Share

My Peaches
My Peaches
Penulis: Shawty Ajeng

1. She’s Come Back?

“Pak Evan...” Panggil seorang wanita berusia sekitar tiga puluh tahun. Dengan suara terkesan hati-hati, kepala wanita itu melongo masuk yang membuat Evan sedikit terkejut.

Evan hanya meliriknya sekilas. Berusaha biasa saja dan mengizinkan wanita itu masuk keruangannya.

Kemudian Evan mempersilahkan wanita itu duduk. Renatta, yang sekarang sudah di depan Evan Farraz Geutama, dengan raut wajah ketakutan. Renatta tidak berani menatap bosnya itu. Lantaran baru dua hari lalu ia membuat kesalahan, memproses PO barang yang salah hingga Evan rugi berpuluh juta.

Sejak tamat SMA ia mengikuti jejak sang Ayah di dunia Perbisnisan, yang saat ini bisnis Cafe yang di dirikan sang Ayah sudah sudah ada hampir di penjuru kota, ditambah ia ikut berinvestasi dengan perusahaan-perusahaan besar. Tak main-main, Evan selalu enteng dalam hal berinsvestasi. Dunianya hanya kenal cuan, cuan dan cuan.

“Apalagi yang mau kamu katakan?” Suara berat penuh penekanan dari Evan membuat Renatta semakin menunduk. Seakan kepalanya tengah diletakan batu besar.

“Renatta...”

Renatta mencoba mendunga, memberanikan diri untuk menatap mata elang milik sang bos. Rahang Evan terlihat kokoh, sehingga semua yang melihat tak berani main-main dengannya. Begitu di takutkan tetapi Evan cukup adil untuk karyawannya.

“M-maaf, Pak....”

“Saya masih baik untuk tidak memecat kamu.” Evan semakin dingin dengan perkataannya. Ia masih belum bisa percaya, ia kecewa tetapi tidak bisa memecat Renatta lantaran Evan malas mencari pengganti. Belum tentu pengganti Renatta akan jauh lebih baik.

Di ruangan luas dengan interior serba abu-abu itu, Renatta semakin menciut nyalinya. Tenggerokannya terasa tercekat, tetapi dia berusaha untuk mengatakan sesuatu, “Untuk masalah tempo hari, sudah saya selesaikan, Pak.”

“Yakin?”

Renatta mengangguk.

“Apa buktinya?”

Renatta memberikan map berwarna coklat. Evan menerimanya dan langsung membuka map itu tanpa bertanya lagi. Setelah di ambil semua kertas putih di dalamnya, ia membaca dengan saksama dengan sesekali melirik ke arah Renatta. Evan menaruh dokumen itu di meja dengan sedikit di banting, lalu menatap wanita beranak satu di hadapannya itu seraya berkata, “Jika suatu hari kamu melakukan hal yang sama, jangan harap kesempatan kedua akan kamu dapatkan. Mengerti?”

“B-baik, Pak. T-terima kasih.” Renatta mendunduk setelahnya, tatapan elang milik Evan benar-benar membuat siapapun bertekuk lutut terhadapnya.

Evan masih memiliki hati terhadap Renatta, bukan karena suka. Tetapi mengingat Renatta adalah seorang singel mom, ia akui wanita itu begitu cantik, enak di pandang dan Evan tidak pernah salah memilih Serketaris untuk dirinya sendiri. Fantasi liar Evan pernah hampir terjadi saat dirinya sudah tidak tahan melihat lekuk tubuh Renatta yang begitu menggoda. Sayangnya, semua itu gagal lantaran Renatta pintar untuk menghindar. Renatta juga bukan wanita seperti itu, banyak sekertaris bos besar yang rela di jamah untuk tetap bisa bekerja. Seorang Renatta hanya butuh pemahaman karakter sang bos dan dialah yang bisa membuat Evan berhenti menyentuh dirinya. Evan memang brengsek, dia bisa menunjuk satu perempuan yang ia mau dan setelahnya memberi uang untuk ucapan terima kasih.

Alasan Renatta masih bertahan hingga sekarang karena mengingat di usianya yang sudah menginjak kepala tiga, sulit memang untuk mencari pekerjaan baru.

Seketika Renatta tersadar saat tatapan intimidasi dari Evan membuatnya ingin bergegas pergi ke ruangan. Lelaki itu menghela napas, satu masalah sudah selesai, bukan berarti ia bisa bebas. Ada saja masalah setiap awal bulan yang akan ia terima. Tetapi, karyawan Evan benar-benar menyelesaikan masalah tersebut dengan cepat dan tuntas.

Di lantai 20 itu Evan tidak sendiri membangun bisnis seperti ini. Ayahnya, Oliver Frans Geutama lah yang memulai semuanya. Berawal dari iseng-iseng membuat sendiri racikan kopi, yang kemudian ia jual dari rumah ke rumah. Oliver adalah orang yang absius, kecintaanya terhadap kopi membuatnya tak henti untuk menciptakan resep minuman kopi terbaru. Sering kali mendapat penolakan dari cafe manapun tetapi tidak membuat Oliver muda menyerah, tak kenal takut ia terus berusaha hingga akhirnya berhasil mengumpulkan pundi-pundi rupiah dengan kerja kerasnya. Berhasil membuka Cafe kopi pertama miliknya di pusat kota bernama, Dandelion's Cafe. Serta bisa memiliki karyawan pada saat itu. Dulu, Oliver hanya di bantu oleh teman dan beberapa keluarganya untuk mewujudkan cita-citanya itu. Semua kerja keras Oliver ia tuangkan kepada anak-anaknya, Oliver sangat berharap salah satu anaknya akan meneruskan bisnis Gtama Group kelak. Untuk itu Evan lah yang di percaya sebagai penerus Gtama Group. Oliver sempat lemas ketika mendapatkan anak pertamanya kala itu adalah perempuan, Ellena Feyra Geutama. Ia yakin, tidak banyak perempuan yang mau meneruskan bisnis besar seperti yang Oliver bangun. Tak hentinya Oliver berharap, akhirnya Tuhan berkendak, mencipatkan Evan sebagai penerusnya. Kemudian beberapa tahun kemudian lahirlah anak lelaki sekaligus yang terakhir, Erick Fernando Geutama. Anak menyebalkan dan Evan sendiri selalu bilang jika Erick adalah anak pembawa sial.

Lain halnya dengan Ellena, anak pertama Oliver itu sudah menikah dan di karunia satu anak, ia tidak tertarik dengan bisnis Cafe yang di dirikan sang ayah. Ellena lebih suka menjalankan bisnis online shopnya bersama sang suami. Sementara Erick, perjalanan anak muda itu masih panjang, ia baru saja kuliah semester satu di Universitas ternama yang tentunya semua itu adalah pilihan Oliver. Meskipun Erick sendiri tidak mau berkuliah lantaran ia sudah lelah belajar. 

Oliver memiliki istri yang baru saja memulai bisnis kue di rumahnya. Citra, adalah sosok ibu yang sangat telaten dalam hal membuat kue. Oliver sering sekali berkata, “Aku bangga karena aku tidak salah memilih istri.”

Drrt... Drrt...

Suara getar ponsel milik Evan membuyarkan lamunannya. Ada nama Ellena di sana. Ia menghela napas lalu mengangkatnya.

“Ya?”

“Di mana?”

“Di ruangan.”

“Ke ruangan ayah sekarang, dia mau berbicara.”

“Ya.”

Dengan malas, Evan mengambil jas yang di sampir di kursinya lalu mengenakan jas hitam legam itu seraya berjalan menuju ruangan direktur utama Gtama Group tersebut. Ia juga tak lupa berpesan kepada Renatta jika dia tak mau di ganggu dan tahan semua pertemuan dengannya di hari itu. Evan sendiri yakin, jika Oliver sudah mengajaknya berbicara pasti memakan waktu lama dan tidak suka di ganggu dengan hal lain.

Evan sudah berada di lift untuk menuju lantai paling atas, lantai 28. Keluar dari lift ia langsung menuju ruangan Oliver paling ujung, beberapa karyawan tak lupa untuk memberi sapaan kepada dirinya. Evan hanya bisa tersenyum tipis sebagai balasannya.

“Ayah panggil aku?” Tanya Evan yang langsung masuk begitu saja ke ruangan Oliver. Desain ruangan itu tidak beda jauh dengan Evan, hanya di tambah ada beberapa vas bunga di sudut-sudut tertentu yang semua itu request-san dari nyonya Geutama, agar saat beliau main tidak bosan melihat desain ruangan suaminya yang monoton dengan satu warna.

“Om Epan!!” Pekik suara anak kecil yang membuat Evan sedikit terkejut.

“Hei, Lily! Kapan kamu datang?”

“Tadi sama mama.”

Anak itu berlari menghampiri Evan sambil memeperlihatkan sesuatu di tangannya, “Lily beli pelmen stobely, Om. Ada dua, tapi semuanya buat Lily.” Penjelasan girang serta antusias bocah empat tahun itu membuat Evan terkekeh. Ia mengelus rambut Lily dan meminta izin untuk bertemu dengen Oliver.

“Lily, ke balkon yuk.” Ajak Ellena. Dengan antusiasnya Lily mengiyakan dan Say Bye kepada Evan.

Setelah Lily dan Ellena sudah di luar, Evan duduk di hadapan Oliver dengan perasaan yang biasa saja. Entah kenapa dirinya tidak mau memikirkan hal-hal aneh ketika berbicara dengan ayahnya.

“Kenapa bisa Renatta memproses PO yang salah? Ini rugi hampir puluha juta.” Oliver langsung to the point. Evan sedikit terkejut dengan pertanyaan tersebut, tetapi ia bisa menjawab dengan tenang.

“Masalah itu udah selesai, Ayah. Kerugian akan di balikan lagi setelah tujuh hari pengerjaan. Ayah nggak usah khawatir. Renatta wanita yang pintar untuk itu.”

Oliver sedikit mengerutkan keningnya, “Tapi Ayah tidak suka jika hal ini terjadi lagi, ini pertama kalinya dan langsung rugi puluhan juta.”

“Bukannya Ayah sendiri adalah tipe orang yang tidak takut rugi?”

“Evan...,” Oliver sedikit melotot mendengan pernyataan tersebut. Ia memang tidak kenal takut, tetapi jika kerugian ini akan terjadi, Oliver sendiri juga pusing untuk hal itu.

“Ngomong-ngomong Office Girl baru sudah dapat?” Tanya Oliver. Evan yang mendengar itu menilai jika pembicaraan sebelumnya sudah selesai.

Berbicara tentang Office Girl, baru-baru ini Oliver kehilangan satu Office Girl terbaiknya. Kenapa demikian? Lantaran perempuan itu pintar dalam hal membuat kopi untuk Oliver. Selain masakan Citra yang lezat, lelaki tujuh puluh tahun itu tidak main-main memilih orang hanya untuk membuatkan kopi untuk dirinya. Kopi racikan Oliver harus di buat dengan penuh rasa dan tidak asal menuangkan saja.

“Ayah, banyak OB yang bisa bikin kopi, kenapa harus dia?”

“Tapi kopi buatan Rianti itu sangat enak. Ayah tidak mau beda tangan, rasanya jadi tak karuan. Rianti resign dadakan dua hari lalu. Ayah dua hari ini juga tidak minum kopi buatan dia.” Penjelasan Oliver membuat Evan menggelengkan kepalanya, ia tidak habis pikir dengan Ayahnya sendiri.

“Kenapa Ayah nggak suruh mama aja yang buatkan kopi setiap hari? Ayah bilang, mama pintar dalam segala hal.”

“Evan..., apa Ayah harus membayar dua kali lipat kepada mama kamu? Uang bulanan saja bisa tiga kali lipat gaji karyawan sini, belum lagi jika mama mu minta sesuatu tiba-tiba.” Jelas Oliver sedikit emosi.

Even terkekeh pelan, tak habis pikir dengan pasangan tua itu. Tetapi Evan akui kedua orang tuanya memang cerdas dan tidak main-main dalam segala hal. Seketika Evan teringat dengan omongan Renatta pekan lalu bahwa ada seseorang yang membawa lamaran kerja ke perusahaan.

“Begini saja, aku akan tanya Renatta karena pekan lalu ada orang yang menaruh CV ke sini. Biar aku cek profile-nya.”

Oliver sedikit tersenyum, “Cepat kerjaan. Ayah nggak suka menunggu.”

Evan hanya menggelengkan kepalanya dan berpamitan untuk ke ruangannya. Sebelum itu ia mampir ke balkon untuk bertemu ponakannya, Lily adalah gadis yang pintar serta kecantikannya sangat menuruni Ellena. Evan bangga dengan Ellena, bisa menjadi Ibu yang baik meski jauh dari suaminya. Brian, kakak ipar Evan, seseorang yang bekerja di pelayaran, tidak menentu kapan suami Ellena itu pulang. Meski Evan terlihat cuek kepada kakak atau adiknya, ia tidak bisa membiarkan Lily kesepian tanpa seorang ayah.

Setelah bercengkrama pendek dengan Lily, Evan memutuskan ke ruangannya. Ia bergegas untuk memenui Renatta.

“Renatta, apa kamu masih simpan CV orang yang lamar pekan lalu?”

Renatta berpikir sejenak, kemudian langsung mengangguk. “Ada apa, Pak?”

“Bawa ke meja saya, biar saya cek profilenya.”

“Baik, Pak.”

***

Evan mengerutkan kening, ada tiga lamaran yang Renatta berikan kepadanya. Dua lamaran tersebut semuanya profile laki-laki, Evan menghela napas saat membuka CV yang terakhir. Ia seperti pesimis tentang itu, Oliver mencari perempuan yang akan menggantikan Rianti. Meski harus melalui tahap training, Oliver tidak mau laki-laki yang membuatkan kopi untuk dirinya setiap hari.

“Kenapa keinginan ayah begitu aneh, harus ada satu orang yang pandai buat kopi.”

Ketika kertas putih itu sudah di tangannya, seketika napas Evan tercekat, kedua matanya sedikit membulat. Ia berkali-kali membaca nama itu sekaligus memperhatikan foto 4x6 di ujung atas kiri kertas, Evan hampir tidak bisa bernapas ketika nama itu terucap dari mulutnya.

“L-Latasha...,”

Memori delapan tahun lalu kembali dan memutar di ingatan Evan. Beberapa kali harapan Evan untuk merubah segalanya sempat muncul redup, lantaran ia sempat putus asa mencari keberadaan gadis itu. Seketika kedua mata Evan sedikit memanas, ia menaruh CV itu dengan lemas. Tangannya beralih memegang dahinya, tidak pernah terpikir olehnya jika hal ini bisa terjadi.

Sekali lagi Evan membaca profile perempuan itu, ia membaca dari atas dan berhenti di tengah. Napasnya mulai tercekat lagi saat ia membaca status perempuan tersebut.

“J-janda?”

“Latasha...”

Evan semakin lemas, ia menelpon Renatta untuk segera menuju ke ruangannya.

Tubuh Evan bersandar pada kursi, ia berputar dan menatap ke arah jendela besar di ruangannya. Memori delapan tahun lebih itu kembali memutari isi kepalanya. Tak menyangka setelah bertahun-tahun ia di pertemukan dengan cara yang tidak pernah terpikir olehnya.

Macetnya kota Jakarta membuat Evan hanyut terbawa masa lalu saat dirinya masih SMA, kisah cintanya di mulai dari sana. Berawal tak tahu apa itu cinta, kasih sayang dan ketulusan. Secara tidak langsung sudah ada yang mengajarkan hal itu kepada dirinya, tetapi Evan begitu bodoh tidak menilai jika ketiga hal itu sangatlah penting bagi kehidupan. Sifat kasar Evanlah yang membuat kesabaran itu lenyap, memperlihatkan jika semua manusia memiliki batas kesabaran.

“Apa ini nyata?”

Rahang Evan mengeras, mata elang itu tidak berkedip seakan ia benar-benar melihat perempuan itu di hadapannya sekarang.

“Permisi, ada apa, Pak?”

Suara halus Renatta membuyarkan lamunannya, Evan memutar kursinya dan langsung memberi tugas ke Renatta untuk menelpon anak baru.

“Latasha...,” Renatta sedikit menyebutkan namanya. “Dia aja yang di panggil?”

“Hm.”

“Baik, Pak. Saya permisi dulu.”

Sepeninggal Renatta, Evan kembali memutar kursinya menghadap jendela, mengusap wajahnya dengan frustasi. Harapan yang selama ini ia tunggu kemungkinan bisa terwujud. Ia tidak tahu seperti apa sekarang perempuan itu. Di lihat dari fotonya, Evan menilai jika perempuan itu sudah bahagia. Tetapi status hubungan yang di tulis di sana membuat Evan bertanya-tanya, ia seperti tidak yakin jika perempuan itu menyandang status janda.

Kedua mata Evan menelusuri seraya mengingat-ingat, lelaki mana yang sudah bersama Latasha saat itu? Apakah dirinya harus bertanya jika perempuan itu datang? Apa ia harus memperbaiki semua di saat seperti ini?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status