaran dengan paket yang dimaksud. “Senjata, sayang,” sahut Devan meringis. Tapi dari raut wajahnya tidak menunjukkan kekhawatiran yang berlebih setelah menyebut benda yang dikirim seseorang itu adalah sebuah senjata. Sementara dalam otak Luna juga Nyonya Wijaya berpikir kalau senjata yang dimaksud oleh Devan adalah pi*t*l.“Senjataaaaaaa?” Luna membeo. Meski memakai sepatu hak tinggi, Luna tetap berlari menghampiri Devan untuk melihat langsung senjata yang dimaksud.Entah kenapa pikirannya langsung melayang ke Arkana. Kalau ada sesuatu yang buruk yang dikirim pasti ini perbuatan Arkana. Namun Luna mematung setelah berdiri persis di depan box yang berukuran besar itu. Belum sempat dia membuka mulut tiba-tiba suara aunty-nya Devan turun dari dalam mobil mendekati kerumunan yang ada di depan pos satpam.“Pak, apa ada peket saya datang? Saya terpaksa pakai nama
Sepanjang perjalanan dari pengadilan, Devan tak banyak bicara. Tangannya terus menggenggam tangan Luna. Ia menyetir dengan satu tangan, sementara tangan lainnya tak pernah lepas dari genggaman tangan Luna. Mobil melaju dengan kecepatan sedang, tapi ada rasa lega yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Sebab hari ini, akta cerai sudah di tangannya. Semua beban yang dulu mengikatnya kini benar-benar bisa terlepas dari hidupnya. Luna memaafkan semua yang pernah dilakukan oleh mantan suaminya. Tapi dia tidak akan pernah lagi mau berurusan dengan pria itu.“Sayang,” panggil Luna pelan.“Iya, sayang?” sahut Devan tanpa menoleh, tapi ia menekan tangan Luna lebih erat. Luna bisa merasakan kasih sayang pria ini sangat besar terhadapnya. Tapi trauma pernikahan pertamanya membuat Luna takut suatu saat ada masalah dengan hubungannya bersama Devan.“Kalau kita makan siang sama nenek, nanti ke kantornya telat,” ujarnya sambil menatap jam di dashboard.Luna sebenarnya tidak keberatan makan sian
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
コメント