Ethan tersenyum tipis, lantas Mario tancap gas melajukan kendaraannya. Ethan memandang mobil Mario yang semakin menjauh lantas tersenyum menyeringai. Seakan penuh kemenangan karena rencana yang dibuat berljalan lancar. Sambil berjalan mendekat ke gedun yayasan, Ethan mengeluarkan smartphone dan menghubungi Rosie/“Kakak, aku mendapatkannya. Tidak akan aman jika aku membawanya. Aku sekarang di yayasan,” Ethan mengabarkan. ”Bagus! Tunggulah beberapa lama lagi, aku akan datang sebentar lagi,” perintah Rosie. Rosie melipat tangannya ke dada berpikir apa yang harus dia lakukan sekarang, jika dia langsung menemui Ethan kemungkinan Mario akan mencurigainya terlebih lagi ini adalah jam kerja. Mario langsung pulang ke apartemen selepas bekerja. Buru-buru pria itu memeriksa brankas di bawah temoat tidur. Menekan beberapa digit nomor sehingga brankas itu terbuka. Melihat dokumen itu masih aman, Mario lega dan kemudian meletakkannya kembali ke dalam brankas. Ketika Ethan meminta unt
Dua Bulan Kemudian. Setelah proses persidangan yang panjang, sidang putusan pun ditetapkan pagi itu. “Dengan ini, menyatakan terdakwa Saudara Mario Minoru telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan kejahatan penculikan terencana serta melakukan penganiayaan hingga menyebabkan korban, Saudara Ethan Darius mengalami luka tembak serta menyebabkan luka berat kepada korban Saudara Jonathan sebagaimana yang telah didakwa dalam dakwaan primen penuntut umum. Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Mario Minoru dengan pidana hukuman empat tahun penjara.” Ethan dan Rosie bersamaan mengela napas lega. Hari itu merupakan hari kemenangan mereka atas ambisi Mario. Setelah putusan itu, para hadirin pun bernajak dari kursi masing-masing setelah para hakim meninggalkan meja. Mario pun digiring keluar oleh petugas kejaksaan. Akan tetapi, tepat saat Mario melewati Rosie, pria itu berkata. “Aku akan membalasnya,” ucapnya penuh dendam seraya digiring keluar melewati ruan
Sinar matahari menyengat kulit orang-orang yang berkerumun di jalanan Kota G. Baru saja terjadi sebuah kecelakaan tunggal. Korbannya adalah seorang pengendara sepeda motor. Di antara kerumunan itu, seorang pria berwajah tirus dengan potongan rambut undercut, berpakaian musim dingin sedang berjongkok di samping pria yang menjadi korban kecelakaan tunggal. Dengan sigap, pria itu memeriksa pupil korban. Saat dia merasakan terjadi pendarahan pada bagian lengan korban, dia segera memposisikan lengan korban lebih tinggi dari jantung. “Seseorang, tolong panggilkan ambulans!” teriakknya ke arah kerumunan. Beberapa dari mereka kemudian mengeluarkan smartphone secara bersamaan.“Cukup satu saja yang panggil ambulans!” Pria itu membentak. Melihat reaksi dari mereka yang menggenggam smartphone kuat-kuat, dia lantas merebut salah satu ponsel dari tangan wanita berpakaian kantoran. Menekan tombol kemudian berkata setelah sambungan terhubung“Halo, ambulans. Telah terjadi kecelakaan lalu lint
Rosie Sarfosa duduk di kursi hidrolik sambil melipat tangan ke dada. Wanita berparas oriental itu sudah menginjak usia dua puluh sembilan tahun beberapa bulan lalu. Usia yang tidak bisa dikatakan tua dalam menduduki jabatan manajer. Hari ini, dia sedang memusatkan fokus sampai dahinya mengerut dalam memikirkan rencana pemasaran untuk Youth Serum, sebuah produk kecantikan yang baru saja launching sebulan. Sesekali dia membuka laporan penjualan di dalam layar komputer. Tangan dengan jari lentik itu lihai memainkan tetikus sambil menggigit ibu jari kanan yang lentik kemudian mereview satu persatu grafik penjualan produk. Tidak hanya itu yang Rosie lakukan, Rosie juga mencatat hasil review di notebook dan menyiapkan presentasi untuk rapat direksi. Hal itu selalu dilakukan Rosie setiap awal dan akhir bulan. Belum lagi urusan lainnya seperti menetapkan tujuan dan sasaran jalannya operasional perusahaan. Setiap strategi penjualan kepada konsumen pun
Kerlap-kerlip lampu kota membuat pesona kota semakin indah, menawan. Dari balkon, kendaraan yang lewat di jalan tol bak kunang-kunang yang merayap di tanah. Empat tahun di Jepang membuat Ethan merindukan kota kelahirannya itu. Seakan tidak puas dengan pemandangan malam Negeri Sakura yang sudah setiap hari dia lihat. Ethan mengingat baik-baik kata orang, “Seburuk-buruknya negeri sendiri tetap saja tempat paling nyaman untuk hidup.” Berbekal cangkir di tangan kirinya, Ethan menikmati suguhan kota yang memanjakan mata. Sesekali dia meneguk kopinya kemudian mengeluarkan bungkus rokok dari kantong celana. Mengeluarkan sebatang dari kotaknya. Melepit diantara gigi seri atas dan bawah. Ibu jarinya menekan pemantik untuk menyulut ujung rokok. Dihisapnya pelan-pelan, dikebulkannya asap tipis dari lubang hidung. Tidak ada yang bisa mengalahkan kenikmatan seperti itu dalam kehidupan para pecandu nikotin. "Kamu akan masuk angin kalau lama-lama di luar!" Suara Rosie dari ruang tamu mengagetk
Matahari pagi merangsek masuk menembus kaca jendela kamar Rosie yang gordennya lupa dia tutup. Semalam, Rosie terlalu lelah dengan lemburnya jadi, wanita itu langsung melempar badan ke king size dan langsung terlelap begitu badannya merasakan kenyamanan king size. Setelah selesai mematut diri di depan cermin Rosie sudah siap berangkat dengan setelan blazer putih dan celana kain berwarna senada. Di Balik blazer itu, dia hanya mengenakan kemeja warna krim. Hanya dengan berpakaian kerja seperti itu saja, wanita itu tampak berkarisma. Tidak dapat dipungkiri lagi aura seorang leader menguar dari dirinya. Derap sepatu heels beradu dengan permukaan lantai saat dia keluar dari kamar. Matanya lantas menyoroti Ethan yang masih pulas di atas sofa dengaan selimut tipis warna biru langit. Membiarkan adiknya seperti itu, Rosie melenggang ke balik konter dapur. Menarik lim
"Papa udah bilang kan, kamu harus lebih tekun lagi jadi supervisor!" Mario duduk tertunduk di hadapan ayahnya. Pria berdarah Jepang itu menciut di hadapan pria paruh baya sekaligus ayahnya. Harwan Minoru, begitulah pria paruh baya itu dipanggil. Sebagai presiden direktur Absolute Beauty Chemical, Harwan adalah pria yang tegas dalam kepemimpinanya. Ketegasan itu berlaku juga untuk Mario, Sang Putera Tunggal. Perusahaan kosmetik itu Harwan bangun dari titik nol bersama dengan sahabatnya yang sudah meninggal. Di usia senja Harwan seharusnya sudah pensiun dan menyerahkan perusahaan itu kepada Mario. Akan tetapi, tidak juga kunjung serah jabatan itu diberikan kepada Sang Putera. Alih-alih menggantikan dirinya, Pak Harwan malah meletakkan Mario sebagai supervisor pemasaran bersama dengan Rosie. Pak Harwan melengos, beranjak dari posisinya mendekat ke Jendela. “Kalau begini terus, kamu gak
“Ada apa, Mario? Kenapa kamu mendadak marah begini?” Rosie kebingungan dengan tingkah Sang Kekasih yang tiba-tiba saja murka. “Kamu yang kenapa!” bentak Mario. Rosie berdiri dari tempat duduknya. Mencoba menenangkan Mario yang mendadak marah. Dada pria itu kembang kempis, memandang wajah Rosie penuh amarah. “Tenang dulu, sebenarnya ada apa?” “Kamu gak perlu nanya kenapa. Jujurlah, Rosie. Kamu mendapatkan posisi ini karena penghiburan yang kamu berikan pada papaku, kan?” Mario meminta penjelasan. Rosie menggelengkan kepala sembari berkata, “Itu gak benar. Kamu seharusnya percaya dengan kemampuanku ini. Lihatlah hasil kerjaku! Aku dan tim pemasaran yang bekerja keras untuk ini. Bahkan produk perawatan wajah pria-,” “Sudah cukup, Rosie! Aku tidak mau mendengar penjelasanmu lagi. Jika kamu memang tidak melakukan “penghiburan” untuk mendapatkan jabatan manajer, buktikan padaku bahwa itu tidak benar!” tuntut Mario. “Bukankah kamu yang seharusnya paling percaya padaku? Bukankah