"Adek tunggu abang. Pokoknya jangan masuk dulu, sebelum abang datang. Ini penantian kita selama ini." lelaki itu terkekeh, masih melihat seorang wanita cantik di layar ponselnya, ia tersenyum begitu manis."Cepat abang..." suara rengekan di ujung telpon."Pokoknya tunggu abang. Iya, abang ngerti sayang.""Lima menit, abang tak sampe adek merajuk." lelaki itu hanya menggeleng sambil menatap layar ponselnya.Braaaaakkkk!!!!Bunyi kaca pecah bersahut-sahutan, dan suara seperti bom meledak, dan teriakan orang-orang di sekitarnya, membuat Dennis tak bisa tenang. Tubuh lelaki itu bergerak gelisah."Adek... adek.. jangan!" teriak Dennis."Zyan!" lelaki itu tersadar. Dennis terbangun, keringat membanjiri seluruh tubuhnya. Laki-laki itu mengucek matanya. Pukul empat subuh, ia bermimpi buruk. Seolah, sebuah memori kepingan puzle yang berantakan, dan tak bisa i
"Zyan...""Zyan...""Zyan. Keluarlah, dua hari kamu nggak mau keluar. Saya nggak marah, malah saya senang dan bersyukur, identitas Danish jelas. Kamu harus makan, kasian Danish. Jangan hukum diri kamu, apalagi Danish. Tak ada yang marah sama kamu."Berjam-jam, Dennis berdiri di pintu warna gading depan kamar Azyan. Sejak insiden pengakuan itu, Azyan mengunci dirinya. Bahkan, Azyan tak pergi kuliah. Yang membuat Dennis khawatir adalah, Azyan tak makan membuat rasa khawatir Dennis meningkat. Bagaimana Danish makannya? Jika Azyan saja mogok makan."Zyan... kasian Danish. Kamu juga. Tidak ada yang menjudge kamu. Bahkan, bunda dengan senang hati dengarnya. Teman-teman kamu juga. Macam Ai atau Darris, saya kenal betul mereka. Mulutnya aja macam ban bocor, tapi mereka tak sembarang judge orang.""Ayo Zyan." Dennis sudah pada tahap menyerah membujuk Azyan. Gadis itu lebih keras kepala dari siapapu
Rasanya Azyan ingin mencolok mata Darris pakai sendok. Cowok itu terus menganggunya. Keluarga itu sedang sarapan, dan Ilona di bawah menyuapi Darris. Naasnya, Azyan duduk di samping Darris, mau tak mau ia harus mendapat senggolan setiap saat. Kalau boleh, Azyan ingin memijak kaki Darris dengan ujung tumit heels."Kalian masuk kuliah jamnya sama?""Sama bun. Hari Selasa, adek sama Ai jamnya sama Bella juga. Jadi, nanti sama abang perginya. Nanti Ai naik ojek sendiri." goda Darris sambil memainkan alisnya. Lebih baik Azyan bersama Dennis daripada adiknya yang rese.Bugh!Ilene menendang kaki adiknya di bawah meja. Membuat cowok itu mengadu kesakitan."Anjirrr lah!" umpat Darris. Dengan kekuatan cahaya dan sinar laser yang mampu membuat lawan meleleh dalam hitungan detik, Ilona menatap anak bungsunya garang. Dengan laser berwarna merah tepat memancar ke arah Darris."Bisa jad
Jika kamu menyetil ego seorang lelaki. Maka, kamu akan berurusan dengan sifat tak peduli.Azyan menahan sesak di dada. Entah kenapa, ia menyesal telah melukai ego Dennis begitu dalam. Walau lelaki itu tidak marah, tapi dari sikapnya, Dennis memang mengambil tindakan, tidak akan menganggu dirinya seperti yang ia pinta. Melihat, sikap cuek Dennis yang dulu, membuat rasa sedih Azyan bertambah.Karena tak ingin menambah daftar panjang masalah dan rasa sakit yang semakin dalam dan berujung stres, Azyan memilih tinggal di rumah Ilona. Tak ingin pulang, ia tak sanggup melihat sikap cuek Dennis padanya. Walau sifat asli Dennis cuek, tapi Azyan suka Dennis yang sok perhatian, sok manja padanya.Azyan duduk termenung, membiarkan Danish berbaring sambil memasukan mainan dalam mulutnya, perkembangan bayi itu begitu bagus, Danish semakin sehat, membuat siapa saja yang melihatnya pasti gemas. Azyan sebagai seorang ibu, tentu berbangga i
Alena kewalahan menangani Danish. Bayi itu menangis keras. Entah kelaparan atau karena mengantuk. Padahal sudah dibawa susu miliknya. Azyan sedang kuliah, Alena inisiatif membawa Danish agar proses pendekatan, dan sekalian mengukur baju untuk bayi itu.Alena sedang duduk di sofa butik. Giliran Dennis yang mengukur duluan. Sebenarnya Dennis merasa malas sekali untuk memakai tema pink, lebih baik tema putih. Tapi perintah raja hutan adalah mutlak.Laki-laki itu hanya diam, ketika disuruh mengangkat tangan, meluruskan tangan. Diukur, bagian pinggang leher, kaki, lengan. Dennis tiba-tiba mendengar suara tangisan bayi."Bentar dulu. Anak saya nangis." Dennis langsung keluar dari dalam, walau prosesnya belum selesai. Terlihat Danish yang meliuk-liukan badannya, tak mau digendong."Keknya dia lapar." tebak Alena kewalahan menahan tubuh gendut Danish yang beberapa kali hampir terjatuh. Dennis hanya mengangguk dan mengambil alih Danish, dan Dennis tahu masalahnya. Bayi itu kepanasan. Walau di d
"Udah kayak terpaksa gitu senyumnya." tegur Darris di samping Azyan.Malam ini Danish yang jadi bintang. Bayi itu dioper sana-sini, semua orang berebutan ingin mengendong Danish. Dan Azyan, hanya seorang remahan yang harus sadar diri dia itu siapa.Azyan memilih duduk di bagian paling belakang. Dan tempat yang jauh dari terang, dan jauh dari keramaian. Saat, Azyan menyesap minumannya Darris datang menganggunya, dan keduanya duduk di belakang sambil melihat orang lain yang sedang berbahagia.Hari ini, pertunangan Alena dan Dennis dilaksanakan. Di rumah Ilona. Halaman depan rumah Ilona, sudah disulap menjadi, sebuah dekor cantik dan tenda, untuk menyambut dua insan yang akan mengikat janji suci untuk selamanya. Rencana awal, Dennis ingin keluarga inti saja, malah satu RT diundang. Warga satu block, hingga dua block diundang semua dan juga teman-teman Alena. Dennis jelas, tak punya teman.Sesuai tema yang dit
Azyan masih merasakan, berada di dalam mimpi. Tapi, sesuatu yang berat menghimpit perutnya, membuat ia kesulitan bernapas.Sesuatu yang berat itu meloncat-loncat di perutnya. Azyan ingin mengamuk, tapi ketika melihat putra semata wayangnya yang duduk di perutnya membuat Azyan langsung tersenyum manis.Danish begitu tampan. Bayi itu sengaja diangkat Dennis dan membuat Danish meloncat-loncat do perut Azyan. Untung ada Danish."Pagi baby." sapa Azyan, mencium Danish dan mengambil alih bayi itu. Semakin hari, Azyan semakin geram terhadap anaknya. Apalagi, Danish suka tertawa tanpa diundang, membuat siapa saja yang melihatnya tentu geram.Akhirnya, Dennis hanya berdiri dan memperhatikan Azyan menyusukan anaknya. Rupanya, laki-laki itu sudah berganti baju.Dennis berbalik, mengambil beberapa lembar kapas dan pembersih makeup, laki-laki itu mendekati Azyan."Diam aja." peringat D
"Kemeja udah, dasi udah, celana udah rapi, sepatu, kaus kaki?" Azyan mengabsen semua perlengkapan di atas tempat tidur. Yang sudah ia setrika rapi juga sebelumnya. Hari ini, Azyan menyiapkan kemeja maroon, celana licin hitam, sepatu pantofel dan dasi coklat bergaris-garis.Azyan meninggalkan kamar dan melihat Dennis sedang sarapan."Saya sudah siapkan baju abang." Dennis mengangguk. Padahal, pekerjaannya tidak menuntut untuk berpakai serba rapi dan formal, Dennis boleh memakai pakaian santai."Abang kerja 'kan?" Dennis menatap Azyan. Sebenarnya, gadis itu ingin menahan Dennis. Ia tahu rencana laki-laki itu. Dennis hari ini, mau pergi tes DNA. Entah bagaimana caranya, Dennis berhasil mendapatkan rambut Darris. Membuat gadis itu harus berbuat sesuatu sebelum, Dennis nekat dan pergi tes DNA."Kenapa?""Mungkin Abang bisa di rumah main sama Danish. Saya juga libur hari ini." Azyan menampakan g