LOGINSetiap melahirkan anak perempuan, Alana akan dihina sang mertua. Puncaknya adalah saat dia melahirkan anak ketiga yang juga perempuan. Mertuanya marah besar, hingga Alana mengalami baby blues.... Akankah Alana mampu mempertahankan rumah tangganya? Terlebih, wanita dari masa lalu sang suami, telah kembali....
View More"Bagaimana? Apa bayinya laki-laki?" tanya Yuni kepada Alana dengan binar bahagia.
"Maaf, Bu. Bayinya perempuan lagi," jawab Alana. Raut wajah Yuni seketika berubah drastis. Wanita paruh baya itu menatap Alana nyalang. "Katanya kalian program. Mana hasilnya?!" Kevin yang baru saja masuk angkat bicara. "Maaf, Bu. Aku dan Alana sudah berusaha. Apa yang kata dokter anjurkan sudah kami lakukan. Tapi, Tuhan kembali mempercayakan kami memiliki bayi perempuan." "Pokoknya, Ibu tidak mau tau ... setelah Alana pulih, kalian program lagi. Ingat! Bayi laki-laki!" "Tapi, Bu, Alana ...," Ucapan Kevin menggantung karena Yuni sudah ke luar dari kamar. Yuni yang sengaja datang tanpa memberi kabar kepada Kevin maupun Alana merasa kecewa. Kevin sudah menduga hal itu. Oleh karenanya ia tidak memberitahu Yuni jenis kelamin anak ketiganya. Ia berniat akan memberi tahu nanti. Alana duduk tertunduk di atas ranjang. Badannya masih lemah karena tiga hari yang lalu Alana sudah melahirkan putri ketiganya. Dari awal pernikahan, Alana mengikuti keinginan Yuni untuk cepat memiliki momongan. Bahkan di pernikahan yang menginjak delapan tahun ini, Alana memiliki tiga putri dimana jarak anak pertama dan kedua hanya berjarak dua tahun saja. Dan untuk anak ketiga sekarang berjarak hampir empat tahun dengan putrinya yang kedua. Bisa saja Alana melakukan program kehamilan lagi. Akan tetapi, apalah daya? Alana melahirkan ketiga putrinya dengan cara operasi. Dan dokter sangat mewanti-wanti bahwa Alana tidak diperkenankan untuk hamil lagi dengan alasan risiko yang bisa mengancam nyawa bayi juga ibunya. "Sayang? Jangan dengarkan apa kata Ibu, ya? Rumah tangga ini kita yang jalani. Selama ini, Mas merasa bahagia punya tiga putri. Apalagi cantik-cantik mirip kamu. Mas enggak permasalahkan mau itu laki-laki atau perempuan." Alana tersenyum mendengar pengakuan Kevin. Hatinya merasa hangat bahkan kalimat Kevin seperti energi positif untuknya. Tubuh yang semula terasa lemas, seketika terasa bugar. Perut yang terasa ngilu perlahan sirna. Kevin mengatakan jika Yuni akan menetap di kediaman mereka. Selama ini Yuni tinggal di Singapura bersama adik Kevin. Ia merasa kesepian karena anak keduanya itu tengah liburan ke Negeri Paman Sam. Kabarnya, adik ipar Alana itu akan menyusul. Mendengar itu ada rasa takut melanda. Alana takut jika Yuni akan terus membahas perkara jenis kelamin cucunya. Jika sudah begini? Apa yang harus ia lakukan? "Baby Alina sudah tidur. Mas temui Ibu dulu, ya? Setelah itu jemput Ana dan Ila." "Iya, Mas. Hati-hati di jalan, ya?" Kevin mengangguk sambil mengusap kepala Alana. "Iya, Sayang. Apa mau dibelikan sesuatu?" Alana menggeleng. "Enggak, ah. Aku mau Mas segera pulang aja." Kevin mencium kening Alana. "Ciee ... yang kangen terus." Alana terkekeh-kekeh. Kevin pun pergi dan berjanji akan segera kembali. Alana menatap kepergian suaminya dengan perasaan bahagia. Perlakuan Kevin memang selalu manis dan romantis. Alana merasa beruntung bersuamikan pria seperti Kevin. Sudah baik, perhatian, pengertian, penyayang pula. Sempurna. Sepanjang pernikahan tidak pernah mereka bertengkar. Semua karena Kevin yang selalu mengalah. Kruuuuk! Perut Alana berbunyi, pertanda si perut butuh asupan nasi. Padahal, belum waktunya makan siang. Camilan yang disediakan oleh Kevin di atas nakas sedari tadi sudah habis. Maklum saja, ibu menyusui memang mudah lapar. Perlahan Alana turun dari ranjang sambil memegang perut. Dengan jalan tertatih-tatih dan sesekali mendesis karena ngilu, akhirnya Alana tiba di ruang makan. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar Yuni berbicara. "Lagipula Ibu heran, kenapa istrimu itu lahiran sesar terus? Kelaminnya gak mau rusak, begitu?" "Ya tidak seperti itu juga, Bu. Semua dokter yang memutuskan." "Allaaaah ... padahal kalau istrimu sabar pasti bisa itu lahiran normal!" Alana yang berdiri di balik tembok mempertajam pendengarannya. Ada rasa kecewa atas apa yang Yuni utarakan. Jika saja memungkinkan untuk lahiran normal, tentu saja Alana mau dan memang itu yang ia harapkan. "Pokoknya Ibu mau cucu laki-laki!" Alana mulai mengerti. Kenapa Yuni tidak pernah datang saat Alana melahirkan. Dari anak pertama sampai anak ketiga, sekarang. Kedatangannya kali ini ternyata dengan maksud lain. Dan ternyata karena hal ini pula sikap Yuni berubah kepadanya. Dahulu, Alana begitu dipujinya atas kecantikan, kecerdasan, juga sopan santunnya. Dengan bangganya pula Yuni memperkenalkan Alana kepada teman-temannya. Sekarang, jangankan memuji, senyum pun tak lagi ada. Alana tersenyum getir. "Untuk keinginan Ibu itu aku minta maaf. Aku tidak bisa mengabulkannya, Bu." "Bisa!" "Caranya?" "Kamu cari wanita lain yang mampu melahirkan anak laki-laki!" Alana terhenyak. Matanya terbelalak seiring dengan degup jantung yang tak menentu. Apa suaminya akan mengikuti keinginan ibunya?Pagi itu Alana dan ketiga putrinya sudah berada di bandara, termasuk Burhan. Mereka mengantar Rey yang hendak pergi ke negara bagian timur untuk melakukan perjalanan bisnis. Mereka menyaksikan kepergian Rey sampai pesawat lepas landas. "Yahh ... sepi, deh, gak ada Om Papa," ujar Alina. "Kan, ada Papi!" ucap Kevin yang sedari tadi berdiri di belakang dan berhasil membuat mereka menoleh. "Papi!" Ilana berseru dengan mimik bahagia. Ia berlari menghampiri dan menghambur memeluk Kevin. Kevin yang mendapat respon baik dari putri keduanya itu langsung mengangkat tubuh Ilana dan membalas pelukannya. "Kalian mau berangkat sekolah, kan? Papi antar, yuk!""Hore!" Ilana kembali bersorak. "Kakak sama Alina, yuk, Papi antar!" Kevin membujuk putrinya yang lain. "Tidak usah repot-repot. Aku bisa mengantarnya!" sambar Alana ketus. "Aku Papinya. Aku memiliki hak yang sama denganmu!"Alana tersenyum miring. "Hak asuh jatuh ke tanganku. Jadi, tanpa izinku mereka tidak bisa pergi denganmu!"Kevin m
Alana hanya diam berdiri sambil mendengarkan kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut Yuni, bahkan ia tidak peduli dengan posisi Yuni yang tengah bertekuk lutut sambil memeluk kakinya. Tak hanya Yuni, tetapi Yunia juga. Namun, ia tak menampik jika hatinya berdesir mendengar pengakuan Yuni. Ya, Yuni mengatakan jika Melani sudah menipunya. Tak hanya perkara anak saja, Melani yang mandul sudah mengambil alih rumah dan perusahaan milik Kevin. Walaupun Kevin berhasil menjebloskan Melani ke dalam penjara, perusahaan dan harta lainnya tak bisa lagi didapat karena Melani sudah menjualnya kepada seorang mafia yang membuat Kevin dan keluarga tak mungkin bisa menebusnya."Maafin Ibu, Nak, maafin Ibu ...." Yuni berucap lirih, lalu terisak. Alana menarik napasnya dalam-dalam, lalu berkata, "Bangunlah!""Tidak! Ibu tidak akan bangun sebelum kamu memaafkan Ibu, Nak!" Yuni semakin mengeratkan pelukannya. Alana mengembuskan napas kasar, "Saya ada rapat penting sekarang. Jadi, lebih baik Ibu perg
Jam sepuluh pagi Alana beserta keluarga sudah berada di kantor polisi. Alana dan ketiga putrinya sedang menunggu di ruang besuk. Tidak berselang lama Kevin datang. Alangkah terkejutnya Ilana saat melihat wajah Kevin yang penuh dengan luka memar. "Muka Papi kenapa?" Ilana setengah histeris. Kevin tersenyum. Sekilas ia melihat ke arah Alana, lalu menjawab, "Papi jatoh, Nak. Jangan khawatir, sebentar lagi juga sembuh. Apalagi kalian datang jenguk Papi sekarang."Kevin duduk di hadapan ketiga putrinya. "Apa kabar kalian? Gimana sekolahnya?""Kalo kabar kita gak baik, gak mungkin kita ke sini kali!" ketus Liana yang dibalas senyum oleh Kevin. Ia tahu betul mengapa putri pertamanya itu bersikap demikian. Kevin menatap ketiga putrinya bergantian. "Papi minta maaf. Maaf atas semua sikap Papi selama ini. Dan mulai sekarang ... izinkan Papi menebus semua kesalahan itu sama kalian.""Sama Mami juga." Kevin beralih menatap Alana. Alana yang sedang asyik bermain dengan ponselnya sejenak terdi
Bugh! Bogem mentah Rey berhasil melumpuhkan Kevin. Pria itu tersungkur."Kamu tidak apa-apa? Apa ada yang terluka?" Rey tampak panik. Pria itu mengamati Alana dari rambut hingga ke kaki, bahkan memutar badan Alana. "Ya ampun, Kak, aku tidak apa-apa. Untung Kakak datang tepat waktu."Rey membawa Alana ke dalam pelukannya. "Syukurlah."Belum puas, Rey kembali menghampiri Kevin yang sedang berusaha berdiri. Tangan kekarnya menarik kerah Kevin dan bogem itu kembali Rey berikan. "Kau pria tak tau diri! Kau pantas mati!" seru Rey. Dalam kepayahan, Kevin mencoba melawan dan berkata, "Dia istriku! Sebaiknya kamu jangan ikut campur!"Lagi, Rey bertubi-tubi meninju wajah serta bagian perut yang membuat Kevin benar-benar ambruk tak berdaya. Pria itu babak belur dengan darah yang ke luar dari pelipis dan sudut bibir. "Sudah Kak, cukup!" Alana menarik lengan Rey. "Apa? Kamu masih peduli sama pria ini, iya?!" Rey meradang. Alana menggeleng cepat. "Tidak, bukan begitu! Bagaimana kalau Mas Kev






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviews