Lantaran tuduhan Mario yang tidak benar kepadanya dalam mendapatkan jabatan manajer, Rosie Sarfosa langsung membatalkan rencana pernikahan yang sudah jauh-jauh hari mereka siapkan usai pesta kenaikan jabatan Rosie. Di sisi lain, adik Rosie, Ethan Darius baru saja lulus dari salah satu universitas negeri di Jepang dengan menyandang gelar dokter. Meskipun mendapat gelar dokter, pria dua puluh enam tahun itu malah memilih bekerja paruh waktu di sebuah yayasan bersama gadis yang baru dia kenal, Yunri. Konflik dimulai ketika Ethan mengetahui rencana Mario dan mencuri sebuah dokumen penting untuk menghancurkan kehidupan Rosie. Akankah Rosie hancur karena sebuah dokumen atau malah, Rosie semakin berjaya dalam karir meski mengorbankan Ethan?
View MoreSinar matahari menyengat kulit orang-orang yang berkerumun di jalanan Kota G. Baru saja terjadi sebuah kecelakaan tunggal. Korbannya adalah seorang pengendara sepeda motor. Di antara kerumunan itu, seorang pria berwajah tirus dengan potongan rambut undercut, berpakaian musim dingin sedang berjongkok di samping pria yang menjadi korban kecelakaan tunggal. Dengan sigap, pria itu memeriksa pupil korban. Saat dia merasakan terjadi pendarahan pada bagian lengan korban, dia segera memposisikan lengan korban lebih tinggi dari jantung.
“Seseorang, tolong panggilkan ambulans!” teriakknya ke arah kerumunan. Beberapa dari mereka kemudian mengeluarkan smartphone secara bersamaan.“Cukup satu saja yang panggil ambulans!” Pria itu membentak. Melihat reaksi dari mereka yang menggenggam smartphone kuat-kuat, dia lantas merebut salah satu ponsel dari tangan wanita berpakaian kantoran. Menekan tombol kemudian berkata setelah sambungan terhubung“Halo, ambulans. Telah terjadi kecelakaan lalu lintas di Jalan Raya Habitat, Kota G. Kondisi korban saat ini mengalami pendarahan pada pelipis dan kemungkinan luka dalam dan perlu penanganan lebih lanjut.”[Baiklah, kami akan mengirim ambulans segera]Dia mengembalikan ponsel kepada pemiliknya kemudian menekan-nekan dada korban, segera dia menjampit hidung dan memberi napas buatan. Sesaat kemudian, dada pria itu mengembung, dia kembali melakukan resusitasi jantung, mengulangi menekan-nekan jantung sambil sesekali memberi napas buatan. Tidak lama, pria itu terbatuk-batuk. Mereka yang berkerumun pun bersorak lega. Memuji pria itu bak pahlawan yang datang entah dari mana.
Suara sirine ambulans mendekat. Setelah sampai di tempat kejadian, mobil berwarna putih dengan tulisan nama rumah sakit berhenti tepat di tempat kejadian. Empat orang petugas medis yang salah satunya adalah dokter turun dari bagian belakang mobil, lengkap dengan tandu. Tubuh pria yang tergeletak di trotoar itu kemudian diangkat dengan hati-hati ke atas tandu, dipindahkan ke dalam mobil ambulans. Salah seorang petugas menutup bagian belakang mobil setelah rekannya masuk begitu juga dengan korban kecelakaan. Dia berlari bergegas masuk ke dalam mobil.Suara sirine dari mobil ambulans seolah memecah kota. Begitu mobil itu melaju, kerumunan manusia itu membubarkan diri, menyebar ke segala arah, melanjutkan ke tempat tujuan yang sempat tertunda.
Tidak jauh dari tempat itu, seorang gadis penjual burger sedang membersihkan meja bersama seorang rekannya yang sedang sibuk membersihkan konter truk.
“Setiap bulan ada aja yang kecelakaan di perempatan itu, ya,” ucap gadis berparas ayu. Tubuhnya ramping semampai. Namanya Yunri Han, gadis yatim-piatu yang hidup seorang diri selepas meninggalkan panti asuhan. Ibunya meninggal saat dia masih kecil sedangkan ayahnya pergi entah kemana. Berita terakhir yang dia dengar adalah ayahnya bekerja untuk seorang kaya di kota G.
“Yah, tontonan seru untuk kita,” jawab rekannya yang berambut keriting dari balik konter.
“Hus! Kalau ngomong jangan sembarangan. Masa musibah orang kamu anggap sebagai tontonan.” Yunri nyeletuk kesal.
“Oh ya, bagaimana anak-anak di Yayasan itu?” tanya rekannya lagi.
Tirta, begitulah rekan Yunri dipanggil. Pria itu adalah pemilik waralaba Burgerdel. Mereka berdua dulu teman satu panti asuhan. Setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu Yunri mencari uang tambahan di kedai burger milik Tirta.
“Seperti biasanya. Tapi, kamu tahu Le Regar, kan? Anak itu masih bermasalah dengan tulisannya.”
Pria yang tadi menolong korban itu memandang bagian belakang ambulans yang semakin menjauh. Suara sirinenya pun semakin samar terngiang di telinga. Lambat laun, mobil itu menghilang dari pandangan matanya, dia mencangklong ranselnya. Melanjutkan perjalanan sembari menarik koper.Ethan Darius, itulah nama pria yang menolong korban kecalakan tunggal tadi. Pria berusian dua puluh enam tahun itu baru saja tiba di Indonesia setelah menempuh pendidikan dokter di salah satu universitas ternama di Jepang selama empat tahun.
Ethan memasuki lift di sebuah gedung apartemen mewah. Dua orang pria yang juga ada di lift bersama Ethan memandangnya dengan tatapan aneh. Bukan karena Ethan tampan atau karena kedua pria itu tertarik kepada sesama jenis melainkan, cara berpakaian Ethan yang membuat Ethan bagaikan benda antik. Maklum, di Jepang saat ini sedang musim dingin sehingga Ethan pergi dengan pakaian musiman. Akan tetapi, Indonesia adalah negara tropis, musim dingin dan pakaiannya adalah hal yang tabu. Wajar saja, dia menjadi pusat perhatian di lift itu.
Pintu lift pun terbuka, Ethan dan dua pria tadi keluar beriringan. Mereka berpisah di lorong. Ethan mengambil jalur kiri di ujung lorong kemudian berdiri di depan kamar apartemen nomor 402. Tangannya gamang memencet bel apartemen tempat tinggal kakak perempuannya. Dia ingin segera melepas kerinduan dengan kakak.
Hanya dengan sedikit dorongan yang tidak sengaja, pintu apartemen yang dia kira terkuci itu melebar, terbuka menyambut Ethan. Tidak ada siapapun di dalam sana bahkan, sosok perempuan yang dia rindukan.
Ethan menyeret koper, masuk lebih dalam ke bagian tengah hunian kakaknya. Matanya takjub, disuguhi pemandangan apartemen luas dengan furnitur mewah di dalamnya. Dapur yang menyatu dengan ruang tamu tanpa sekat menambah kesan minimalis namun tetap mewah.“Dasar ceroboh!” celetuk Ethan begitu melihat hunian kakaknya sepi. Dia kemudian masuk, menyeret tas lalu melempar badan ke atas sofa kulit berwarna biru muda, melepaskan rasa lelahnya di sana.
Bertahun-tahun tinggal di negeri yang menerapkan tingkat kedisiplinan tinggi tidak lantas membuat Ethan membawa kebiasaan itu ke Indonesia. Dia bahkan ingin merasakan bagaimana nikmatnya melanggar aturan dan bertingkah semaunya. Sekarang, dia terbebas dari belengu aturan kedisiplinan.
Pulang ke Indonesia adalah hal paling diinginkan Ethan. Dia sudah rindu dengan wajah kakaknya yang asli. Selama ini hanya berkabar lewat video call dan itu pun singkat jika ada keperluan. Rosie terlalu sibuk untuk meladeni candaan Ethan yang bagi Rosie hanya basa-basi. Perjalanan dari Tokyo-Jakarta yang memang menguras tenaga padahal hanya duduk dalam pesawat. Ethan melepas pakaian musim dingin yang tentu saja sudah tidak cocok lagi dengan iklim Indonesia yang panas. Melempar pakaian itu sembarangan lantas merebahkan diri di sofa untuk melepaskan penatnya. Dia juga menyalakan AC yang ada di ruang tamu itu. "Ah, kimochi!" Ethan merasakan udara yang berembus dari AC. Sejuk dan begitu nyaman. Sesaat setelah merasakan hawa dingin yang menerpa seluruh tubuhnya, Ethan pun berpikir bagaiaman akan menyambut kakak perempuannya nanti. Sekadar memberi kejutan tapi, meskipun Ethan memberi kejutan nantinya, kakak perempuannya pasti hanya akan memasang ekspresi datar.
Dua Bulan Kemudian. Setelah proses persidangan yang panjang, sidang putusan pun ditetapkan pagi itu. “Dengan ini, menyatakan terdakwa Saudara Mario Minoru telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan kejahatan penculikan terencana serta melakukan penganiayaan hingga menyebabkan korban, Saudara Ethan Darius mengalami luka tembak serta menyebabkan luka berat kepada korban Saudara Jonathan sebagaimana yang telah didakwa dalam dakwaan primen penuntut umum. Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Mario Minoru dengan pidana hukuman empat tahun penjara.” Ethan dan Rosie bersamaan mengela napas lega. Hari itu merupakan hari kemenangan mereka atas ambisi Mario. Setelah putusan itu, para hadirin pun bernajak dari kursi masing-masing setelah para hakim meninggalkan meja. Mario pun digiring keluar oleh petugas kejaksaan. Akan tetapi, tepat saat Mario melewati Rosie, pria itu berkata. “Aku akan membalasnya,” ucapnya penuh dendam seraya digiring keluar melewati ruan
Ethan tersenyum tipis, lantas Mario tancap gas melajukan kendaraannya. Ethan memandang mobil Mario yang semakin menjauh lantas tersenyum menyeringai. Seakan penuh kemenangan karena rencana yang dibuat berljalan lancar. Sambil berjalan mendekat ke gedun yayasan, Ethan mengeluarkan smartphone dan menghubungi Rosie/“Kakak, aku mendapatkannya. Tidak akan aman jika aku membawanya. Aku sekarang di yayasan,” Ethan mengabarkan. ”Bagus! Tunggulah beberapa lama lagi, aku akan datang sebentar lagi,” perintah Rosie. Rosie melipat tangannya ke dada berpikir apa yang harus dia lakukan sekarang, jika dia langsung menemui Ethan kemungkinan Mario akan mencurigainya terlebih lagi ini adalah jam kerja. Mario langsung pulang ke apartemen selepas bekerja. Buru-buru pria itu memeriksa brankas di bawah temoat tidur. Menekan beberapa digit nomor sehingga brankas itu terbuka. Melihat dokumen itu masih aman, Mario lega dan kemudian meletakkannya kembali ke dalam brankas. Ketika Ethan meminta unt
Jonathan menceritakan semua tentang stempel Ethan. Semua kini terasa jelas di mata Rosie. Bahkan tidak hanya tentang perusahaan. Kurang lebih dua jam berada di ruang inap itu, Rosie pun paham meskipun ayahnya terkesan tidak peduli dan memperlakukan Ethan secara buruk hingga perselingkuhan ayahnya. Hati Rosie yang beku itu perlahan mencair. Semua tampak jelas. “Jadi, tugasku sekarang hanya menanyai Om Clayton tentang itu.” Rosie menarik kesimpulan.“Iya. Kalau kamu benar-benar ingin membantu anak wartawan itu mengungkap kebenarannya, lebih baik ajak saja dia. Supaya gak salah paham,” saran Jonathan.“Baiklah. Aku akan pergi menemui Ethan.” Rosie melirik jam melingkar di tangannya. Bangkit dari duduknya. Bersamaan dengan keluarnya Rosie, muncul seorang perawat dan dokter dari pintu ruang rawat ayahnya.“Pak, apa dia putri anda?” tanya Sang Dokter.“Benar. Dia berlian luar biasa.” Jonathan memandang ke arah berlalunya Rosie. Rosie duduk di dekat brankar Ethan.“Kamu udah pul
Seperti pembicaraan mereka lewat telepon tadi pagi, Dicky dan Rosie bertemu di kedai tempat mereka berjanji. Malam itu, Dicky pun tampak memasang raut serius.“Ada apa?” tanya Rosie.“Bu Rosie, begini.” Dicky menjeda kalimatnya. “Tidak ada bukti yang bisa saya temukan jika kematian ayah saya adalah akibat dari pemecahan perusahaan itu.”“Lalu?”“Sepertinya saya tidak punya alasan untuk membantu Bu Rosie untuk terlibat jauh dengan masalah ini. Tidak ada alasan lagi untuk saya berkhianat pada perusahaan tempat saya bekerja,” imbuh Dicky.“Hanya itu saja yang mau disampaikan?” Alis Rosie berkernyit. Jika hanya menyampaikan kabar begini, seharusnya disampaikan lewat telepon saja. Akan tetapi, sepertinya Dicky memiliki maksud lain.“Apa kamu yakin tidak ingin menyelidikinya?” tanya Rosie. Dicky menelan salivanya sendiri. Membetulkan posisi duduk yang mendadak berubah tidak nyaman.“Ibumu berteriak histeris saat saya datang kesana dengan name tag yang menggelayut di depan dada saya
“Siapa yang tidak ingin melawan saat terdesak?” Pandangan Mario belum lepas dari pria yang duduk berseberangan dengannya. Pria itu pun melengos asal-asalan.“Yah, kalau Pak Mario tidak bicara, bagaimana saya bisa bantu?” Mario tersenyum mengintimidasi. “Aku sudah kalah. Jadi, tidak ada yang perlu kubicarakan. Aku akan membusuk di penjara.”“Itu namanya pasrah!”“Bukan pasrah tapi, mengakui kesalahan dan merenung apa yang sudah menjadi resikoku. Atas perbuatanku.” Keseriusan Mario terpancar pada matanya itu. “Ya sudah, jika memang tak bersedia untuk dibela, saya rasa ini hanya buang-buang waktu saja.” Pak Han bangkit dari duduknya. Sementara, Mario digiring oleh polisi yang bertugas pagi itu. Masuk ke dalam sel, Mario duduk di pojokan. Memeluk lutut. Kecamuk di hatinya akibat perbuatan yang sudah dia lakukan dan kesalahannya pada Rosie serasa ingin membuatnya berteriak. Akan tetapi, sel yang terasa semakin sempit dan lubang di hatinya akibat perbuatannya sendiri menahan di
Ethan tersenyum masam melihatrona di wajah Yunri. Sesaat kemudian pemuda itu terkekeh.“Hahaha.”“Apaan sih!” Yunri malu-malu kesal.“Kamu suka sama aku, kan?” Mendadak Ethan jadi serius.“Dih, mana ada aku suka sama kamu!”“Terus tadi itu apa?” Desakkan Ethan membuat Yunri gelagapan. Gadis itu jadi salah tingkah. Tidak tahu bagaimana menyembunyikan getar di dadanya. Malu dan perbuatan yang nyaris saja membuatnya jatuh lebih dalam ke dalam perasaan lebih dalam.“Itu-”“Selamat malam!” Yunri terselamatkan oleh suara Tirta yang tiba-tiba masuk dengan sebuah parsel buah di tangannya. “Tirta!” sapa Yunri seraya berlari ke arah pemuda itu.“Ini.” Tirta menyodorkan benda di tangannya kepada Yunri. Dengan sigap, Yunri pun mengambil benda itu.“Kamu apa kabar?” tanya Tirta seraya mendekat ke brankar.“Apa kabar? Lihat, dadaku ini bolong, nyaris gak bisa menikmati burgermu lagi,” sahut Ethan seraya menunjuk dada kirinya yang terperban.“Jangan sensitif begitu dong, Tirta kan cuma nanya.”
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments