FAZER LOGINKalandra harus bekerja keras demi mendapatkan uang untuk pengobatan putri semata wayangnya. Bermacam pekerjaan dilakoninya asalkan nyawa anaknya bisa terselamatkan. Dimulai dengan menjadi driver ojek online, kurir barang haram, fotografer dan cameraman plus-plus sampai simpanan wanita kesepian dijalani olehnya. Namun beragam pekerjaan yang dilakukan olehnya demi putri tercinta, berubah menjadi badai besar yang menghantam rumah tangganya.
Ver maisKalandra berlari mengikuti brankar yang membawa tubuh putrinya. Sang anak segera dilarikan ke IGD rumah sakit ketika mengalami kesulitan bernafas. Alya, sang istri terus saja menangis melihat kondisi anaknya. Mereka dilarang masuk lebih jauh ketika brankar memasuki ruang tindakan. Dari balik kaca pintu, keduanya memandangi dokter yang tengah menangani Nabila.
“Mas.. Bila akan baik-baik aja kan?” tanya Alya di tengah isaknya. “Sabar, sayang. Kita berdoa aja.” Sambil terus memeluk bahu istrinya, mata KalanNdra menatap ke ruang tindakan. Nampak dokter tengah memasangkan alat bantu pernafasan pada Nabila. Hatinya merasa tercabik-cabik melihat kondisi putrinya yang baru berusia empat tahun harus berjibaku dengan alat medis. Kalandra, pria berusia 29 tahun itu menikah dengan Alya yang berbeda dua tahun darinya, lima tahun yang lalu. Merasa sudah mapan setelah mendapatkan pekerjaan usai lulus kuliah, Kalandra yang waktu itu berusia 24 tahun menikahi Alya yang baru menyelesaikan kuliahnya. Setelah menikah, Kalandra mengambil perumahan untuk tempat tinggal mereka yang dibayar dengan cara mengangsur. Awalnya kehidupan mereka baik-baik saja. Kalandra bekerja sebagai petugas front office di salah satu hotel bintang lima di kota Bandung. Dia adalah lulusan S! jurusan komuniaksi, namun mencoba peruntungan bekerja di perhotelan. Lewat kemampuan komunikasi yang dimiliki dan penguasaan bahasa asing yang baik, dia diterima menjadi petugas front office. Sementara Alya bekerja di sebuah perusahaan kecil sebagai tenaga administrasi. Tak lama setelah menikah, Alya dinyatakan hamil. Tentu saja ini adalah kabar gembira bagi pasangan muda tersebut. Ketika kehamilan Alya mencapai usia tujuh bulan, wanita itu mengundurkan diri dari pekerjaannya dan fokus dengan tugas sebagai istri sambil menunggu kelahiran putrinya. Sang buah hati yang ditunggu-tunggu akhirnya lahir dengan selamat melalui persalinan normal. Kebahagiaan pasangan itu kembali bertambah. Namun kebahagiaan mereka tidak bertahan lama. Ketika dunia dilanda wabah Covid, banyak usaha yang harus gulung tikar. Hotel tempat Kalandra bekerja pun terkena dampaknya. Cukup banyak karyawan yang dirumahkan untuk mengurangi biaya operasional hotel, termasuk Kalandra. Sulitnya ekonomi dan semakin berkurangnya lowongan pekerjaan, membuat Kalandra melakukan pekerjaan apa saja demi bisa menghasilkan uang. Sejak dipecat sampai sekarang, pria itu hanya menjadi driver ojek online. Demi mencukupi kebutuhan rumah tangga, kadang dia mengambil pekerjaan sampingan. Memanfaatkan hobi yang digelutinya semasa kuliah dulu, Kalandra menjadi fotografer dadakan untuk acara pernikahan atau wisuda. Namun setahun yang lalu kehidupan Kalandra dan Alya bertambah berat ketika sang anak divonis menderita penyakit sel sabit. Hal itu diketahui ketika Nabila mengalami demam yang tak kunjung turun. Saat dibawa ke rumah sakit dan dilakukan pemeriksaan darah, diketahui anak itu menderita penyakit sel sabit. Sel sabit adalah sel darah merah abnormal berbentuk seperti bulan sabit yang dapat menghambat aliran darah dan pengiriman oksigen ke organ tubuh. Penyakit sel sabit ini adalah sejenis penyakit genetic yang diturunkan orang tua pada anaknya. Alya tidak tahu kalau dirinya adalah carrier atau pembawa sel sabit yang juga didapatnya dari orang tuanya. Tapi wanita itu hanya pembawa saja dan tidak menderita penyakit tersebut. Namun keturunannya bisa menderita penyakit sel sabit, seperti Nabila sekarang. Selama setahun belakangan Nabila sering bolak-balik ke rumah sakit untuk mengontrol sel sabit dalam darahnya. Sebagian besar uang yang dihasilkan Kalandra digunakan untuk pengobatan Nabila. Apalagi pengobatannya dibayar secara tunai karena Kalandra tidak lagi memiliki kartu BPJS pasca pemecatan dirinya. Demi memenuhi kebutuhan sehari-hari dan menutupi biaya pengobatan Nabila, rumah yang masih mereka cicil pun terpaksa di over kredit. Uang hasil over kredit digunakan untuk mengontrak rumah. Kalandra sengaja mengambil rumah kecil yang dekat dengan rumah sakit untuk berjaga-jaga. “Dokter, bagaimana keadaan anak saya?” tanya Kalandra pada dokter jaga yang menangani Nabila. “Sel sabit dalam darah Nabila semakin jelas dan sekarang sudah semakin parah. Nabila terkena sindrom dada akut atau SDA. Kami sudah menghubungi dokter Natasha. Sebentar lagi dia akan datang dan menerangkan apa yang akan dilakukan untuk menanganinya.” “Terima kasih, dok. Apa saya boleh melihat anak saya?” “Silakan.” Bergegas Kalandra dan Alya memasuki ruang tindakan. Alya kembali menangis melihat putrinya yang berbaring dengan mata terpejam. Di mulutnya terpasang alat bantu pernafasan. “Bila, ini Mama, sayang.” Kalandra hanya bisa memeluk bahu istrinya. Berusaha menenangkan wanita itu walau hatinya juga dilanda kecemasan. “Ini semua salah ku, Mas. Aku yang sudah membawa bibit penyakit itu.” “Jangan menyalahkan diri mu. Kita tidak pernah tahu sebelumnya kalau kamu adalah pembawa sel sabit. Ini semua sudah takdir. Kita hanya perlu bersabar dan berdoa menjalani semua.” Tangan Alya terus menggenggam tangan mungil Nabila yang masih terpejam. Alya melepaskan pegangannya ketika seorang dokter wanita memasuki ruang tindakan. Dokter Natasha adalah dokter spesialis hematologi pediatri atau dokter subspesialis yang khusus menangani kelainan darah dan kanker pada anak. “Dokter, tolong Nabila,” ujar Alya begitu melihat kedatangan dokter Natasha. “Dokter Imron sudah mengatakan pada saya tindakan apa yang sudah dilakukan. Saat ini kondisi Nabila sudah mengalami SDA atau sindrom dada akut. Untuk mencegah kondisinya semakin parah dan menyerang organ lain, kita perlu melakukan serangkaian tindakan.” “Apa saja itu, dok? Apa berbahaya?” tanya Kalandra. “Saat ini Nabila sudah diberi terapi oksigen dan cairan infus untuk mencegah hipoksia.” “Hipoksia, apa itu dok?” “Hipoksia adalah kondisi jaringan tubuh kekurangan oksigen untuk menjalankan fungsinya. Setelah terapi oksigen dan cairan, kami akan melanjutkan dengan pemberian transfusi darah. Kami juga akan menjalankan tes lebih lanjut, kami curiga kalau SDA nya dipicu oleh pneumonia. Kami akan memberikan antibiotik untuk mengobati infeksi yang menyebabkan pneumonia.” “Tapi Nabil akan baik-baik aja kan, dok?” “Kita hanya bisa berdoa dan berusaha, Pak. Jika transfusi dan antibiotik masih belum bisa mengangani SDA nya, kemungkinan akan dilakukan terapi tukar atau exchange transfusion. Tapi untuk sekarang kita lakukan satu per satu secara bertahap. Sebentar lagi Nabila akan dipindahkan ke ruang perawatan.” Lemas tubuh Kalandra mendengar penjelasan sang dokter. Bukan hanya sang anak akan menjalani serangkaian perawatan yang mungkin menyulitkan untuknya yang masih muda. Namun pria itu juga harus segera memutar otak, mencari biaya untuk menutupi semua biaya medis. Dengan langkah gontai Kalandra berjalan menuju ruang administrasi untuk melengkapi semua persyaratan rawat inap, termasuk mendepositokan sejumlah uang untuk perawatan. *** Ayla duduk melamun di samping bed anaknya. Nabila masih terpejam dengan beberapa peralatan medis menempel di tubuhnya. Di hidungnya terdapat selang oksigen untuk membantunya bernafas. Wanita itu mengusap airmatanya yang terus keluar. Seorang suster masuk, mengecek peralatan dan juga jalannya infusan. “Suster, berapa lama dia memakai selang oksigen?” “Sampai dia bisa bernafas dengan normal.” “Apa masih lama bangunnya, sus?” “Dokter menyuntikkan obat pereda nyeri dan obat penenang tadi. Kalau pengaruhnya sudah habis, Nabila akan bangun.” “Terima kasih, suster.” Perawat wanita itu hanya menganggukkan kepalanya. Setelah suster tersebut keluar, Kalandra masuk lalu duduk di samping istrinya. “Sayang, berapa uang yang tersisa di tabungan?” tanya Kalandra dengan suara pelan. “Sekitar empat jutaan.” “Mas pergi dulu, ya.” “Hati-hati, Mas.” Alya mencium punggung tangan suaminya. Matanya memandangi punggung Kalandra yang semakin menjauh. Merasa beruntung dirinya bersuamikan Kalandra yang bertanggung jawab. Kalandra menjalankan kendaraan roda duanya keluar dari pelataran rumah sakit. Sebelum pergi, dia menyalakan dulu aplikasi ojek online. Dia kembali harus bekerja keras mengumpulkan uang. Kalandra tahu kalau tabungan mereka akan habis hanya dalam hitungan hari untuk membayar kamar perawatan, obat-obatan dan pemeriksaan dokter. Sekarang dia menuju tempat di mana rekan-rekannya biasa berkumpul. Tangan seorang pria terangkat ketika Kalandra menghentikan motornya. Pria itu membuka dulu helmnya, baru kemudian mendekati rekannya yang sedang berkumpul. “Lelaki plus-plus kita sudah sampai. Bagaimana kabar mu?” tanya Chandra, driver paling senior. “Begitulah,” jawab Kalandra dengan suara berat. “Lelaki plus-plus?” tanya Anton yang merupakan driver yang baru bergabung. “Andra ini pekerja keras. Dia melakukan banyak pekerjaan demi anak dan istrinya. Makanya kami menyebutnya lelaki plus-plus. Dalam sehari, dia bisa melakukan tiga pekerjaan sekaligus, multi talent kerennya.” Hanya senyuman tipis saja yang diberikan Kalandra. Apapun akan dilakukan olehnya agar pengobatan sang anak terus berjalan. “Kenapa wajah mu kusut sekali? Apa ada masalah?” Terdengar helaan nafas panjang Kalandra. Dengan cepat dia menceritakan apa yang menimpa anaknya. “Aku ikut prihatin. Semoga saja cepat ada jalan keluarnya.” “Makasih, Kang.” “Ehm… Ndra, mau kubelikan kopi?” tanya Heri, salah satu driver yang dekat dengannya. “Tidak usah.” “Ayolah.” Heri sedikit mendesak, seolah sengaja mengajak Kalandra sedikit menjau dari rekannya yang lain. akhirnya Kalandra mengikuti juga langkah Heri. Keduanya menuju penjual kopi keliling untuk memesan kopi. “Aku tahu kamu butuh uang banyak. Kalau kamu bersedia, kamu boleh ikut dengan ku.” “Abang ada pekerjaan lain?” Usia Heri memang lima tahun di atas Kalandra. “Ya. Pekerjaannya mudah, hanya mengantar paket. Sehari mungkin kamu bisa mengantar empat paket. Kamu bisa melakukannya sambil mengojek.” “Paket apa?” “Kamu tidak perlu tahu apa paketnya, yang penting bayarannya besar. Kalau sehari kamu bisa antar empat paket, kamu akan dapat dua juta. Gimana? Tertarik?”Di halaman belakang rumah mewah dan megah ini, nampak beberapa orang berkumpul bersama. Rupanya Chiko tengah mengadakan pesta di kediamannya. Kembali Kalandra dibuat tak nyaman melihat orang-orang yang hanya mengenakan pakaian minim. Para wanita mengenakan bikini, sementara para pria mengenakan segitiga pengaman saja. Untuk sesaat Kalandra hanya bertahan di tempatnya. Dia tidak tauhu bagaimana rupa Chiko. Orang-orang yang ada di halaman belakang sibuk dengan urusannya masing-masing. Mata Kalandra mencari orang yang bisa ditanya olehnya. Pria itu segera menyingkir ketika dua orang yang tak jauh darinya tengah asik beradu bibir. Bunyi decapan mereka bahkan sampai terdengar ke telinganya. Beruntung ada seorang pelayan melintas di depannya. “Maaf, kalau Pak Chiko di mana?” Pelayan pria itu mengedarkan pandangannya sejenak. Kemudian tangannya menunjuk sebuah kursi santai di mana terdapat sepasang pria dan wanita tengah bercumbu. Kalandra menarik nafas panjang sebelum mendekati kursi
GUK! GUK! GUK! Kalandra meloncat ke belakang ketika seekor anjing yang menyambut kedatangannya. Tak lama kemudian seorang pria mengenakan pakaian security bergegas mendekat. “Cari siapa, Mas?” tanyanya dari balik pagar. “Mau antar paket buat Bu Dini, Pak.” “Masuk aja, Mas.” Pria itu segera membukakan pintu gerbang. “Motor saya aman di taruh di sana, Pak?” “Aman. Cepat masuk.” Kalandra berjalan cepat melintasi pekarangan rumah yang lumayan luas. Anjing yang tadi menyambutnya sudah dibawa kembali ke kandangnya. Sesampainya di depan pintu rumah, seorang asisten rumah tangga membukakan pintu untuknya. “Silakan masuk, Mas.” “Bu Dini nya mana?” “Mbak Dini di kamarnya. Mas disuruh langsung ke kamarnya aja.” “Hah? Ngga enak, Bi. Mbak Dini nya suruh keluar aja.” “Ngga apa-apa, Mas. Ngga ada siapa-siapa di rumah ini. Mas langsung naik aja ke lantai dua. Kamarnya yang dekat tangga.” Dengan perasaan kikuk, Kalandra menaiki anak tangga. Langkahnya terasa begitu berat dan semakin te
“Kamu siapa?” Sebuah suara lembut menyapa indra pendengaran Kalandra. Pria itu memberanikan diri melihat pada wanita di depannya. “Paket untuk Vicko.” “Sayang.. ada paket untuk mu!” teriak wanita itu sambil melihat ke arah dalam. “Ambil aja, sayang!” terdengar jawaban dari dalam. “Sudah dibayar, Mas?” “Sudah.” Kalandra menyerahkan dus kecil di tangannya. Sepertinya wanita itu tidak tahu kalau paket yang dipesan kekasihnya berisi barang haram. “Terima kasih,” ucap wanita itu seraya melemparkan senyum manis. “Sama-sama.” Kalandra bergegas meninggalkan kamar tersebut. Dia tidak nyaman melihat wanita yang menyambut kedatangannya. Sebagai pria normal, melihat penampilan wanita tadi sunggguh menggoda iman. Usai mengantarkan paket kedua, Kalandra bermaksud kembali dulu ke rumahnya. Dia ingin beristirahat sejenak. Membantu Herlambang tadi cukup menguras tenaganya. Kendaraan roda dua milik Kalandra berbelok memasuki sebuah gang kecil yang tepat berada di samping rumah sakit tempat
“Kamu tidak perlu tahu apa paketnya, yang penting bayarannya besar. Kalau sehari kamu bisa antar empat paket, kamu akan dapat dua juta. Gimana? Tertarik?” Sejenak Kalandra berpikir. Hanya mengantar empat paket, dia mendapat bayaran besar. Tidak butuh otak pintar baginya untuk menebak apa isi paket tersebut. “Kalau kamu bersedia, kamu bisa mengambil jatah ku hari ini. Besok aku akan mencoba mencari slot untuk mu. Gimana?” Ada keraguan dalam benak Kalandra. Uang yang ditawarkan sepadan dengan resiko yang ditanggung. Namun saat ini dirinya juga dalam keadaan terdesak. “Tapi aman kan?” “Aman. Kita mengantarkan ke alamat pemesannya langsung. Bentuknya juga seperti paket biasa, jadi ngga akan ada yang curiga.” “Oke, aku mau.” Walau resikonya sangat besar, namun akhirnya Kalandra memutuskan untuk mengambil pekerjaan tersebut. Jumlah bayarannya yang menjadi bahan pertimbangan. “Kirim paketnya mulai dari siang, satu-satu. Kamu narik aja dulu. Nanti aku kabarin kalau paketnya sudah si
Kalandra berlari mengikuti brankar yang membawa tubuh putrinya. Sang anak segera dilarikan ke IGD rumah sakit ketika mengalami kesulitan bernafas. Alya, sang istri terus saja menangis melihat kondisi anaknya. Mereka dilarang masuk lebih jauh ketika brankar memasuki ruang tindakan. Dari balik kaca pintu, keduanya memandangi dokter yang tengah menangani Nabila. “Mas.. Bila akan baik-baik aja kan?” tanya Alya di tengah isaknya. “Sabar, sayang. Kita berdoa aja.” Sambil terus memeluk bahu istrinya, mata KalanNdra menatap ke ruang tindakan. Nampak dokter tengah memasangkan alat bantu pernafasan pada Nabila. Hatinya merasa tercabik-cabik melihat kondisi putrinya yang baru berusia empat tahun harus berjibaku dengan alat medis. Kalandra, pria berusia 29 tahun itu menikah dengan Alya yang berbeda dua tahun darinya, lima tahun yang lalu. Merasa sudah mapan setelah mendapatkan pekerjaan usai lulus kuliah, Kalandra yang waktu itu berusia 24 tahun menikahi Alya yang baru menyelesaikan kuliahnya


















Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comentários