Share

2. Aneka Hadiah dan kontak Dini

Ana dan suaminya bertengkar hebat, sampai-sampai perlu Pak RT yang datang melerai dan menenangkan keduanya. Ana marah, hingga melempar semua perabotan rumahnya hingga hancur menyisakan pecahan kaca yang sangat banyak. Ana masih menahan amarahnya di kepalanya.

Sudah sering suaminya tersenyum saat berbalas pesan di ponsel. Bukannya tak cemburu, hanya saja ia tak mau suaminya marah padanya nanti. Jika ingat usahanya dulu untuk mendapatkan suami paling tampan satu pabrik, pasti pada berdecak kagum.

Ya, suaminya adalah lelaki tampan, karena ada keturunan bule Swedia dari garis nenek buyutnya. Walau jauh, tapi Rangga memiliki garis tampan layaknya orang luar negeri.

Banyak wanita yang mendekati suaminya. Mulai dari teman sesama pekerja pabrik, teman SMA, teman SMP, bahkan tetangga kontrakan yang terdahulu dengan terang-terangan ingin membeli suaminya.

Ada rasa bangga, saat dia digandeng mesra suami tampannya. Apalagi saat berjalan-jalan dalam pusat perbelanjaan, pasti mereka menjadi pusat perhatian. Tubuhnya yang sedikit berlemak dan berkulit coklat, berjalan mesra dengan lelaki tampan berkulit putih, tentulah mengundang kagum, bahkan banyak juga yang iri akan keberuntungannya.

Lama-kelamaan, rasa jenuh itu muncul. Di mana ia jadi bagaikan seorang ibu yang selalu menjaga anak di mana pun ia berada. Ia takkan mungkin lepas memperhatikan ke mana langkah suaminya jika libur bekerja. Serta memastikan siapa saja yang berteman dekat dengan suaminya.

Seperti siang ini, jenuhnya sudah sampai titik akhir. Ditambah dengan adanya chat mesra yang diberi nama Dono dalam kontak suaminya. Namun membahasakan dirinya dengan Dinda, dan yang paling mengesalkan lagi adalah, panggilan Angga itu hanya ia yang lakukan. Sebuah panggilan sayang untuk suaminya. Kenapa digunakan oleh orang lain? Tak mungkin teman lelaki? Karena hampir semua teman suaminya memanggil dengan nama Rangga. Para tetangga juga tahunya Mas Rangga.

"Ck, mengesalkan saja!" hardiknya sambil mulai merapikan pecahan kaca piring dan gelas yang berserakan di ruang depan kontrakan. Ia sapu, lalu ia kumpulkan ke dalam plastik, untuk ia buang ke tempat sampah yang ada di gerbang depan kontrakannya.

Satu dua tetangga yang kebetulan berada di depan rumah mereka, tentu saja memperhatikan Aba tanpa berkedip. Mereka berbisik membicarakan sesuatu. Entahlah, Ana tak mau pusing. Di kepalanya saat ini hanya ada satu pertanyaan, siapa Dinda itu? Bagaimana caranya mencari tahu?

****

Pukul dua belas malam, Rangga sampai di rumah. Lelaki itu masuk menggunakan kunci cadangan yang memang selalu ia bawa. Kakinya melangkah cukup lebar dan pelan untuk mengintip keadaan kamar.

"Huufft ... sukurlah, sudah tidur." Damian menggantung tas ranselnya di balik pintu. Lalu ia keluar untuk masuk ke dalam kamar mandi. Suara gemericik air dari dalam kamar mandi, membuat Ana membuka mata, lalu dengan gerak cepat memeriksa tas suaminya.

Mata Ana terbelalak, saat menemukan dua tangkai bunga mawar dan sebuah jam tangan baru yang masih berada di dalam kotaknya. Ia tahu, ini bukan milik suaminya. Cepat Ana mengambil ponsel suaminya, lalu menggeser layar untuk mencari nama Dono di kontak. Ana memotret nomor itu dengan ponselnya, lalu ia menyimpan kembali benda pipih itu di dalam tas suaminya.

Saat azan subuh berkumandang, Ana bangun dengan tergesa. Ia menoleh ke samping sebentar, dan mendapati suaminya tidur sambil mendekap ponsel. Ana mencoba abai. Ia masuk ke dalam kamar mandi sambil membawa ponselnya. Cepat ia hapal nomor yang ia foto dari ponsel suaminya, lalu ia pindahkan ke tombol panggilan.

Dini?

Ana menutup mulutnya tak percaya. Nomor dengan nama kontak Dono di ponsel suaminya, ternyata adalah nomor Dini, sahabatnya waktu bekerja di pabrik. Apakah suaminya dan Dini?

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status