"Aku bisa mandi lagi.."Mutiara tidak bisa menjawab kecuali membalas pagutan yang intens dari suaminya itu.Bersandar pada pintu kamar mandi dengan tangan Motaz yang meraba lembut pinggangnya. Remasan lembut itu kalau dirasa-rasa seirama dengan pagutan serta lumatan yang sedang dilancarkan oleh Motaz.Satu tangan Motaz melingkupi leher Mutiara dengan ibu jari mengusap bawah dagu istrinya.Kecupan, lumatan dan pagutan itu nyatanya tak berhenti begitu saja hanya pada bibir Mutiara yang sepertinya sekarang telah menjadi favorit lelaki itu.Bibir mungil Mutiara persis seperti ungkapan dalam lagu yang sedang hits saat itu, "My heaven is on your lips".Surganya Motaz saat ini adalah pada bibir Mutiara yang selalu bisa menghipnotisnya baik dengan kata-kata maupun dengan tindakan.Saat ini, ia tengah menikmati itu.Balasan atas pagutan yang diberikan Mutiara membuatnya semakin tersulut dan ingin melancarkan serangan lainnya.Kecupan di leher Mutiara yang membuat wanita itu mendongak pasrah na
"Ayo, lagi.." Nada bicara Mutiara hanpir seperti rengekan.Mutiara nyaris bergidik setelah mengatakan hal itu. Bibirnya terkatup kemudian. Tersentak sejenak atas keberanian mentitah suaminya yang sedang menggagahinya.Mutiara memejam karena malu luar biasa. Motaz sedang melemparkan senyuman lebar yang membuat Mutiara semakin salah tingkah.Tangannya pun terangkat menutup muka. Tetapi tak lama bertengger di sana. Karena Motaz dengan terampil menyingkirkannya."Jangan ditutup, Abang mau lihat. Kamu cantik dari atas sini." Katanya sambil kembali mengayun perlahan."Udah, ah.. malu.."Mutiara memejam tetapi desahannya terdengar jelas mengudara di kamar yang luas itu. Ia terlalu malu untuk melihat permainan itu. Malu dengan apa yang beberapa saat tadi ia mintakan pada sang suami. Mutiara merasa harganya dirinya lenyap, meski itu adalah permintaan pada suaminya sendiri.Ayunan itu sekaligus menghunjam semakin dalam. Motaz hampir gila saat kejantanan miliknya diapit rapat oleh celah Mutiara.
Didik sudah berulang kali didatangi oleh kolega kantornya. Sudah dua hari ditambah setengah hari ini, terhitung tiga hari Didik tidak masuk kerja.Alasan sakit yang ia sampaikan pada sebuah chat grup kemarin nyatanya justru membuat semua orang menaruh curiga padanya.Dan siang itu, bukannya memikirkan nasibnya di rumah sakit, Didik justru terbuai oleh pesona imitasi yang dipancarkan oleh seorang Rara.Mereka sudah dekat sejak beberapa bulan belakangan. Tentu saja Rara yang mendekatinya. Berpura-pura keseleo karena heels tingginya patah ketika berpapasan dengan Didik.Apa mungkin ia sudah merencanakan lama untuk menjatuhkan Mutiara sampai ia harus membungkuk untuk mendekati Didik?Rara memang cerdas. Kecerdasannya sudah terkenal sejak SMA. Sayangnya cerdasnya itu selalu tertutup dengan sifat iri dengki sebab tak pernah puas dengan pencapaiannya sendiri.Licik dan picik sudah mendarah daging di dalam dirinya. Bahkan Rara terkenal dengan sebutan 'Serigala Betina' sejak memasuki bangku uni
Akhir-akhir ini Rara sepertinya memiliki banyak sekali waktu luang. Pekerjaannya yang seorang dokter harusnya membuatnya sibuk melebihi toddler sekalipun. Tetapi, ia masih bisa kelayapan kesana kemari karena ia memang hanya melakukan pekerjaannya sebatas itu. Sebatas mengobati pasien. Sekedar memberi konsultasi meski dengan dibumbui wajah masam dan jawaban ketus. Alhasih, pasiennya semua kabur. Pasiennya saat ini mungkin tersisa hitungan jari satu telapak tangan, mungkin sisa. Ia juga hanya bekerja di satu rumah sakit itu tanpa membuka praktek pribadi. Rara sebenarnya cerdas, tapi ia malas. Tak banyak. Jam prakteknya di rumah sakit Royal Jakarta itu terkadang hanya sebagai formalitas sebab tak ada lagi yang datang. Daripada pusing memikirkan pasien-pasiennya, ia juga sedang kalut sebab rencananya untuk menghancurkan Mutiara tak berjalan lancar. Untuk itu, setidaknya saat ini ia harus melancarkan aliran darah ke otaknya. Menjegal Mutiara dengan berita miring itupun hanya beberap
Dengan adanya masalah yang menyeret nama Rara itu, atau lebih tepatnya Rara-lah dalangnya, Motaz mendapatkan satu hal lagi kesadaran baru, bahwa ia masih tak mengenal siapa istrinya dan apa hubungannya dengan Rara.Mutiara selalu berhati-hati setiap kali bercerita soal pribadi, apalagi soal keluarga, soal masalah hidupnya, soal hubungan-hubungannya dengan masa lalunya. Padahal ia adalah suaminya. Apa yang disembunyikan Muti darinya?Motaz adalah suaminya. Meski tak mengenal siapa Mutiara, tetapi melihat hubungannya dengan Nicho yang begitu kuat, juga si ibu yang begitu menyayangi Mutiara melebihi anaknya sendiri, Motaz percaya Mutiara adalah perempuan baik. Tapi...Lalu kenapa Rara sebenci itu dengan Mutiara?Motaz sampai harus membaca lagi artikel yang sebenarnya sudah dihapus di laman rumah sakit. Ia memiliki salinannya. Motaz membacanya lagi dan mencerna setiap kata dalam kalimat-kalimat itu.Ujaran kebencian yang ditulis Rara benar-benar nyata. Lalu apa yang Mutiara lakukan sampai
Satu hari sebelumnya.Kartika bergelung di atas ranjang seharian itu. Periode bulanannya datang dan seperti biasa, ia selalu bedrest paling tidak tiga hari lamanya. Disaat-saat seperti ini ia sangat membutuhkan perhatian suaminya.Tetapi, pagi-pagi sekali Kevin harus berangkat ke kantornya."Nggak bisa cuti dulu? Aku lemes banget. Dari kemarin aku pengen diusap-usap perutnya, tapi kamu pulang malem terus.." Rengek Kartika.Kevin hampir jengah di pagi hari itu juga, karena kerewelan Kartika. Padahal biasanya ia tak masalah menghadapi wanitanya itu. Rewelnya Kartika justru membuatnya gemas dan tambah cinta, tapi itu dulu sebelum bertemu Rara.Sekarang, semua yang dilakukan Kartika rasanya salah di matanya."Nggak bisa. Ada rapat pagi ini. Aku juga harus presentasi proposal kegiatan yang udah bela-belain lembur sejak beberapa minggu yang lalu. Kamu tau sendiri, aku sering bilang hangout sama temen 'kan. Asal kamu tau, aku sebenernya lembur kerjaan. Buat kamu juga." Omel Kevin pada istrin
Rara tersentak membelalak saat keluar ruangan. Rupanya semua orang yang tadi berada di satu ruangan dengannya masih berdiri menunggu pintu lift terbuka, sedang kompak memandangnya yang baru saja di teriaki.Mata Rara bergetar. Kartika sekarang berada tepat di depannya tak lebih dari setengah meter. Memandangnya dengan mata nyalang dan tajam. Instingnya berjalan ketika melihat reaksi Kartika itu. Bisa jadi perbuatannya telah diketahui. Artinya, permainannya dengan suami temannya sendiri sudah harus berakhir.Rara terkejut hanya beberapa detik, kemudian ia kembali melakukan penguasaan diri seperti biasanya. Bersikap bodoh tentang apa yang terjadi.Tak mempedulikan siapa-siapa yang sedang menyaksikan amarahnya di belakangnya. Kartika juga tak peduli saat sosok Motaz menyembul dari ruangan itu. Mungkin malah tak sadar."Ada apa kamu teriak-teriak?" Tanya Rara lembut.Kartika tidak perlu menjawab. Tangannya terulur cepat menarik rambut Rara sampai wanita itu terjerembab."Harusnya yang aku
"Apa yang dilakukan Dokter Rara sudah sangat merugikan rumah sakit, Dok. Saya harap anda bisa memberikan hukuman yang setimpal untuknya. Dia juga bukan Dokter yang bisa diandalkan untuk Departemen Bedah. Itu dari saya. Tolong sampaikan ini padanya agar secepatnya keluar dari rumah sakit saya. Sekaligus saya akan memberikan catatan khusus untuknya.""Apa tidak terlalu berlebihan, Pak Motaz? Saya harap ini bukan karena masalah pribadi yang dibawa-bawa kesini. Maafkan saya kalau saya lancang." Dokter Fendi selaku orang yang mengepalai Departemen Penyakit Dalam sebisa mungkin berusaha mempertahankan bawahannya itu. Meski ia tahu betul Rara tidak bertanggung jawab dalam pekerjaannya."Kenyataannya memang begitu. Saya tidak akan menafikkan itu. Dokter Rara sendiri yang memulainya karena masalah pribadinya dengan saya dan istri kemudian ia menyebarkan fitnah melalui website rumah sakit. Saya rasa siapapun akan menilai hal itu tidak pantas dan tidak profesional. Apa cuma saya yang berpendapat