Sebenarnya, Opa Jun dan Jo tidak banyak melakukan perbincangan. Sementara Hazell dan Oliver berkeliling untuk ikut dengan Rendyka yang memperkenalkan mereka dengan beberapa tamu undangan. Sementara June berkeliling untuk menyapa para istri tamu undangan. Sesekali memang ada yang mendatangi meja untuk menyapa Opa Jun dan Jo, tapi hanya beberapa saat sebelum mereka berdua kembali dalam keheningan.
Mereka sudah membicarakan tentang sekolah Jo, tentang pertemanan Jo, bahkan membicarakan Jendra yang merupakan pacar Jo. Opa Jun juga banyak bercerita tentang Jerman, tentang tempat wisatanya, maupun makanan enak di sana. Tentu saja Jo senang mendengarnya, dan berkali-kali ia berharap bisa ke Jerman. Namun, ia kembali harus menghapus harapan itu. Ia tak mungkin punya waktu untuk bersenang-senang di Jerman, sementara masalah di sini belum ia selesaikan. Ia tak mau pergi meninggalkan masalah. Ia tak mau menjadi hantu gentayangan yang merasa masih terikat dengan Bumi dan kehidu
Bohong jika June tidak tahu apa-apa. Ia bukan istri ataupun wanita yang bisa berdiam diri saat merasa perasaannya tidak tenang. Sejak awal ia menerima Jo dalam keluarganya, ia mencoba untuk bersikap biasa saja, termasuk bersikap pura-pura tidak tahu apa yang selama ini Jo alami dan bagaimana hubungan Jo dengan suaminya. Ia hanya diam dan mencoba menunggu sampai tiba waktu untuk dirinya memukul Rendyka. Selama ini ia diam karena Rendyka tidak pernah bermain fisik ataupun bersikap kasar pada Jo. Kali ini, ia tak bisa tinggal diam.June punya banyak koneksi dari kepolisian, mengingat ia dulu seorang psikolog dan sempat menggeluti psikologi kriminal. Sampai saat ini pun ia masih sering diajak berdiskusi oleh Hazell atau rekan-rekan polisinya. Berkat itu, ia berhasil mengumpulkan banyak informasi tentang Rendyka dan Jo. Termasuk tentang satu kenyataan yang membuatnya semakin sulit menahan diri. Bukan hanya tentang Jo, tapi tentang hal yang awalnya ia pikir telah berakhir
Sehari setelah Jo sadar, ia dikirim ke Jakarta dengan ambulans yang dikirimkan Hazell. June ikut bersamanya di dalam ambulans selama perjalanan. Dan, sejak hari itu, Jo tak punya bahan percakapan dengan June. Rasa bersalahnya karena merahasiakan penyakitnya hingga membuat June pingsan membuat dirinya seakan segan untuk memulai percakapan.Hazell memaksa June untuk pulang ke rumah mereka hari itu. Hazell dan Oliver khawatir melihat June yang terlihat sangat kurang istirahat dan nafsu makannya menurun, sekalipun June berhasil menipu semua itu dengan sikapnya yang tetap tenang seperti biasa. Sebenarnya, Hazell dan Oliver tidak sadar, tapi Jo yang memberitahu dan meminta mereka untuk membawa June pulang.Hari ini adalah hari kedua Jo dirawat di Jakarta, di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Ia sedang duduk di atas kasur kamar VIP-nya, di temani oleh Aisyah yang kenetulan hari itu adalah jadwalnya libur. Sebenarnya, Jo ingin di kamar rawat yang ada temannya, t
Sejak kejang itu, kondisi Jo memang membaik, tapi ia belum diperbolehkan pulang, karena beberapa gejala mengkhawatirkan lainnya datang bertubi-tubi. Berawal dari tak bisa digerakkannya kedua tungkainya, kemudian lanjut dengan melemahnya otot wajah, hingga hilangnya ingatan-ingatan selama beberapa saat. Tentu saja semua sangat khawatir dengan Jo. Umur Jo seakan memendek hingga tersisa sebulan.Akhir pekan ini, banyak yang bisa datang untuk menjenguknya. Namun, Jo melarang Hazell, Oliver, hingga June untuk datang menemaninya di pagi hingga siang hari. Alasannya tentu sangat penting, karena ini merupakan keputusan Jo yang sangat berat baginya. Ezra dan Eva. Tapi, ia tak akan sendirian. Akan ada Jendra yang menemaninya, menguatkannya.JoEva, Ezra.Sebelumnya aku minta maaf.Tapi, ada yang mau aku jelasin.Apa kalian bisa datang?EvaDi mana?EzraNgapain minta maaf?
Fiona telah berhasil menstabilkan kondisi Jo, termasuk menenangkan perasaan dan pikiran Jo yang sempat panik karena hal-hal yang ia rasakan. Kondisi Jo stabil, dan kini ia telah kembali tertidur. Memang, belakangan ia kerap mengalami insomnia, namun saat hari terang, ia malah tertidur, meski berkali-kali ia terbangun.Kini, setelah Fiona keluar dan kembali bekerja, tersisalah Jendra, Eva, dan Ezra di kamar itu, menunggu sampai Jo bangun. Mereka duduk di sofa dengan posisi saling menghadap meja kaca di tengah mereka. Terasa betul ketegangan di sana. Jika Jo bangun, mungkin Jo akan mencari topik untuk mengurai ketegangan. Tapi, Jendra bukanlah Jo yang bisa mengurai ketegangan di antara orang yang tidak begitu dekat dengannya. Meski ia telah tergabung dalam 'kelompok' pertemanan Jo, Eva, dan Ezra, tapi ia tetap tak merasa sedekat itu dengan Eva dan Ezra untuk bersikap santai.Jo telah berpesan padanya, agar Jendra mau membantu Jo menjelaskan semua hal
Kabar bahwa Hazell akan melamar Aisyah telah sampai di telinga Jo. Hal itu tentu saja membuat Jo semakin membaik. Bahkan, dalam dua hari ia telah diperbolehkan pulang. Rencana Hazell dan Aisyah ternyata membuahkan hasil yang tepat untuk mengembalikan cahaya pada netra Jo yang sempat terlihat redup.Seminggu setelah kabar baik itulah, tepatnya sekarang, hari Sabtu, mereka akan bertunangan dengan acara yang sangat sederhana. Hanya mengundang keluarga besar dua pihak, acara pun dilaksanakan di rumah orang tua Aisyah, dan makan siang bersama. Tak terduga, ternyata mereka telah menyiapkan tanggal pernikahan, yaitu sebulan dari hari pertunangan mereka. Cepat? Tentu saja. Mereka harus melakukannya sebelum waktu Jo habis.Hari ini, Jo memakai kain batik berwarna putih dengan motif bunga dan tumbuhan yang didominasi warna pastel, kemudian dipadukan dengan baju kurung berwarna cokelat susu yang sewarna dan senada, begitu pula dengan kerudung yang ia ken
Dan, disinilah Hazell, June, dan Diana. Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang. Mereka telah membuat janji untuk menjenguk seseorang yang amat sangat penting untuk Jo. Adianto, ayah angkat Jo yang hidupnya rusak akibat Rendyka dan berakhir di tempat ini oleh kasus penganiayaan anak dan kekerasan dalam rumah tangga.Jam 9, mereka tiba di tempat itu. Mereka digiring ke ruang pemeriksaan, alias ruang interogasi. Ruangan 4 x 4 meter dengan sebuah meja di tengah dan dua kursi saling berhadapan. Bedua petugas datang dan memberi dua kursi tambahan di satu sisi, lalu mempersilahkan Hazell, June, dan Diana untuk duduk. Dan, tak lama, seorang petugas datang membawa Adianto dengan kedua tangan terborgol.Sosok Adianto yang dulu bertubuh gemuk, bermata dingin dan kejam layaknya psikopat, serta pembawaan yang memang menakutkan dan mengerikan. Kini, sosok itu lenyap, tergantikan oleh sosok lelaki bertubuh sedang, bermata merah dengan kantung mata tebal, bibir ke
Jo menatap kosong pada langit-langit kamar. Mungkin sudah 10 menit ia melakukannya setelah semua orang keluar meninggalkannya usai menjelaskan duduk permasalahan. Meski selama 15 menit ia mendengarkan semua penjelasan dalam tenang, namun itu membuatnya kini merasa sangat bersalah.Lagi-lagi karena aku... keluarga Ibu dan Kakak akan hancur... Karena aku, tiga keluarga hancur: Papa, Ayah, dan Ibu Jully. Aku memang nggak seharusnya dilahirkan.Ia meminta mereka untuk memberinya waktu selama 15 menit agar ia bisa merenung. Ingin menangis, tapi saat ini ia tak bisa melakukannya. Ia menyesal sekali telah lahir dan hidup. Semua perjuangannya untuk bahagia sampai saat ini sudah terhapuskan oleh penyesalan. Tidak ada lagi alasan untuk hidup, untuk bahagia, bahkan tak ada alasan untuk tersenyum. Ia merasa bertanggung jawab atas semua ketidakbahagiaan orang-orang. Ia merasa tak berhak untuk bahagia.Kalian boleh menyebutnya naif. Tapi, inilah
Akhir pekan itu, Jo pergi bersama Jendra, Ezra, dan Eva untuk mengunjungi Adianto. Tentu saja ini atas ajakan Jo. Sebenarnya, Jo juga mengajak Oliver, tapi ia tidak bisa karena urusan sekolah - meski itu hari Sabtu atau Minggu sekalipun, ia tetap sibuk mengurus pendidikannya yang berada di jenjang akhir SMA.Mereka pergi dengan mobil nilik Eva, tapi yang mengemudikannya adalah Ezra. Ada Jendra yang duduk di kursi depan, menemani Ezra. Sedangkan Jo dan Eva duduk di kursi tengah. Mereka berangkat dari rumah Jo sekitar jam 9 pagi, dan kini mereka telah tiba di Lapas Cipinang Kelas I jam 10 lebih. Mereka segera dibimbing ke ruang besuk, ruangan yang luas dengan meja-meja yang dikelilingi beberapa kursi. Di salah satu meja, telah duduk Adianto dengan penampilan rapi dan bersih, serta pembawaan yang tenang.Sebuah senyum lebar terulas di wajah Jo ketika ia melangkah masuk ke dalam ruangan mendahului yang lainnya. Ia berlari melesat cepat menghampiri