Kilasan kenangan indah tentang Abizar, kembali hadir menghiasi memori Laila. Lelaki itu memiliki tempat khusus di hatinya, yang tersembunyi dan dalam, sedalam palung Mariana. Laila tak ingin siapa pun mengetahui rahasia hatinya.
Laila masih teringat, beribu kenangan dengan Abizar, salah satunya tentang puasa Daud.
"Mengapa Abang suka puasa?" tanya Laila di suatu senja, saat menunggu adzan Maghrib di teras masjid.
Para remaja masjid selalu datang setengah jam sebelum adzan, sambil menunggu waktu shalat, ada yang hanya duduk-duduk saja dan mengulang hafalan, atau sekedar bersenda gurau dengan kawannya. Alangkah indah masa-masa kecil mereka dulu.
Saat itu Laila masih kelas enam SD dan Abizar berusia 17 tahun, Laila menganggapnya sebagai lelaki berhati malaikat, disaat lelaki lain teman sebayanya menghinanya, mengolok-oloknya, hanya Abizar yang menjelma menjadi sosok pembelanya.
Ia t
"La, ada ojol kirim sesuatu buat kamu." Yani menyodorkan plastik kecil berwarna hitam.Laila menerimanya dengan kening berkerut, ia tak memesan apa pun, mungkin salah orang. Laila mencoba mencari tahu isinya, yang ternyata nasi bungkus."Mbak, aku gak pesan apa-apa, deh. Salah kirim, kali?" ucap Laila, ia ragu barang itu bukan untuknya."Benar, La, itu buat kamu. Abang ojol bilang untuk Alfu Laila, yang namanya Laila, kan cuma kamu. Udah, makan aja. Jangan menolak rezeki!"Laila memebuka isi kantong plastik tersebut, nasi bungkus, yang isinya lumayan besar, ada kerupuk dan buah jeruk juga di dalam kantong kereseknya. Ia juga menemukan tulisan di dalamnya.[Selamat berbuka, makanlah nasi spesial ini, jangan takut! Makanan ini halal untukmu, Laila. AG]"AG? Siapa, ya?" gumam Laila pelan, tapi terdengar oleh Yani."Arsen Guntara!" tebaknya.
Sepulang kerja, Laila mampir di sebuah masjid megah dan indah, masjid Al-Hidayah. Hanya dalam masjid, Laila dapat menumpahkan air matanya. Ia berdo’a dan bersujud selama mungkin, menghilangkan dikit sesak dan gundah hatinya. Cukup lama Laila menangis, meminta petunjuk dan pertolongan agar mendapatkan uang sebanyak tujuh juta rupiah.Laila merogoh tas kumalnya, mencari benda berukuran 10x15 centimeter yaitu Al-Qur'an yang sangat ia cintai. Bertahun-tahun benda ini menjadi teman sejatinya, pelipur laranya, sumber kebahagiaannya.Laila masih ingat, pernah membaca tulisan di buku Abizar. Buku itu tertinggal di madrasah dan Laila menemukannya. Laila penasaran membuka buku tersebut, karena ingin mencari identitas pemiliknya. Tanpa di sengaja ia melihat kalimat-kalimat indah, hasil tulisan Abizar. Setiap tulisan yang ada di dalam buku itu, ia abadikan setiap huruf demi hurufnya. Tulisan itu, masih membekas hingga kini.Se
Arsen memegang alisnya frustasi, melihat Laila hilir mudik di hadapannya. Ia merasa dirinya sudah sangat keterlaluan karena mempermainkan Laila, menyuruh membersihkan ruangannya berulang-ulang. Tapi entah mengapa, ia ingin selalu dekat dan melihat gadis ini setiap hari. Tak ada cara lain, hanya dengan menjadikannya sebagai cleaning service khusus, yang hanya bekerja di ruangan miliknya.Arsen kadang termenung. Ia sendiri tak mengerti ada apa dengan dirinya? Seperti ada yang aneh dengan hatinya. Mengapa hanya melihat gadis kampungan itu tangan dan kakinya mendadak dingin. Hatinya bertalu-talu. Seperti bukan dirinya."Alfu Laila! Sudah, cukup!" Arsen mengangkat suaranya, sambil menggebrak meja. Membuat Laila sedikit terkejut."Baik, Pak. Saya permisi kalau gitu." Laila menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengelap meja tamu. Tanpa menoleh, segera menuju pintu yang selalu dibiarkan terbuka lebar, jika ia sedang member
Malam kian beranjak, pekatnya semakin mencengkram cakrawala. Cahaya bulan sabit tak mampu memudarkan kegelapan. Walau bintang-bintang menyerahkan cahayanya untuk berpendar, kegelapan itu masih bertahta di angkasa.Detik demi detik terus berjalan. Jam di dinding kosan terus berputar, jarum pendeknya menunjukan angka tiga. Sepasang cicak berkejaran memadu asmara, bunyinya membuat nyamuk tunggang langgang karena takut dimangsa.Laila masih menikmati munajatnya di atas sajadah biru yang warnanya memudar dimakan waktu. Hatinya melayang menjelajahi labirin bilik angannya. Masih terngiang saat Abizar mengajaknya merajut asa di negeri para anbiya. Hatinya tak yakin dengan ucapan Abizar. Laila tahu, Abizar tak mencintainya. Semua yang Abizar ucapkan, tak lebih dari rasa kasihan saja.Hati Laila goyah, ia ingin menerima rasa kasihan Abizar. Walau Abizar tak mencintainya, ia akan membuat Abizar jatuh cinta. Ingin waktu itu kepalany
Dirman kebingungan saat putrinya, Soraya selalu meminta uang dalam jumlah besar. Padahal, Dirman selalu memberinya dalam jumlah yang cukup, berlebih malah. Tak habis pikir, mengapa anaknya begitu boros? Dirman tak menyangka, jika menguliahkan putri satu-satunya itu, cukup banyak menguras hartanya. Sebelumnya Dirman sudah menghabiskan uang hingga ratusan juta rupiah agar Soraya dapat kuliah di jurusan kedokteran.Segala upaya Dirman lakukan demi gengsi. Ia ingin semua orang tahu, bahwa ia punya anak yang hebat, seorang dokter. Walau dengan cara yang haram dan zalim sekalipun, Dirman tak peduli.Dirman menguras tabungannya, menjual tanah, bahkan menggadaikan SK pun sudah pernah ia lakukan. Tapi, biaya kuliah di fakultas kedokteran sangatlah besar. Dirman merasa, biaya kuliah Soraya, setiap bulannya terasa semakin mencekik. Lambat laun, penghasilannya semakin terkuras.Rupanya, kehidupan Soraya yang bak sosialita, penyebab
Di sebuah rumah megah berlantai dua. Rumah berwarna putih bergaya Eropa modern dengan dua pilar besar yang menjulang, serupa silinder.Jendela-jendela berukuran besar dengan ornamen rumit menghiasi rumah yang terletak di Raflesia Hilss tempat tinggal para konglomerat negri ini.Pagar besi tinggi dengan desain klasik nan mewah, berwarna hitam kombinasi gold, motif renaisans yang cantik dan rumit menambah kesan elegan pada rumah milik Heralin, anak pemilik Mitra Utama itu.Hera sedang duduk di taman belakang, suara gemericik air dari kolam buatan yang berisi ikan koi miliknya terdengar menenangkan, baginya suara alam seperti gemericik air, mampu merefresh otaknya dan hatinya yang terkadang tidak sinkron dan tak baik-baik saja.Pasalnya Arsen tunangannya, beberapa bulan terakhir ini kerap bersikap aneh, dulu mereka sering jalan bareng hingga memadu kasih, namun sekarang sikapnya dingin, Arsen kerap meno
"Alfu Laila, mengapa kau membuatku mabuk?" Tiba-tiba Arsen masuk ke dalam ruangan dan menghadang Laila yang hendak keluar.Laila terkejut dibuatnya, sebab ia tak tahu jika Arsen akan kembali ke kantor dan masuk ke dalam ruangannya itu. Laila berpikir jika Arsen sudah pulang, maka ia kembali masuk untuk mencari mushaf sakunya yang tertinggal di ruangan Arsen.Tangan Arsen berada dalam saku celana water flood-nya, kemejanya digulung hingga ke siku, tubuhnya yang atletis menjulang menutupi tubuh Laila yang ramping, kepala Laila hanya sebatas daun telinga Arsen.Laila terkesiap, ia tak bisa berkelit saat tubuh itu menghadang dirinya. Saking dekatnya, Laila dapat membaui harum pria ini. Laila menahan napasnya. Jantungnya berdegup kencang, ia tak pernah sedekat ini dengan pria mana pun, apalagi pria sesempurna Arsen.Tatapan mata Arsen yang setajam elang menghunus tajam hingga ke ulu hatinya. Tatapannya se
Arsen menemukan dirinya di dalam sebuah ruangan, kamar Heralin. Ia terkejut mendapati dirinya dalam keadaan berantakan. Ada wanita yang beberapa bulan ini selalu ingin ia hindari berada di sampingnya.Rasa sesak menyergap hati Arsen. Mengapa ia kembali melakukan dosa?Arsen mencoba kembali mengingat kejadian kemarin, saat ia melihat Laila bersama Abizar, ada perasaan cemburu yang membakar hatinya. Arsen sadar, Abizar lelaki salih dan bukan tandingannya. Tak sepadan dengannya, Laila pantas mendapat pria yang baik.Setan kembali merayunya agar menenggak minuman memabukkan itu, untuk menghilangkan rasa frustasinya.Padahal ia sudah berjanji akan berhenti dari perbuatan dosa. Ia takut, mati dalam keadaan bermaksiat. Suatu hari ia pernah bertanya pada Abizar, apakah orang seperti dia layak mendapat pengampunan?“Apakah mungkin, Allah mengampuni saya, Ustadz?”