Memiliki suami berwajah tampan bak artis, tentulah membuat istri merasa bangga. Namun, ketika kebanggaan itu berubah menjadi petaka baginya, apa yang sebaiknya harus ia lakukan? Lari, pasrah, atau segera memberikan balasan.
View MoreReena's pov
My heels clicked as the lights from the club glimmered against the dark pavement, the music growing as I pushed the handle. A bald man asked for my ID as the colourful beams adoring the walls welcomed my vision, and the music entered my ears freely. My eyes scanned the dimmed room and moments later locked on my target.
I made sure that the black silk wrapped around my body exposed my breasts before I walked up. I pulled out the stool from underneath the counter, and in the corner of my eye, I saw the heads of men in the club turn to mine, an amused grin perking on their lips as I sat.
I crossed my leg over the other when the bartender slid a minor glass across the counter then got my phone. As much as I felt the eyes of men burn into my body , I wasn't here for them.
Am not a stripper, that's not my job in here.
Slowly I downed the burning liquid, as I looked at the list of men on my phone. It was the target list provided by my client. Currently I was dressed like a stripper but no, my task was to try to seduce the men on the list and test the loyalty of these men to their lovers. And this is my career.
"He has arrived",
As I was letting the wine slide down my throat, the bartender murmured in a low voice.
"Okay",
I turned slowly to him with my elbows on the counter and a small smile made it's way onto my face. By his looks, it seemed like he was my next target.
His blonde hair sat in curls on top of his head, and his eyes moved to my breasts when my arms subtly pushed them up. His gaze finally flickered to my own with mischief and desire swirling beneath them. He grinned, "Hi."
"Hi," I smiled, drifting my gaze to the counter.
"What's your name?" I felt his proximity get closer as he spoke, and in the corner of my eye I noticed his head was tilted down to get me to make eye contact with him.
This is what he wants, it's what they all want.
Stupid men.
They can't be loyal to their wives.
"If you wanna know more about me, let me find you in room 7", I whispered to him. I looked at him and saw a wide smile on his face.
He was a fool to smile.
If he thinks that I will have sex with him, he is wrong. I only want proof that he is a cheater. They are cameras in room 7 and that will be enough for his wife to know that he isn't loyal.
After him walkng away, I finished my drink firstly, organised my outfit then headed upstairs to find room number 7 with a reserved sign on the handle.
Each click of my heels brought me closer to the blonde-haired man who was currently sitting on the velvet couch to the right of the room.
"Private rooms are used for personal dances, don't expect anything else", I informed him earlier.
"Go on, I want you now",
I watched as he pushed his hips forward, manspreading across the cushion.
I didn't mind about it. Whatever happens, he has to explain it to his wife.
His intense gaze stayed on my body as I reached towards my garter belt and slowly removed it, letting it drop to the floor while his eyes went dark.
I wasn't going to completely strip naked in front of him just because he asked. He has no right to see me.
I walked towards him and stood between his spread legs with merely a small, black lingerie set to cover me. His head tilted up, his neck slightly arching to meet eyes with mine as it rested on the back of the couch.
He kept his hands at his sides when I leaned down, setting my hands on his shoulders and sliding them down his chest. I felt his well-built torso through the thin fabric of his black dress shirt.
I held back my surprise when my fingers traced the indent of his abs through his shirt whilst I set my legs on either side of him. His hands moved to my waist and slowly made their way to my hips.
I leaned forward, "No touching me.," my breath fanned onto his ear, "You can control yourself, can't you?" I teased. His jaw clenched and I chuckled softly.
He removed his hands and set them at his sides.
I gently grounded my hips against his bulge, letting out a small moan at the stimulation when it hit against my clit. "Fuck," he cursed under his breath then his hands moved to my hips and he pulled me towards him.
Normally, I would push the man's hands off if they didn't listen after the first warning, but I wanted the camera to capture it. After giving him a hickey on his neck for evidence, I later stopped grinding my body against his.
The moment, I stopped he lifted his head with a piercing gaze and I tilted my head with a smirk, "Private rooms are used for personal dances just like I told you before and my time is over", I spoke as I quickly got off him.
Without even waiting for his response, I dressed up quickly and left. I had to inform my client that the work is done.
"Am done with the work", I spoke on the phone.
"Done with the work?! No he isn't the one. My husband is still seated in the dining room, he is just going to come. He is already dressed......" ,
I didn’t hear the last words of the client. My mouth was open so shocked at the news.
The one I gave a lap dance, was a wrong person.
Who was he even?! Goodness! I was screwed up already.
Petaka Suami Tampan 49 (Ekstra part) Rangga sedang berada di sebuah rumah sakit di daerah Jakarta timur. Ika menemukannya saat lelaki itu tengah mengais sampah di dekat toko tempat Ika bekerja saat ini. Awalnya wanita itu tak percaya bahwa lelaki gelandangan di depannya adalah Rangga. Tubuh gelandangan itu bagaikan tengkorak hidup dan begitu mengerikan. Saat wanita itu tanpa sengaja menggumam namanya, maka lelaki itu pun menoleh. Ika dan Rangga adalah dua orang yang sama-sama bersalah di masa lalu, dan kehidupan yang saat ini mereka jalani akibat dari perbuatan mereka terdahulu. Bersukurlah Rangga, bahwa wanita yang baru dikenalnya sekejap mau menolongnya dan mengurusnya. Ika juga membawa Rangga ke rumah sakit terdekat untuk diperiksa. Tak banyak yang keluar dari mulut Rangga, selain ucapan terima kasih dan permintaan maaf. Ika pun tak menyahut apapun
21Jay tak bisa untuk tidak memperhatikan gerak-gerik Ana, setelah mereka sampai di rumah. Ditambah lagi dengan semua cerita yang baru saja didongengkan oleh apak. Lelaki itu tak ingin percaya dengan semua yang terjadi selama ia tak ada di sini. Mulai dari keberanian Ana mengunjungi Rangga dan Tante Hepi di Jakarta, hingga berakhir dengan warisan yang didapat oleh.Jay juga sempat tak percaya, bahwa Ana jugalah yang telah membayar ganti rugi sebesar satu milyar pada keluarga Darto. Namun, setelah semua pemaparan yang diberikan oleh apak yang masuk akal, baru Jay percaya.Tak ada yang berubah pada penampilan wanita yang sedari tadi bolak-balik di depannya sambil membantu mimih. Takkan ada yang tahu, jika ia pemilik dua show room mobil dan sebuah rumah mewah, serta beberapa petak kontrakan. Jika melihat daster lusuh yang ia pakai, tentu orang takkan percaya jika di rekeningnya saat ini ada milyaran rupiah.J
Hari ini Jay keluar dari penjara, setelah melewati urusan persidangan yang sangat panjang dan menegangkan. Untunglah lelaki itu diputuskan tidak bersalah atas pembunuhan tidak disengaja olehnya terhadap Darto. Hakim pun membuat putusan bahwa Jay bebas dari segala tuntutan dan wajib membayar ganti rugi pada keluarga Darto sebesar satu milyar rupiah. Lelaki itu sempat kaget dan menolak putusan. Darimana ia harus membayar uang segitu banyak pada keluarga Darto. Bekerja saja tidak, orang tua tidak ada, ia pun bahkan tak tahu setelah keluar dari penjara nanti ia mau ke mana dan bagaimana.Tanpa sepengetahuan lelaki itu, Ana sudah membayarkan uang ganti rugi pada keluarga Darto yang terlihat sangat peduli dengan uang. Tas yang diberikan Ana berisi uang satu milyar, mereka berbebut untuk memegangnya. Disaksikan oleh pihak pengadilan, beberapa anggota kepolisian, dan juga aparat lingkungan setempat tinggal Darto pun ikut menyaksikan dan ikut
Petaka Suami Tampan 46 (Ending) Hari ini, Ana pergi ke Jakarta ditemani oleh apak dan juga mimih. Tim kuasa hukum Tante Hepi yang meyakinkan padanya, bahwa semua akan baik-baik saja saat di sana nanti. Pesan yang disampaikan almarhum pada pengacaranya sebelum wafat adalah menghadirkan anak sambungnya yang bernama Mariana Pramesti. Mereka bahkan dijemput oleh Mang Udin dengan mobil pribadi Tante Hepi. Ana tak banyak bicara sepanjang perjalanan dan Bandung menuju Jakarta. Di kepalanya saat ini berputar memori ketika ia menjadi anak sambung dari wanita yang menjadi pelakor dalam rumah tangganya. Wanita itu sebenarnya baik, ketika ayahnya masih berstatus suaminya. Namun saat ayahnya tiada, wanita itu berubah jahat dan benar-benar berkelakuan layaknya ibu tiri yang kejam. Ana ingat di mana saat Tante Hepi mengusirnya, saat baru saja kelulusan sekolah SMA. Masih mengenakan seragam putih abu, ia dikembalikan pa
Ana terbangun lebih dulu dari mimih dan apak. Ia bangun dengan perlahan dari ranjang dan langsung menuju kamar mandi untuk melaksanakan dua rakaat sebelum azan subuh. Suara gemericik air dan derit pintu yang ia geser menutup dan terbuka, sangat hati-hati ia lakukan agar tak menimbulkan suasana bising dalam rumah. Setelah salat sunnah, sambil menunggu azan Subuh, Ana menyempatkan diri untuk mengaji dua lembar ayat suci alqur’an. Tak lupa ia buksa sedikit jendela, agar hawa dingin dan sejuk di luar sana mengisi udara kamarnya.Begitu selesai melakukan ibadah Subuh, Ana pun bergegas ke dapur untuk memasak nasi. Sambil menunggu nasi matang, Ana menyapu rumah mulai dari kamarnya, dapur, ruang tengah, dan yang terakhir ruang tamu. Mimih dan apak masih belum membuka pintu kamar, sepertinya kedua orang tua itu terlelap sangat nyenyak.Krek!Ana menoleh ke asal suara derit pintu yang bergeser. Mimih baru saja keluar dari kamar,
“Halo, assalamualaykum. Iya betul, saya Udin. Ini siapa ya?”“Kami dari rumah sakit XXX, mau memberitahukan bahwa Ibu Hepi Astuti baru saja meninggal dunia, lima belas menit yang lalu.”“Innalillahi wa innaa ilaihi rooji’un.” Ana tersentak saat bibir Mang Udin mengucapkan doa bagi orang yang meninggal dunia.Ana menatap pias wajah lelaki setengah baya yang kini sudah terduduk lemas di kursi teras. Ia tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun, tetapi Ana sangat tahu apa yang terjadi pada kabar dari seberang sana. “A-apakah b-benar Tante Hepi yang ….” dan dengan leher yang amat lunglai, Mang Udin mengangguk.Mereka bertiga menuju rumah sakit, menggunakan mobil sedan mewah milik Tante Hepi. Mang Udin yang terbiasa mengendarainya sudah tak canggung lagi. Lelaki itu tak banyak bicara, ia hanya fokus pada jalanan yang kami lewati saat ini.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments