Share

Rencana Pesta

Hamam telah mengubah subjek dari “Berkat Doa Ibu” menjadi “HBD RAFID”

Rafid: Selamat ulang tahun buat gue...

Arvin: Ikan hiu makan tomat, hahaha tua amat!

Hamam: AJG!

Herdian: Heh, dateng-dateng langsung ngomong kasar lo. Jempol tuh dididik dulu ngapa?

Hamam: AJG (Astagfirullah Jangan Gitu)

Danish: Baru tahu gue *laugh

Hamam: Ngumpul kuy, biar bos gue yang traktir.

Danish: TAI!

Hamam: TAI (Tak apa, Aku Ikhlas)

Herdian: Ngarang banget lo, setan *laugh

Arvin: Kuy, kapan kumpul? Pada ke Bandung aja, gue siapin villa. Kalian berangkat bareng Danish.

Rafid: Gue sih lagi pengen dinner dulu sama cewek gue minggu ini, tapi masalahnya gue nggak ada duit. Sue banget ultah akhir bulan.

Hamam: Elah, Fid, lo kayak nggak punya temen aja. Tenang, gue bantuin, Bro!

Hamam: Biar gue yang ngajak cewek lo dinner minggu ini kalau lo nggak ada duit.

Rafid: Tai.

Herdian: Duit dari mana lo, Mam?

Hamam: Kasbon lah sama bos gue (kiss Danish)

Arvin: Najis *laugh

Danish: Udah tua ya lo, Fid. Gue sih ultahnya tahun depan. Party di Bandung aja, gue bayarin semua, Arvin siapin villa. Akhir minggu ini, yak.

Rafid: Boleh bawa cewek gue?

Arvin: Boleh. Tapi di villa gue nggak boleh ngewe.

Hamam: Danish mundur otomatis

Hamam: Eh, nggak jadi deng. Dia sama Sayna lagi marahan. HAHAHA.

Danish: Setan.

Herdian: Dua puluh tahun, Fid. Lo sekarang seumuran sama kita semua, kita udah kepala dua. Welcome ke dunia dewasa muda, jangan disia-siakan masa berhargamu, berusahalah sekeras mungkin, karena time is waktu.

Rafid: Time is money, Herdian.

Herdian: Nah, maksud gue gitu.

Arvin: Geble

Arvin: Siapa lagi yang mau bawa cewek? Nish, lo bawa Sayna?

Hamam: Bawa lah, mana mungkin enggak sih.

Hamam: Nish, gue izin bawa Dya, ya? Hehe.

Danish: Nggak usah ngide lo, Mam! Party si Rafid bisa jadi ajang tawuran kalau Sayna lihat gue sama Dya barengan.

Hamam: Dya bareng gue! Gue kekepin, gue iket kalau perlu biar kalian nggak deket-deket!

Arvin: Kayak bakal sudi aja itu si Dya.

Herdian: Tahu tuh, pedenya naik setengah kilo habis dikasih hape baru sama si Dya.

Rafid: Inget, Mam, dia cuma ngasih hp bukan ngasih hati.

Danish: Dya kayaknya sih oke aja kalau tahu gue ada di sana *sunglasses

Danish: Tapi, Mam, jangan minder ya kalau lo disangkain supirnya dia.

Arvin: Mulut lo, Nish! Si Hamam cakep tahu!

Rafid: Cakep kalau dilihat dari sedotan.

Hamam: Nggak apa-apa, sebenarnya itu pujian. Cakep kalau dilihat dari sedotan.

Hamam: Lah, dilihat dari sedotan aja cakep, gimana kalau dilihat langsung, kan?

Arvin: Tai! bisaan ngelesnya kek bajaj

Herdian: Nggak papa jelek yang penting sombong, Mam.

Hamam: *jempol

Danish: Gue nggak bawa Sayna kayaknya.

Arvin: Marahan kalian?

Hamam: Ho’oh, biasalah, Vin, masalahnya orang-orang LDR. Miskomunikasi.

Herdian: Miskomunikasi adalah ibu dari segala masalah.

Rafid: Tul!

Hamam: Terus ayah dari masalah siapa?

Danish: Maskomunikasi.

Arvin: anjeng! *laugh

Rafid: Gue keselek ludah sendiri *laugh

Herdian: Danish masih ada goblo-goblonya

Hamam: Nggak usah pada ngehina bos gue, woy!

Arvin: Oke, oke sori. Nish, ngapa nggak pake kesempatan nanti sebagai ajang ngajak Sayna baikan? Kita bantuin deh, gue rela megangin spanduk forgive me segede gaban depan kosannya.

Herdian: Gue siap jadi seksi dokumentasi, Nish.

Rafid: Gue bisa muterin instrumen yang keren pas lo berlutut sambil bawa bunga.

Hamam: Gue bantu doa aja.

Hamam: Gue sih nggak berani macem-macem sama Sayna, ya.

Danish: Nggak usah mancing keributan deh mendingan.

Hamam: Bener. Sayna itu galak, suka nyeruduk kayak banteng. Ngeliat Danish bawa bunga mawar merah bukannya tunduk malah ngamuk

Arvin: HAHAHAHA

Herdian: Tapi setahu gue banteng itu buta warna deh, nggak bakal dia nyeruduk yang pegang warna merah-merah gitu. Dia cuma nyerang kalau ada yang mancing aja.

Rafid: Kasihan ya, lagi enak-enak mancing diseruduk banteng.

Hamam: Untung pas gue mancing di empang nggak ada banteng, adanya kebo.

Herdian: Tai! Ini gue yang salah ngomong apa otak lo berdua yang masih pentium satu?

Arvin: *laugh

Danish: Kalau si Dya tahu kelakuan Hamam yang begini, gue yakin dia nggak bakal mau kita ajak pergi *laugh

Hamam: Heh, nggak usah ya lo bawa-bawa Dya dalam kasus ini!

Hamam: Dya tahu kok gue emang nggak sempurna. Tapi seenggaknya kalau habis nyeduh kntl manis kemasannya langsung gue buang nggak dijilat dulu

Arvin: *laugh

Arvin: Ketikan lo menimbulkan birahi, Mam

Rafid: Gue juga nggak sempurna, tapi seenggaknya gue kalau nuangin kecap nggak pernah zigzag

Herdian: Emang kenapa kalau zigzag, njir? Nggak ada salahnya!

Arvin: Katanya yang nuang kecap zigzag itu tanda orang tidak berpendirian.

Hamam: Serem juga filosofinya.

Herdian: Wih, kok bener sih? Gue gitu soalnya

Rafid: Eh, nggak deh. Lo tegas banget pas dulu jadi ketua kelas.

Arvin: Bener juga sih. Lo nggak usah berkecil hati, Yan. Jangan meremehkan diri sendiri karena itu tugas orang lain untuk meremehkan diri lo.

Herdian: Makasih ya, Nyet! Gue sangat termotivasi.

Hamam: Lo juga, Vin, gue kasih wejangan. Jangan terlalu tulus dalam mencintai Juwi, karena setahu gue si Tulus sibuk nyanyi

Danish: Tai

Rafid: Udahan ah, gue masih ada kegiatan, gini-gini gue masih takut sama Tuhan.

Herdian: Oh iya bener, udah adzan barusan.

Hamam: Alhamdulillah ya kalian. Tapi gue ingetin satu hal, secinta-cintanya kalian pada sang pencipta, jangan pernah ada inisiatif untuk menemui-Nya. Bahaya.

Arvin: Lo bakal diundang masuk neraka jalur prestasi kayaknya.

Hamam: AJG lo, Vin!

Hamam: (Astagfirullah Jangan Gitu)

Kolom percakapan itu berakhir. Danish tidak tahu kalau di usianya yang sekarang dia merasa obrolan dengan teman-teman SMA-nya terasa lucu. Dulu dia sering kesal dan pusing pada dialog tidak berfaedah itu. Sekarang beberapa hal sudah berbeda, termasuk pemikirannya. Dulu Danish bisa berteman dengan siapa saja, tapi begitu dewasa ada seleksi alam yang harus dilewatinya. Ruang lingkup itu mengecil, temannya makin hari berkurang, yang tersisa hanya beberapa.

“Lo kenapa sih? Lagi off bukannya diem di rumah malah pake ke sini?”

Setelah berkutat lama dengan ponsel masing-masing, akhirnya Danish buka suara pada Hamam yang ada di seberang tempat duduknya. Pemuda itu tengah senyum-senyum sendiri sambil memegang gadget baru yang dihadiahkan oleh Pramudya.

Beberapa waktu lalu Dya ulang tahun, lalu dia memaksa Hamam menerima hadiah darinya. Sungguh hal yang aneh, tapi Danish malah takut kalau Hamam semakin terpesona pada Pramudya lalu terperosok dalam hubungan mengkhawatirkan dengannya. Dya kan, fuck girl.

“Bingung gue di rumah nggak ngapa-ngapain,” sahut Hamam cuek. “Pas bangun tidur, gue lihat nyokap sama bokap udah pada sibuk aja, siap-siap mau ke pasar, nggak tega gue, Nish. Akhirnya gue tidur lagi biar nggak kelihatan.”

Danish berdecak jengkel. “Bantuin, Hamam!”

“Ngapain? Gue kan beban orangtua, nggak usah cari muka pake bantu-bantu segala.”

Danish memang harus mengakui kalau dirinya sering kalah berdebat dengan Hamam. “Terserah lo deh, Mam. Tapi pesan gue, ya, selama orangtua lo masih ada, sering-sering deh berbakti ke mereka, kek gue gini contohnya.”

“Najis.” Hamam mengumpat jijik. “Berbakti apaan lo tiap Bu Melia kencan sama Pak Tio dijudesin mulu? Gila apa, ya? Calon bapak lo itu.”

“Nggak, ya!”

“Nggak usah kekanakan gitu deh, Nish. Lo tahu yang sebenarnya gimana.”

Hamam jelas tahu, Tiodore sudah show off ke mana-mana, dia dikenal sebagai pengusaha kaya yang gemar mengimpor barang-barang mewah dan menjualnya pada orang kaya di seluruh pelosok negeri. Relasi pria itu luas sekali, dia dekat dengan banyak klan bangsawan, termasuk Ranajaya asal Surabaya.

“Nish, suatu hari Bu Melia pasti bakal bahas ini, kalau beliau mau berumah tangga lagi, buat temen hidup sih. Gue nggak yakin mereka bakal ngasih lo adik bayi, tapi—”

“Udah, Mam. Gue pusing.”

Hamam hanya menganggukkan kepala dengan takzim. “Pesan gue cuma satu, sebagai anak, lo harus hormati orangtua lo sebagaimana lo menghormati Bapak dan Ibu lo, Nish.”

“Mulai ngaco lo, kan? Balik sana!”

Hamam tertawa, tidak membiarkan Danish jengkel lebih lama, meskipun setelahnya Danish tetap diselimuti pikiran dan kekalutan tak berujung, akhir-akhir ini dia seringkali bertanya-tanya. Kenapa Sayna sebenarnya?

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dian Fidika
ini lagi baca novel kek baca isi chat grup pacar...
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status