"Aku tidak tahu kalau dia akan ke rumahmu! Dia tidak memberitahuku!" Andira, suaranya terdengar tegas namun berbisik-bisik, dia berada di dalam dapur dan berniat untuk memasak sesuatu, untuk Martin. Saat ini, ras lelahnya sudah hampir menghilang dan yang dia inginkan adalah menyidangkan makanan yang lezat untuk Martin. "Tidak! Aku tidak ingin lagi melakukannya!" Suaranya semakin tegas dan berbisik. "Baiklah Ibrahim! Aku akan melakukannya!" Lalu dia mematikan ponselnya tiba-tiba juga kemudian melanjutkan pekerjaannya. Saat makanan sudah siap, dia kembali masuk ke dalam kamarnya, dia berlutut di samping ranjang dan mencari sesuatu di dalam sana, sebuah tas dengan berisikan, sebuah kabel dan kamera tersembunyi. Dia dengan hati bimbang kembali memasang kamera itu, di dalam kamarnya, di dalam kamar Martin, dan di dalam ruangan Martin Dailuna, dia juga diperintahkan untuk mencari dokumen penting, apa saja, di dalam ruangan Martin, yang mungkin dapat berguna. Namun Andira tak ingin mel
Gadis itu melangkah cepat-cepat, keluar dari ruangan Martin dan menuruni tangga, dia melihat Martin sedang mencarinya, dengan cepat dan gugup dia berkata, "Martin!" Martin yang mendengar itu langsung berhenti dan diam dari tempatnya, ini pertama kalinya Andira tidak memanggulnya dengan sebutan Tuan di depan namanya. Martin berbalik dengan senyum tipis yang sedikit melengkung di pipinya. Saat Martin berbalik, segera Andira loncat dan memekik tubuh Martin yang jangkung. Dia memeluknya dengan erat. Martin membalas pelukan itu. "Terjadi sesuatu?" tanya Martin, tangannya berada pada pinggang Andira, gadis ini berjinjit, tangannya erat memeluk Martin, rasa penyesalan terdapat dalam hatinya. Dia tidak ingin jika terjadi sesuatu pada Martin nantinya, rasa cemas mulai muncul dalam hatinya. "Aku melihat seseorang."Mendengarnya, Martin langsung melepas pelukan tubuh Andira. "Seseorang?"Andira mengangguk. Tangannya berada di kedua wajah Martin, dia menatap kedua mata Martin yang terbingkai
"Aku ingin bertemu dengannya," ucap Ibrahim pada Nigel saat dia tiba di sebuah tempat terpencil, bangunan tua di dalam hutan. "Ingat, kau menjanjikan padaku saham yang disembunyikan Martin, jika aku tidak mendapatkannya, maka kau akan berada dalam masalah!" Ancam Nigel, bangunan tua yang berbentuk seperti sebuah labirin, dan di sana terdapat banyak sekali anak buah dari Nigel. "Andira adalah anak yang penurut, kau tidak peduli kuatir," ucap Ibrahim. "Ya, memang penurut, dia bahkan mau mengisap batang keriput Martin yang tau, hanya karena kau menyuruhnya!" Nigel menyinggung. Membuat Ibrahim sedikit tersinggung dan berkata, "Itu lebih baik, Martin bahkan lebih baik karena tidak menyiksa kekasih gelapnya!" Mendengarnya, Nigel merasa lebih tersinggung, dia lalu mendorong tubuh Ibrahim yang lebih kecil darinya dan sedikit mencekiknya lalu dia berkata, "Aku rasa kita hanya satu rekan dalam hal Martin saja, bukan dalam urusan pribadi, bukan begitu, Ibrahim?" Terlihat nyali Ibrahim sedik
Di ruangan utama di rumah Martin Dailuna, Syarif kembali datang dan duduk sebagai tamu. Dia bertanya apakah dia masih dibutuhkan? "Apa Anda masih membutuhkanku?" tanya Syarif pada Martin yang sedang membaca catatan Syarif tentang suspek utamanya, Ibrahim. Namun juga dia menulis Nigel sebagai suspeknya atas dendam dan hal-hal yang melibatkan kecemburuan. Martin menghela nafas kasar lalu menaruh kembali catatan milik Syarif di atas meja. "Aku rasa aku sudah menemukan siapa pelakunya," ucap Martin. "Benarkah?""Iya.""Siapa?""Nigel, sepupuku, aku yakin dia yang melakukannya, aku sangat yakin," ucapnya. "Lalu aku?" "Aku memberitahu beberapa anggota kepolisian yang berposisi penting untuk mempertimbangkan mu, kau polisi yang baik dan juga masuk akal, aku akan memberikan Andre upahnya lewat akun rekeningmu, dan, terimakasih," ucap Martin, dia menjabat tangan Syarif. Dan Syarif berkata, "Jika Nigel bukan pelakunya, maka pikirkan lagi tentang Ibrahim. Dan jika Anda tidak menemukannya,
------------------------------------------------------------------Hatiku adalah miliknya, dan hatinya adalah milikku. Gadis impianku dalam setiap nafasku. Aku akan selalu merindukannya dalam setiap detak jantungku. Dia memilikiku bahkan saat aku tak dapat melihatnya. Dia adalah alasan setiap langkahku, aku akan selalu menanti untuk kembali bertemu, dengan dia yang kurindukan. --------------------------------------------------------------------Tangan Andira menyentuh tulisan dan gambar seorang gadis yang memang cukup mirip dengannya, bagaimana mungkin dia bisa semirip ini dengan orang yang bahkan tidak pernah ditemuinya. Seberapa cinta Martin pada gadis ini. Dan kenapa Ibrahim begitu ingin membalaskan dendam pada Martin. Kematian setragis apa yang membuat Ibrahim sangat-sangat dendam pada Martin. Dan apa hubungan Ibrahim dengan gadis ini. Andira berhenti memandang gambar wajah gadis ini, dia menyandarkan kepalanya di tempat tidur dan mulai membayangkan kembali masa dimana dia b
Setalah puas memukuli pria yang menayangkan video tentangnya, juga beberapa kru yang lain, Martin dan Rami sekarang keluar dari gedung studio dan masuk ke dalam mobil. "Kau ini apa-apaan! Kau bilang kau tidak akan melakukan hal bodoh!" Rami, dia terus mengomel sejak tadi, dia sendiri yang mengemudikan mobilnya dan Martin, wajahnya sedikit terluka, hanya beberapa pecahan pada bibir dan area mata. "Itu sama sekali bukan hal bodoh! Mereka pantas mendapatkannya!" balas Martin, tangannya masih mengelus-elus pelipisnya dan juga kadang menyentuh pinggir bibirnya yang terlihat pecah. "Sekarang apa? Ha? Kau akan kembali viral! Namamu akan kembali disebut, video saat kau memukulinya akan tersebar! Ah, semaunya sia-sia!" keluh Rami, dia terlihat memukul-mukul setir mobil. "Sejak awal sudah sia-sia. Aku menyesal mendapatkan wawancara saat itu." Rami hanya menggeleng-geleng. Dia hanya terlihat fokus menyetir dan tak ingin lagi membalas perkataan Martin. "Sekarang aku ingin ke rumah Nigel."
Lembaran demi lembaran, Andira, yang berusia dua belas tahun sedang membaca sebuah buku, namun dia sama tidak terlihat membaca, hanya membuka lembaran-lembaran tanpa membacanya. Dia juga terlihat bosan di dalam perpustakaan, toh perpustakaan sepi dan kini hanya tinggal dirinya saja, temannya yang lain sudah kembali ke kelas, dan dia yang tidak ingin mengikuti pembelajaran tetap tinggal di perpustakaan. Dan saat dia menyimpan buku yang sempat dibacanya, dia melihat lembaran koran yang sempat dibaca oleh seorang pegawai perpustakaan. Gadis pendiam ini melangkah ke arah penjaga perpustakaan yang sedang membaca itu. "Apa aku bisa meminjamnya, Pak?" Pria dengan rambut yang sudah kehilangan rambut yang berlebih itu memandang gadis berkulit putih pucat itu, terlihat polos dan senyap. "Kau ingin ini?" Andira mengangguk dengan wajah tanpa ekspresi, hanya mengangguk memandang korannya. "Kalau begitu ambillah." Dia mengulurkan koran yang dibacanya, sambil memandang Andira dengan tatapan yan
"Martin! Martin! Aku menjalankan bisnis haram ayahmu! Kau tidak ingin menolongku sekarang? Ha!" Nigel terlihat mendesak dan menatap Martin dengan sangat kecewa bercampur marah. Saat ini mereka berdua berada di ruang kerja Martin di perusahaan besar Dailuna. "Kau harus menolongku Mart!" Dia berdiri dari duduknya, menatap Martin yang masih terlihat tenang dan acuh tak acuh dengan apa yang dikatakan Nigel. "Apa yang harus aku lakukan, ini kesepakatan kau dengan ayahku, bukan aku denganmu! Ini bukan urusanku Nigel!" Martin hanya menatap Nigel tanpa harus berdiri, tatapannya sama tajam, pria berkacamata ini tampak sangat menyebalkan di mata Nigel. "Benarkah? Benarkah sekarang kau mengatakan itu? Kau tidak ingat rencana mu? Saat kau menyuruhku untuk membunuh ayahmu sendiri bajingan! Kau tidak ingat itu?" "Apa kau membunuhnya? Apa kau berhasil membunuhnya? Ha! Tidak bukan!""Tapi dia meninggal ketika itu juga Martin. Aku bisa mengatakan bahwa kaulah yang memerintahkan pembunuhan ayahmu,