Sherly mengerjap, mengamati sekitarnya saat dirinya terbangun dari tidurnya. Tubuhnya sudah terasa jauh lebih ringan. Kepalanya juga terasa lebih baik. Sherly menilik jam di dinding kamarnya. Waktu sudah menujukkan pukul sembilan malam. Ia kemudian memutuskan untuk bangkit dan segera turun dari ranjangnya. Keadaan apartemen tampak sepi saat dirinya melangkah keluar untuk menuju ke dapur. Tenggorokannya terasa begitu kering. Mungkin karena efek obat yang dikonsumsinya tadi. Sherly mengisi dan meneguk segelas air untuk meredakan rasa hausnya. Dilihatnya lampu kamar Dean masih menyala saat ia meletakkan gelas di atas meja. Agar menghindari kemungkinan dirinya bertemu dengan Dean, Sherly memutuskan untuk cepat-cepat kembali ke kamarnya sendiri. Tepat setelahnya, pintu kamar Dean tiba-tiba terbuka dan Dean keluar begitu saja. Ah... aku terlambat! Batinnya. "Kau terbangun? Apa kau sudah baik-baik saja?" Dean mendekati Sherly, meraba
Sherly segera mengakhiri dan mengirim pesan singkat kepada Nick sesaat sebelum dirinya keluar dari kamar, karena Dean telah menunggunya di luar. Siang ini ia dan Dean akan berbelanja kebutuhan makanan yang sudah mulai menipis. Dean pagi tadi sempat memberikan kunci mobilnya dan mengatakan jika Nick lah yang telah mengantarkan mobilnya kembali. Maka dari itu, Sherly mengirimkan pesan singkat pada Nick agar ia tidak salah paham tentang ketidakhadirannya kemarin di tempat kerja. "Aku yang akan menyetir," ucap Dean sembari membuka pintu keluar. "Oke." jawab Sherly. Perjalanan mereka menuju pasar swalayan terbesar yang berada di kota lumayan memakan waktu. Pasalnya jalanan perkotaan Portland begitu padat saat akhir minggu seperti sekarang. "Apa rencanamu hari ini Dean?" tanya Sherly membuka percakapan ditengah-tengah kemacetan jalan. "Hm ... biar kupikirkan. Sepertinya tak ada yang begitu mendesak" jawabnya. Sherly teringat
Sherly tidak begitu tergesa-gesa mengendarai mobilnya, karena ia tahu betul kemana Dean akan pergi. Ya. Ia memutuskan akan menguntit Dean malam ini. Sherly yakin malam ini setidaknya ia akan mengetahui sesuatu tentang Dean. Dan apa pun itu, Sherly merasa sudah siap. Setelah masuk ke dalam kamarnya tadi, Sherly bersiap-siap di dalam untuk melakukan rencananya malam ini. Sherly memakai jeans hitam dan kaus tanpa lengan berbalut jaket kulit feminin yang tampak modis. Untuk memudahkannya bergerak, Sherly memilih menggunakan sepatu sneaker yang ringan. Dan kini, fakta pertama yang ditemukannya tentang Dean adalah, mobil sport hitam yang selalu terparkir di ujung basemen apartemen mereka, ternyata sesungguhnya adalah milik Dean! Bagus Dean ... kau yang berlagak seolah tak memiliki apa-apa, ternyata hanyalah sebuah kebohongan lain. Sherly begitu kesal dengan fakta pertama yang ia temukan. Sherly memarkir mobilnya dengan yakin saat dirinya sam
Lucy menatap Sherly dengan seksama sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya. Sudah sejak satu jam yang lalu gadis di depannya itu menangis dan terisak. Meracau dan meratapi nasibnya. Lucy menghela napas untuk kesekian kalinya. Kedatangan Sherly tengah malam ke apartemennya dan mengganggu istirahatnya, adalah suatu hal yang tak pernah ia alami sebelumnya. Sekarang gadis yang kedua matanya bengkak tersebut tengah mencurahkan semua isi hatinya dan menangis hanya karena seorang pria. Lucy baru kali ini melihat Sherly si ceria begitu kalut dan kacau. "Lucy ... apa yang harus aku lakukan?" tanya Sherly. Sudah kesekian kalinya Sherly menanyakan hal yang sama padanya. Tatapan Sherly yang begitu memelas sungguh membuatnya terlihat menyedihkan. "Oke ... pertama, kau harus menghentikan tangisanmu. Karena ini sudah larut malam Sher. Cucilah wajahmu, aku akan mengambil es atau sesuatu untuk kedua matamu yang membengkak." Kali ini Sherly dan Lucy duduk saling bersebelahan. Sherly se
Sherly menunggu dengan cemas di sebuah ruangan yang berhiaskan dengan cahaya temaram di dalam club. Max yang tadi ditemuinya memintanya untuk menunggunya, sementara dirinya akan menjemput 'Romeo' yang telah dipesannya itu. Sherly merasa waktu berjalan begitu lambat. Detik demi detik terasa begitu menyiksa. Jantungnya berdegup kencang. Perutnya serasa bergejolak. Hanya beberapa menit setelah dirinya duduk, seorang pelayan membawakannya sebuah minuman. Tampak seperti segelas jus jeruk berukuran sedang. Tanpa pikir panjang, Sherly langsung meneguk habis jus dingin yang disajikan tersebut. Dirinya merasa sangat gugup dan tenggorokannya yang begitu kering menandakan betapa gelisahnya dirinya. Sejak kemarin malam Sherly tidak kembali pulang ke apartemennya. Ia memilih untuk menginap di apartemen Lucy. Dan ia bahkan tidak menghubungi Dean untuk sekadar memberitahukan keberadaannya. Karena Sherly yakin Dean sendiri pasti sedang 'sibuk' dengan segala urusannya dan mun
Malam kian larut ketika Dean telah sampai ke basement dan memarkirkan mobilnya di tempat parkir 'khususnya' itu. Dean dapat membawa Sherly pulang dengan mudah hingga mereka masuk ke dalam apartemen. Gadis itu tidak memiliki kekuatan untuk memberontak bahkan berdiri sekali pun ia sudah sangat kesulitan. Mulai dari bernyanyi, mengoceh, mengikik, tertawa keras-keras, bahkan sampai memarahinya, herannya gadis itu masih saja tampak bersemangat dan berenergi penuh, padahal sedang dalam keadaan mabuk berat. Walau sesekali Sherly tampak tertidur dan tak sadar, tetapi di menit berikutnya bisa saja ia tiba-tiba bangun dan mulai 'beraksi' lagi karena pengaruh alkoholnya. Berkali-kali Sherly membuat ulah, dan berkali-kali juga ia mengagetkan Dean dengan tingkah mabuknya itu. Ketika sampai ke kamar gadis itu, Dean merebahkan Sherly begitu saja di atas ranjangnya. Melepaskan high heelsnya dan meletakkannya sembarangan di atas lantai. Dean kemudian menyibakkan selimut untuk menutupi tubuh Sherly.
Masih bergeming, Dean menatap nanar dengan kedua mata gelapnya sesosok makhluk mungil erotis yang sedang menggodanya itu. Pemandangan yang sexy dan ditambah dengan rambut-rambut halus Sherly yang menyentuh kulitnya seiring dengan gerakan gadis itu, membuatnya mulai mengeras! Sherly tahu-tahu telah memakai bando kecil berbentuk kuping kucing yang entah sejak kapan dirinya sematkan pada rambutnya itu, kemudian menegakkan badannya lagi. "Miauw ..." Gadis itu mengepalkan kedua tangannya dan membentuk dua tinju kecil menyerupai kaki kucing sambil berlenggok manja di hadapan Dean. Sesekali dirinya menjilat salah satu tangannya dengan tatapan menggoda yang dilemparkannya ke arah Dean. Mata Dean semakin membesar. Seperti tersihir, tatapan Dean pun mengikuti setiap gerakan yang gadis itu buat. Setiap lenggokan, lekukan tubuhnya, bahkan setiap hembusan kecil saat gadis itu menarik napasnya, tanpa sadar membuat napas Dean ikut tercekat. Dean mulai gelisah. Sesuatu yang mendesak mulai mengabu
Sherly masih bergelung di dalam selimut yang membungkus tubuhnya. Ia menggeliat dan merentangkan kedua tangannya ke udara. Karena merasakan udara yang berhembus langsung menembus kulitnya, Sherly mulai mengerjapkan matanya. Kepalanya masih terasa berat dan sedikit berputar. Setelah mendapatkan kesadarannya, ia mulai mengamati sekitarnya. Ia menguap sejenak, dan menatap langit-langit yang tampak familier tetapi juga asing, karena tak ada stiker bintang di atasnya yang menandakan bahwa ini bukan kamarnya. Matanya membulat seketika saat ia menyadari corak selimut yang membalutnya adalah selimut yang ia berikan untuk Dean! Sontak Sherly mengangkat tubuhnya. Ia semakin terkejut lagi saat selimut yang menutupi tubuhnya itu melorot hingga ke pinggangnya dan terlihat jika ia tak mengenakan apa pun di baliknya! Refleks, ia menarik kembali selimutnya. Menatap sekitar dengan bingung. Saat pandangannya tertuju pada seonggok kain hitam kecil di salah satu sudut lantai, Sherly mulai tercekat. It