Dokter dan perawat sudah turun dari ambulans. Mereka bertemu Max yang mengarahkan dimana pasien yang akan di bawa. Sebelum mengikuti jejak Max, perawat membuka bagasi mobil untuk mengambil tandu ambulans. Setelah itu mereka mengikuti Max dengan gerakan gesitnya.
Pintu uks sudah terbuka, perawat dan dokter lebih mudah masuk dalam membawa tandu. Bu Sisi yang sempat terkejut, melihat para tim medis sudah di dalam uks segera melepaskan pelukannya dari Dion. Lalu Dion segera di bawa dengan tandu. Ia masih menangis, tim medis pun mendorong tandu dengan cepat.
Sesampainya di halaman sekolah, Dion segera dimasukkan ke dalam mobil. Ia segera diberi oksigen. Disana tersedia 1 tabung oksigen yang besar. Setelah memasang selang oksigen ke hidung Dion, perawat segera mencari Bu Sisi yang masih berada di dalam sekolah. Lalu mengajaknya segera bergabung ke dalam ambulans untuk menemani anaknya.
Mobil ambulans segera meluncur ke rumah sakit. Membunyikan sirene nya p
Dengan memasang raut wajah yang muram, lalu ia menghela nafasnya.“Dengar-dengar dari teman kelasnya, tiba-tiba sewaktu sampai di depan kelas tubuhnya tersungkur ke lantai. Entah apa penyebabnya, sudah sempat ditangani oleh petugas PMR sekolah. Sudah cukup baik, tetapi dalam waktu yang cepat rasa sakit di dadanya dan sesak nafas makin menjadi-jadi. Terus datang ambulans, tadi bapak lihat kalo ga salah dari RSU Santa Elisabeth.” ucap pak satpam memberi penjelasan kepada Zelen“Oke, makasih pak.” jawab Zelen sambil mengusap air matanyaLalu ia berjalan menuju mobilnya, setelah memakai seatbelt segera melajukan mobilnya. Zelen berkendara dengan terburu-buru, suara tangisnya makin pecah ketika ia sudah di dalam mobil. Melampiaskan emosinya itu dengan cara mempercepat laju kendaraannya. Dan membunyikan klakson siapa saja yang menghalangi jalannya.Zelen memang sudah gila!Dengan waktu yang sangat singkat, ia sudah ber
Tatapan Pak Johan seakan-akan siap menginterogasi Dion. Dion yang mulai takut dirinya akan diberi beberapa pertanyaan dari ayahnya itu, segera memutar otak untuk mencari alasan.“Sekarang jujur sama papah, kamu minum-minum dimana?” ucapnya tegas kepada Dion“Apaan si pah, Dion ga minum. Dion Cuma ngerokok aja kok.”“Asal kamu tau ya, kamu boleh penasaran sama apa itu minuman alkohol atau merokok. Tetapi pesan papah cuma 1, kamu kalo mau terjun ke hal seperti itu ga boleh main belakang. Harus di depan papah, kita join bareng. Dan kalo misal papah tau kamu diam-diam main belakang, awas aja! Lagian kamu harus siap atas resiko apapun itu, atas efek dari minuman alkohol atau pun merokok dalam jangka panjang.”“Iya pah, Dion mengerti.”Setelah memberi wejangan kepada Dion, Ia berjalan menuju Bu Sisi dan merangkulnya.“Koko sih kalo di bilangin bandel, rasain
Tepat pukul 17.00 sore, mereka bertiga menyudahi dunia pemancingan di sungai. Pendapatannya cukup banyak, mereka membawa 2 ember berukuran sedang berisikan ikan mujair.Ketika mereka kembali, Dion melihat Farren yang baru saja keluar dari rumahnya. Farren berjalan mendekati Dion yang sudah sampai di depan rumah.“Habis dari mana ko?” tanya Farren kepada Dion“Ini habis mancing sama bokap.”“Oh, dapat banyak? Ngomong-ngomong nanti malam ada acara ga?”“Kenapa?”“Ingin ajak kamu jalan. Berdua atau sama Velma dan Iris juga boleh.”“Kabari aja ya, jam dan tempatnya. Gua mau bantu nyokap dulu bersihkan ikan.”“Oke deh, nanti gua kabari lewat grup. Bai”Farren yang melambaikan tangan ke Dion, hanya dibalas senyuman tipis. Lalu dirinya menyeberang menuju warung depan rumahnya itu.***
“Lu udah lihat beritanya?” tanya Max“Udah kok, kenapa sih? Biasa aja kali! Kalo lu naksir sama Zelen ya ambil aja.”“Dih! Mulut babi bilangnya.”“Pindah kamar buru. Mau ada yang datang.” ucap Dion sambil berjalan menuju kamarnya“Siapa?” jawab MaxAkan tetapi Dion tidak menjawab balik pertanyaan dari Max. Ia fokus menaiki satu persatu anak tangga. Sesampainya di kamar, Dion memilih duduk diatas kasurnya sambil bermain ponsel. Sedangkan Max, ia memainkan gitar, karena sedang mencoba lagu baru untuk memperdalam skill nya. Ia belajar kata kunci dari lagu tersebut melalui akun youtube miliknya.Dion kembali mengamati layar ponselnya dengan cepat, berharap gadis itu segera membalasnya. Tetapi nihil, hasilnya masih sama saja. Sofia belum membalas lagi pesan dari Dion. Berbarengan dengan suara teriakan Pak Johan dari bawah, yang suaranya tidak cukup jelas bag
Semua sudah berkumpul di meja makan, dengan seragamnya masing-masing. Menghabiskan sarapan buatan Bu Sisi. Seperti biasa sebelum menjalankan rutinitas hariannya, Pak Johan dengan terang-terangan mencium kening istrinya di depan anak-anak dan Max.Lalu Maxel segera membuntuti Pak Johan sampai masuk ke dalam mobil. Sedangkan Dion dan Max masih asyik bermain ponselnya, mereka berdua menunggu waktu masuk sekolah kurang dari 5 menit. Karena jarak rumah dan sekolah Dion yang kini sangat dekat.***-Sekolah-Tepat jam 07.00 pagi, Dion dan Max sudah berada di kelas. Mereka siap mengikuti ujian terakhir di sekolahnya. Sebelum memulai, pengawas yang dimana merupakan guru dari sekolah itu sendiri merasa sedih, karena dalam waktu dekat ia akan melepas anak-anaknya untuk berlanjut ke SMA atau SMK.“Anak-anak berhubung hari ini adalah ujian terakhir bagi kalian semua, semoga kalian bisa benar-benar mengerjakan dengan bai
“Gandengan baru nih? Cepat banget ya move on nya.” ledek salah satu teman Dion“Bacot lu! Kalian pesan apa?”“Biasa lah.” jawab teman Dion sambil menirukan intonasi anak kecil di sebuah aplikasi dance viralDisusul tertawa kencang dari teman-temannya. Suasana geng mereka selalu ramai daripada geng tongkrongan pengunjung lain. Dan penuhnya asap yang berterbangan muncul dari gerombolan tongkrongan mereka. Semua anggota adalah perokok dan vapers.Karena pelayanan cafe yang cukup baik dan tanggap, tiba-tiba table mereka di datangi seorang waiters.“Siang, mau pesan makanan dan minuman apa?” ucap seorang waiters “Sebentar mba.” jawab Dion“Sayang, kamu mau pesan apa?”“Aku mau pesan cookies and cream aja sayang.” jawab Sofia“Oke mba, cookies and cream nya 1.”“Lalu apal
Pak Johan kembali dengan segelas air hangat yang sedikit tumpah-tumpah. Lalu memberikannya kepada Bu Sisi. Dan Bu Sisi pelan-pelan membantu Dion untuk meminumnya dan menelan obat.Sedangkan Maxel, diperintah mengambilkan pakaian Dion di dalam lemari. Ia mengambil sebuah kaos berwarna hitam.“Koko bajunya hitam semua? Ga ada warna yang lain?”“Terus mau pakai warna apa? Axel ga mau warna hitam.” gerutu Axel dengan polosnya“Xel, buruan jangan diperlambat! Cepat sini berikan.” ucap Bu SisiAxel melemparkan pakaian Dion, dan tepat mendarat diatas kasur. Kali ini giliran Pak Johan dan Bu Sisi membantu anak sulungnya ini memakai pakaian.***Posisi Dion masih dalam keadaan duduk, kepalanya ia sandarkan di pundak Bu Sisi. Pak Johan dan Maxel memilih untuk menunggu di ruang tamu. Lagi-lagi sesak nafasnya kambuh. Sungguh rasa itu menyiksa baginya, andai saja ada alarm yang me
Sisa dari kejadian kemarin, setelah Pak Johan tiba, keluarga Dion menghabiskan malam dengan dinner bersama.***-Keesokan paginya-Jam menunjukkan pukul 09.00 pagi. Bayangan sinar matahari sudah terlihat, dibalik gorden yang tertutup. Dion masih menggeliat kan badannya, ia masih bermalas-malasan untuk 15 menit ke depan.Melepas ponsel dari charger yang terpasang. Lalu membuka lockscreen, beberapa notif dari media sosialnya sudah bermunculan di jendela ponsel.Terlihat pesan dari Sofia di aplikasi chatting, tanpa pikir panjang Dion langsung membukanya.“Tipikal kamu emang kaya gini? Pacarnya ngambek justru kamu yang hilang.” send: 23.00“Gua kira pacaran sama lu itu asyik parah, tapi ternyata semua yang gua bayangin benar-benar ga sesempurna ekspetasi!” send 00.00Dion yang membaca pesan dari kekasihnya, mulai jengkel. Di dalam pikirannya, ia mudah mendapatkan wanita lain tanpa