Bab 19“Apa Bapak sering pulang telat?” Aku melayangkan pertanyaan, menatap serius pada Jumi. Aku percaya ia tidak akan pernah membohongiku, Jumi terlihat menarik nafas dalam,jarinya memilin ujung baju yang dikenakannya. Jika sudah seperti ini, Jumi sedang menyembunyikan sesuatu.“Maaf, Bu. Jumi nggak kasih tahu Ibu karena Jumi takut kerjaan Ibu jadi terganggu disana,” sesalnya.Jumi menceritakan semuanya, semenjak kepergianku ke Malaysia Mas Lukman sering pulang telat. Jumi yang hanya seorang asisten rumah tangga tentu tidak ada hak untuk bertanya pada Mas Lukman, ia hanya memilih diam saat melihat Mas Lukman selalu pulang tengah malam. Aku berdecak kesal saat mengingat ponselku mati total karena insiden di bandara tadi, aku jadi tidak bisa melihat hasil rekaman cctv beberapa hari ke belakang. Bodohnya aku karena hanya menyambungkannya ke ponsel, harusnya sekalian disambungkan ke laptop juga. Apa lagi yang kamu lakukan dibelakang aku, Mas?Langkah ini terasa berat saat akan menaiki t
Bab 20“Kemarin, orangtuanya Indah ada dateng ke rumah buat ketemu Trisha,” seru Mas Lukman yang kini duduk di hadapanku.“Mas ketemu sama mereka?” tanyaku.“Nggak, Mas ‘kan di kantor. Kemarin Jumi yang ngasih tahu, katanya dia nggak mau ganggu kamu kerja makanya nggak bilang apa-apa ke kamu,” jawab Mas Lukman.“Mas, kamu tahu kalau Ibu … punya hutang sama orang lain?” Aku langsung melayangkan pertanyaan itu pada Mas Lukman. Lelaki di hadapanku itu langsung memasang wajah terkejut. mungkinkah ia juga tidak tahu mengenai ini.“Kamu tahu dari mana? Emang Ibu pinjam uang ke siapa?” Mas Lukman balik bertanya.Aku menjelaskan semuanya pada suamiku ini, mengenai ibu mertua yang meminjam uang pada ibunya Risma dan mengatas namakan diriku agar bisa diberikan pinjaman.“Biasanya juga Ibu bakalan minta uang sama Mas loh.” Mas Lukman masih terlihat tidak percaya.Orang yang memiliki perilaku seperti ibu mertua memang bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, tidak peduli
Bab 21Aku merasa terganggu saat mendengar suara seseorang berteriak memanggil namaku, itu suara Mas Lukman. Aku tidak sengaja tertidur saat sedang memilih barang-barang yang ingin dibeli tadi, tubuh ini memang rasanya masih lelah setelah pulang dari Malaysia kemarin. Pintu kamar terbuka dengan keras, menampakkan Mas Lukman dengan wajahnya yang sudah memerah seperti menahan amarah. Ia kini berjalan mendekatiku, membuatku dengan terpaksa harus bangkit dari empuknya ranjang.“Kenapa kamu kasih Trisha gitu aja ke orang tuanya Indah? Gimana kalau mereka nggak bisa urusin Trisha dengan benar?!” seru Mas Lukman dengan suara meninggi, dadanya naik turun karena emosi. Aku tidak menyangka ia akan semarah ini mengetahui Trisha kuserahkan pada Orangtua Indah.“Mereka itu kakek sama neneknya Trisha, pasti bisa merawat Trisha. Kalau kamu nggak bisa jauh dari Trisha, kamu ikut aja tinggal disana. Aku nggak mau menyiksa diri dengan membiarkan Trisha disini terlalu lama,” jelasku menatap sengit ke da
Bab 22“Nggak ada yang mau jual rumah Ibu kok. Risma cuman menawarkan diri aja, daripada disita ‘kan, apalagi Mas Lukman nggak punya uang buat lunasin semua hutangnya Ibu,” jelasku. Wajah Ibu mertua kini terlihat kaget, ia bahkan meninggalkan kopernya di ambang pintu dan berjalan mendekati Mas Lukman.“Man, apa maksud istrimu itu? Dia bohong ‘kan, mana mungkin rumah Ibu disita,” seru Ibu mertua dengan tawanya yang terlihat dipaksakan. Mas Lukman hanya diam, ia mengeluarkan bukti-bukti jika rumah ibu mertua telah disita karena tiga kali tidak membayar cicilan uang yang dipinjamnya dari sebuah bank.“Cukup, Bu! Jangan pura-pura nggak tahu, Ibu nggak lupa ‘kan pernah pinjem uang seratus juta ke bank?” selidik Mas Lukman yang membuat ibu mertua kini gelagapan, ia seperti tidak bisa membela diri. Risma yang merasa tidak enak langsung pamit dan akan kembali lagi nanti, aku hanya mengiyakan apalagi ini sudah malam.“I–itu … Ibu–”“Buat apa sih Ibu pinjem uang sebanyak itu, apa uang yang Lukm
Bab 23“Kamu tega sama Ibu, Man! Harusnya kamu berusaha cari pinjaman bukannya jualin semua barang-barang Ibu!” bentak ibu mertua dengan wajah merah padam, tangannya mengepal karena marah. Aku bahkan tidak ingin ikut campur mengenai ini karena aku saja tidak tahu Mas Lukman telah menjual semua barang-barang ibu mertua. Entah kapan Mas Lukman melakukan itu.“Harusnya Ibu bersyukur bisa lepas dari hutang termasuk hutang ke Mamanya Risma, bukannya malah marah-marah. Lukman ngelakuin ini juga buat kebaikan Ibu,” kata Mas Lukman.“Ibu nggak mau tahu, kamu harus ganti semua barang Ibu yang udah kamu jual!” tegas ibu mertua lalu berjalan masuk ke kamarnya, menutup pintu dengan keras hingga menimbulkan bunyi yang nyaring. Bukannya bersyukur tapi ibu mertua berbicara seolah-olah ia yang terzalimi di sini.Aku berjalan mendekati Mas Lukman dan menanyakan mengenai ini padanya. Mas Lukman mengatakan jika Risma menghubunginya tadi pagi dan langsung menawarkan diri untuk membeli semua barang milik
Bab 24Sebelum pergi, aku sudah memastikan jika kamarku benar-benar terkunci. Semua barang berharga sudah aku amankan termasuk kunci mobil milikku dan Mas Lukman. Jumi dan Tiwi aku suruh untuk pulang ke rumah mereka masing-masing untuk sementara waktu sebelum aku dan Mas Lukman kembali. Ya, Mas Lukman memutuskan untuk mengambil cuti selama seminggu dan akan ikut denganku yang akan melakukan tugas kantor di Bali. Bu Margaretha mengutusku untuk langsung memantau proyek disana karena beliau memang sedang tidak sehat dan akan segera menyusul saat kondisinya sudah membaik.Rencana Mas Lukman kali ini memang tidak salah, hanya ada ibu mertua dan Lana yang akan berada di rumah seminggu kedepan. Aku sudah menghubungi Risma untuk membantu menyelidiki tempat yang biasa didatangi oleh Mas Lukman. Karena kurasa Mas Lukman terlihat lebih tegas dan lebih dewasa setelah aku berangkat ke Malaysia kala itu. Tanpa memberitahu ibu mertua, kami pergi secara diam-diam. Aku ingin tahu apa ia sanggup hidup
Bab 25“Mas kayaknya harus menyiapkan ekstra kesabaran ngadepin Ibu. Ibu tetap kekeh pengen semua barangnya dibalikin terus tadi minta uang lima juta buat biaya hidup selama kita belum pulang,” jelas Mas Lukman dengan suara lirih, raut wajahnya terlihat jelas ia sangat pusing karena tingkat ibu mertua.“Kalau kita terus aja ikutin maunya Ibu, Ibu nggak akan berubah sampai kapanpun! Kita tegas juga buat kebaikan Ibu,” balasku. Aku mengatakan apa adanya, jika kita terus mengikuti maunya yang ada ibu mertua akan semakin besar kepala.Untuk apa ibu mertua meminta uang lima juta? Itu terlalu banyak, apalagi aku dan Mas Lukman hanya satu minggu berada di Bali. Stok bahan makanan di rumah sangat lengkap jadi ibu mertua tidak akan kelaparan. Aku bisa merasakan bagaimana pusingnya Mas Lukman apalagi dua minggu lagi ia harus membayar cicilan kartu kreditnya sekaligus memberikan uang untuk biaya hidup dan perawatan Trisha. Yang membuatku merasa janggal itu ibu mertua sibuk mengurus dirinya sendi
Bab 26Hati ini rasanya lega karena ibu mertua tidak menjadi korban kebakaran, aku tidak berhenti mengucap syukur begitu juga Mas Lukman dan Lana. Mas Lukman mengatakan pada petugas jika ibu mertua tengah berada di luar rumah. Risma mengajak kami untuk tinggal di rumahnya sementara waktu, aku yang memang sedang kalut hanya mengikuti saja. Kami juga tidak bisa untuk tinggal di rumah ibu mertua karena kunci rumah itu ada di dalam rumahku yang sekarang sudah hangus.Sampai di rumah Risma, aku baru mengingat jika cctv di rumah masih terhubung ke ponselku. Meskipun cctv sudah pasti rusak tapi datanya akan otomatis tersimpan di ponselku. Selagi Mas Lukman berada di kamar mandi, aku langsung membuka rekaman cctv. Rekaman dipercepat hingga di jam kejadian itu bermula. Langsung aku membuka cctv di bagian dapur karena firasatku mengatakan jika kebakaran itu kemungkinan besar bermula dari dapur.Dalam rekaman itu terlihat ibu mertua tengah menghangatkan makanan, ia berteriak memanggil Lana dan m