Di sebuah rumah, rumah yang tidak banyak barang.
Ada dua sofa, dan dua ruangan.Satu dijadikan kamar, satu lagi entah dijadikan apa.
Karena pintu yang satunya digembok dan dirantai.Hanya ada beberapa saja.
Barang di rumah itu.Bahkan sampai bisa dihitung jari. Tepat di tengah-tengah ruangan, Diva duduk di sebuah kursi kayu.
Dengan keadaan kedua tangannya terikat ke belakang, kakinya juga diikat menyatu pada kaki kursi.Tidak jauh dari hadapannya, Daweh duduk di atas sofa dengan santai.
"Ooohh ... jadi kamu itu salah satu temannya anak itu ya? Hahahaha!" ujar Daweh, menujukan wajah puas dan tersenyum gila.
"Lepaskan saya! Lepaskan!" seru Diva memberontak.
"Diam! Atau teman kamu yang namanya Raizel saya bunuh!" Kecam Daweh.
Mendengar itu Diva langsung membisu, dia tidak lagi berteriak dan tidak lagi memberontak.
Diva tidak ingin, Raizel terluka.
'Raizel ...,
Setelah asap hitam yang keluar dari tubuh mahluk gaib suruhan daweh menghilang, dalam beberapa detik saja.Mereka sudah berpindah tempat di rumah Daweh."Raizel!?"Dan saat itu juga, Raizel melihat Diva.Diva yang terikat dikursi juga terkejut melihat kehadiran Raizel yang entah dari mana, Diva juga tidak paham."Diva ...!" Raizel berlari ke arah Diva."Rai ... jangan! Lebih baik lo pergi dari sini Rai! Gue nggak mau lo kenapa-napa!" mohon Diva sembari menangis.Sedangkan Raizel yang mendengar permohonan Diva, dia sengaja tidak mendengarkannya. Ia tetap fokus untuk melepaskan tali yang mengikat tangan dan kaki Diva."Rai! Pliss!! Stoopp!! Berhenti Rai, pliss! Dengerin gue .... Udah biarin, sekarang lo pergi aja. Gue nggak pa-pa!" jerit Diva dengan tangisnya.Namun, percuma, sekencang apa pun dan seperti apa pun Diva memohon pada Raizel untuk pergi meninggalkannya.Raizel tidak akan pernah melakukan itu.&nb
Pada siang hari yang cerah. awan putih terlihat mengapung di atas desa.Terlihat Reza yang baru saja pulang dari sekolahnya, sedang berjalan untuk pulang."Reza." Lalu suara panggilan membuatnya menghentikan langkahnya.Dia memutar tubuhnya untuk menghadap ke arah asal suara itu."Bondan?" gumam Reza menatap anak laki-laki sebaya dengannya, dia adalah Bondan. Anak nakal yang mengajak Reza dan teman-teman untuk main Jalangkung di lapangan kala itu.Reza dan Bondan memang satu sekolah, tapi mereka beda kelas."Ayo nanti malam, kita main Jalangkung lagi" ajak Bondan yang berdiri tepat di depannya."Nggak, aku nggak mau .... Permainan itu, kan. Dilarang" sahut Reza menolak."Kata siapa dilarang? Nggak kok ... ayo main lagi lah, nanti ajak temen lebih banyak biar rame.""Nggak, lebih baik aku pulang. Emang kamu nggak lihat kemaren? Kak Haikal aja sampe kaya gitu" balas Reza, mengingatkan kejadian
Hanya butuh waktu 10 menit mereka menuju rumah Saleh.Karena kini mereka menggunakan mobil, jadi lebih cepat dibandingkan harus berjalan atau menaiki sepeda.Mobil merk 'Avanza' milik ayah Egy yang di bawa oleh Raizel berhenti di halaman rumah Saleh.Saleh yang melihat mobil berwarna putih yang parkir di halamannya sedikit terkejut, karena dia tidak tau mobil siapa itu.Hingga Raizel dan Egy juga yang lain keluar dari dalam mobil, Saleh baru mengingat jika itu mobil milik Gunawan."Sore , Pak" sapa Egy"Sore Den Egy ... Aden sama Neng ini mau ke mana rapi-rapi kaya gini" tanya Saleh menyambut kehadiran mereka dengan sangat ramah."Kita mau ketemu sama Winda Pak, kalau boleh. Mau ngajak Winda jalan-jalan" ujar Egy tersenyum."Winda? Oh iya bentar ya, ayo masuk dulu, Den" kata Saleh mempersilahkan mereka masuk dan duduk di kursi panjang saat pertama kali mereka berkunjung ke rumah Saleh.Istri Saleh
Mereka menuju salah satu tempat yang cocok untuk menghabiskan waktu dan tempat mengobrol yang nyaman bersama-sama menggunakan mobil.Raizel melirik jam yang melingkar di tangannya, sudah pukul setengah tujuh malam."Ini kita mau nongkrong di mana nih?" tanya Raizel, sembari terus fokus menyetir menatap ke depan."Hemb, Rai, itu kayaknya nyaman tempatnya" ujar Caca, yang sejak tadi sedang melihat ke luar dari kaca mobil, mencari tempat yang bagus dan nyaman.Raizel langsung menghentikan sejenak mobilnya di pinggir jalan. Sontak, semua yang ada di dalam mobil melihat ke arah tempat yang ditunjuk oleh Caca."Itu maksud lo? Yang ada tulisan 'Taste of tongue'?" tanya Cindy yang artinya adalah selera lidah/rasa lidah.Memperhatikan rumah makan yang bentuknya berbeda dari yang lain."Iya ... itu, gimana? Bagus loh kayaknya, terus ruangannya juga banyak jendela yang dibuka, kita nggak akan takut gerah" tutur Caca. 
"Jauh nggak mini marketnya Winda?" tanya Raizel ketika sudah di luar rumah makan."Lumayan, Kak. Kalau dari sini mungkin 10 menit.""Ya udah, masuk yuk." Raizel membukakan pintu mobil bagian depan untuk Winda.Tanpa pikir panjang, Winda tersenyum lalu masuk ke dalam mobil.Karena dia sedari tadi menjadi supir bagi teman-temannya, jadi kunci mobil milik Papah Egy masih ada padanya.Tidak butuh waktu lama, Raizel menyusul masuk ke dalam mobil ditemani Winda yang sudah duduk di jok depan bersebelahan dengannya."Dari sini belok kiri belok kanan?" tanya Raizel sembari memasang sabuk pengaman."Belok kanan, Kak. Nanti kelihatan kok di pinggir jalan mini marketnya.""Oke."Raizel menginjak pedal gas pelan keluar dari halaman parkiran, kemudian melaju ke arah mini market terdekat sesuai tujuan mereka."Kak ...," panggil Winda memandangi wajah Raizel dari samping."Iya" sahut Raizel sembari teta
Raizel dan Winda berjalan menghampiri teman-temannya yang masih fokus menyantap makanan dan mengobrol. Mereka tidak menyadari jika Raizel dan Winda sedang berjalan ke arah mereka.Yang menyadarinya hanyalah Diva. Diva memperhatikan Raizel dari kejauhan, ia merasa aneh pada plester yang ada di samping mulut Raizel."Lhooh ... Rai, itu samping mulut lo kenapa? Tadi waktu berangkat nggak ada" ujar Diva memperhatikan Raizel yang tengah duduk kembali di sampingnya."Nggak pa-pa, ini cuma jerawat, kok" dalihnya.Diva tidak menjawab lagi setelah Raizel menjawab itu, dia memandanginya dengan raut wajah yang murung.Diva tau, bahwa kekasih hatinya berbohong. Setahu Diva, Raizel jarang sekali jerawatan, dan jika ada jerawat tumbuh di wajahnya Raizel tidak pernah penutupnya seperti itu."Nih ...." Raizel meletakan plastik khas minimarket dan ada tiga botol handsanitizer untuk teman-temannya."Lo lama banget tadi,
Pada keesokan harinya.Tampak di teras rumah, seorang cowok yang sedang duduk menyender pada sofa, kedua kakinya ia angkat dan tompangkan pada atas meja kecil yang ada di depannya.Di kelilingi oleh 8 cowok sebaya. Tentu saja, cowok itu adalah Haikal dan teman-temannya.Sedang duduk di atas sofa bersama Haikal, ada juga yang duduk di teras sembari menelpon ada juga yang sedang tiduran sembari kupingnya ia tutup dengan Handset."Jadi ... gimana kalau dia nggak dateng nanti?" tanya salah satu teman Haikal yang duduk di seberangnya."Kalau sampai dia nggak dateng, kita harus cari cara supaya dia dateng" jawab Haikal dengan tangan kanannya yang menyangga kepala."Tapi gimana caranya?" sahut salah satu teman Haikal yang lain.Haikal hanya diam, dia juga bingung. Bagaimana jika nanti Raizel tidak datang, dan bagaimama membuatnya agar tetap mau Raizel datang.Sedangkan di dalam kamar.Tampak Raizel yan
Setelah puas Haikal melihat dan menyelidik semua isi handphone milik Winda, ia merasa senang sekali.Haikal sangat percaya.Rencananya kali ini membuat Raizel datang menemuinya malam nanti, pasti akan berjalan lancar.Setelah para teman-temannya pergi, Haikal berjalan masuk ke dalam rumah bersama senyum yang mengembang di bibirnya."Hahaha ... tunggu balas dendamku, akan kuperlakukan kamu dengan halus" gumamnya.Haikal membuka pintu kamar berniat untuk mandi dan bersiap menjalankan rencana yang sudah ia susun bersama teman-temannya.Sebelum masuk ke dalam kamar mandi, ia meletakan ponsel milik Winda di atas kasur tempat tidurnya dan meninggalkannya begitu saja.Hingga sampai pada akhirnya, seorang perempuan seumuran dengan Winda membuka pintu, dan masuk ke dalam kamar itu."Kakak? Temenin aku, yuk ...," ujarnya, ia melihat sekeliling kamar dan tidak ada Haikal di sana. Hanya ada suara seseorang mandi di kamar mandi,