Home / Romansa / No, it's You! / 3. Blackhole

Share

3. Blackhole

last update Last Updated: 2021-06-08 20:45:37

SAMUDRA

“Very formal” Samudra bergumam sembari masih menatap layar handphonenya. Sangat businesslike, pikirnya. Tapi memang apa yang bisa dia harap? Obrolan panjang lebar seperti teman lama, ngobrolin tentang kejadian hari ini, planning lunch esok harinya. Konyol, pikirnya lagi. Walaupun dia tanpa sadar berharap lebih dari sekedar pembicaraan telepon formal. Tapi paling tidak Sabrina bisa bergabung lebih awal, plus dia bisa datang lebih awal lagi untuk diskusi masalah pekerjaan. There is something to look forward to.

But why?

Ini kan urusan pekerjaan? Bukan kali pertama dia mempekerjakan seseorang. Jadi bukan sesuatu yang spesial. Tiba-tiba dia teringat “big plan” yang dia tawarkan ke Sabrina. Shit!

Dia sendiri tidak tahu plan macam apa yang bisa disebut big. Ok, masih ada waktu buat berfikir. Dia bisa saja membikin – bikin sesuatu, toh perusahaannya sendiri.

Sabrina.

Why on earth sosok wanita ini tiba-tiba sibuk mondar-mandir di pikirannya? Semenjak kali pertama interview, sosoknya rajin nongol tanpa diundang ke kepalanya. Seperti tidak ada wanita lain saja, pikirnya sinis ke diri sendiri. Walaupun banyak bergonta – ganti pacar, dia memang tidak terlalu sibuk untuk memikirkan perempuan. Buat dia pacar adalah selingan diantara kesibukan pekerjaan, selingan untuk mencerahkan hari, pelengkap untuk dibawa ke resepsi bukan untuk memenuhi pemikiran. Mendapatkan pacar baru buat dia sama mudahnya seperti membeli jas baru, sekali lirik bisa dipastikan perempuan akan tersipu – sipu kepincut. Siapa yang tidak? Samudra abimanyu, pengusaha muda, kaya dan tampan.

Tetapi Sabrina lain. Ada sesuatu tentangnya yang menyedot perhatian Samudra. Cantik, yes…tapi lebih dari itu. Gayanya yang anggun tapi terkesan berjarak, ada sesuatu darinya yang menyedot perhatian Samudra. Seperti black hole yang menyedot semua energi dan masa di sekitarnya, Sabrina juga menyedot semua fokus dan perhatian Samudra.

Dia adalah calon staf kamu!

Samudra mengingatkan ke diri sendiri. Prinsipnya untung tidak kencan dengan stafnya sendiri selalu dipegang teguh, dan tidak ada alasan untuk melanggarnya sekarang.

****

“Ini schedule bapak untuk hari ini” Nia sekertaris Samudra menyerahkan notepad. Setiap pagi sang sekertaris selalu menyerahkan jadwal hariannya. Samudra meneliti dengan seksama. “Sabrina larasati menelpon untuk meeting dengan bapak, saya bikin dihari kamis….”

“Kamis? Make it tomorrow please” perhatian Samudra ke notepad  langsung terpecah begitu mendengar nama Sabrina, seperti radar NASA mendapatkan sinyal alien dari angkasa.

“Tapi jadwal bapak sudah sangat penuh besok” respon Nia.

Cancel salah satunya, you know how to do it” jawab Samudra masih dengan mata ke arah notepad pura-pura fokus dengan susunan jadwal, walaupun tidak setitikpun pikiran tertuju kearah deretan tulisan dan jam di dalamnya. Pikirannya tertuju meeting dengan Sabrina dan dia tidak bisa menunggu sampai hari kamis.

“Tapi Pak…” Sambung Nia yang langsung terhenti di tengah jalan begitu sang bos mendongakkan kepala. Walaupun tanpa berkata apapun Nia tahu bahwa bosnya tidak bisa dibantah lagi. “Baik Pak” respon Nia pasrah.

Samudra tersenyum “Thank you Nia”. Dia membayangkan bertemu dengan Sabrina, melihatnya lagi. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba tidak bisa menunggu untuk bertemu dengan sosok anggun itu lagi, mendengar suaranya dan….shit big plan!

 “Nia minta team A untuk membikin laporan bisnis sekarang”.

“Apa bapak perlu meeting dengan team A?” tanya Nia dengan pen dan notebook siap ditangan.

“Tidak perlu laporan saja cukup. Thank you” selama posisi business manager di team A kosong dia menghandle sendiri semua gerak team A, jadi sedikit banyak dia menguasai kondisi. Dan pastinya ini sangat membantu untuk membuat “big plan” yang dia janjikan ke Sabrina. Walaupun the biggest plan of them all adalah bertemu dengan Sabrina. Secepatnya!

Samudra tersenyum mendapatkan nama Sabrina di jadwal keesokan harinya. Nia memang sekertaris yang sangat bisa dihandalkan, tanpa dia entah apa jadinya Samudra. Nia menempatkan jadwal Sabrina di penghujung hari. good enough, pikir Samudra. Tanpa ada jadwal lain sesudahnya, meeting akan berjalan rileks. Atau mungkin dinner sesudahnya? Dia menimbang-nimbang opsi tersebut yang cepat-cepat dia buang. Sangat tidak pantas mengajak dinner calon salah satu staf di pertemuan pertama. Be professional Samudra, is just work. Nothing more! Dia meyakinkan diri sendiri.

Seperti bisa membaca jalan pikiran Samudra Nia sang sekertaris berkata “ Sabrina adalah calon staf bapak” dengan raut muka mengingatkan. Mau tidak mau dia tersenyum mendengar perkataan sekertaris andalannya tersebut.

“I never crossed that line Nia” so far, pikirnya.

Otak rasionalnya berkata untuk tetap berpegang teguh dengan prinsip tersebut, sedangkan pikiran irasional dia mengatakan sebaliknya.

Samudra agak resah ketika meeting terakhir sebelum jadwal bertemu Sabrina berlangsung agak lama. Seharusnya bisa selesai 30 menit yang lalu, tetapi sang partner bisnis rupanya hoby mengulur diskusi. Dia melirik jam patek pilippe di pergelangan tangannya, 10 menit lagi sebelum jadwal dengan Sabrina. Dia meletakkan jemari diatas dagu, seolah-olah fokus mendegarkan pembicaraan sang partner bisnis walaupun sebenarnya dia kepengin cepat menyudahi meeting ini dan lari ke ruangannya. Menunggu Sabrina.

15 menit berlalu. Meeting masih berjalan.

Walaupun ini adalah salah satu partner bisnis dia yang cukup besar, tapi meeting selanjutnya lebih penting. Dia berbisik ke salah satu managernya untuk melanjutkan tanpa dia “Gentlemen’s I have another meeting waiting for me. Andika will continue the discussion with you” pamitnya. .

Dengan agak tergesa dia berjalan ke arah ruang kerjanya.

”Sabrina sudah disini?” tanyanya ke sang sekertaris. Nia memberikan gestur bahwa Sabrina sudah menunggu di dalam ruang kerjanya.

Dia ada di sana.

Duduk di salah satu sofa hitam di ruang kerjanya dengan anggun. Kali ini mengenakan blus berwarna kuning dipadu dengan rok berwarna hijau, sangat pas dengan warna kulitnya. Kakinya mengenakan stiletto berwarna biru muda, sangat sexy. Samudra hampir lupa untuk mengambil nafas gara-gara sosok yang duduk di sofa tersebut. Ada perasaan lega yang aneh ketika melihatnya lagi, membikin dunianya terasa lebih ringan. What the hell is this feeling, pikirnya. “Halo. Sudah lama menunggu?” Dia berjalan ke arah Sabrina.

Sabrina berdiri sembari tersenyum ke arahnya. Senyum yang seperti magnet, menyedot segala fokusnya, perhatiannya. Mungkin juga senyum paling indah yang pernah dia lihat “apa kabar?” tanyanya sembari mengulurkan tangan”.

“Halo, baik. Saya datang agak awal” Sabrina menjabat uluran tangannya. Lembut dan hangat, membuat jantungnya berdetak seperti sedang lari marathon.

“Saya sudah menyiapkan summary dan rencana bisnis team A untuk kamu” dia berjalan ke meja kerjanya, mengambil map dan diserahkan ke Sabrina. Sungguh, meeting ini sebenarnya lebih untuk bertemu dengan Sabrina daripada membahas urusan kantor. Dia yakin Sabrina akan dengan cepat beradaptasi dengan pekerjaannya, walaupun tanpa meeting hari ini. Dia sangat pintar, dan selama ini Samudra belum pernah salah menilai orang.

Bagaimana mungkin untuk bisa berpegang teguh ke prinsipnya, ketika dia selalu susah untuk fokus di depan sosok wanita ini. Dalam hati dia mulai menimbang-nimbang untuk melanggar prinsipnya sendiri yang dia coba tangkas dengan sia-sia.

Married?

Is she married? Atau punya pacar? Tiba-tiba status ini menjadi sangat penting. Di resume dia tidak mencantumkan statusnya, walaupun biasanya dia tidak begitu perduli dengan status karyawannya kali ini adalah sesuatu yang tidak biasa.

“Kamu akan cukup sibuk dengan overseas business trip. Will that be ok?” dengan kata lain apakah ada famili yang kurang suka kalau kamu pergi bisnis trip?

“Tentu saja tidak. Satu paket dengan pekerjaan” jawab Sabrina agak ambigu.

Dia kurang puas dengan jawaban Sabrina “Married?” tanya Samudra pendek yang dengan sangat cepat dia sesali. Terlalu pribadi, pikirnya dilain pihak dia juga sangat menunggu jawabannya. Please say no, please say no.

“Boyfriend” jawab Sabrina singkat sambil tersenyum. Ada perasaan tidak suka yang aneh dalam pikiran Samudra. Dia tersenyum sembari melanjutkan diskusi dengan Sabrina. Hhhmm…I wonder what he looks like, laki-laki beruntung yang mempunyai pacar secantik ini.

Boyfriend. Nothing attached yet, bisik sisi sang pemburu dalam diri Samudra. Memang apa yang akan terjadi? Dia mengingatkan ke diri sendiri lagi. Be professional, jangan ada hubungan asmara di kantor.

Waktu berjalan sangat cepat, ketika berdiskusi dengan Sabrina. Tanpa terasa jadwal mereka sudah selesai. Dia masih kepengin mengulur jadwal diskusi ketika Sabrina bertanya “ada lagi yang perlu kita diskusikan Pak?”. Pertanyaan yang terdengar seperti pernyataan bahwa waktu sudah selesai. Please have a drink with me, pikir Samudra. “No, that will be all” itu yang keluar dari mulutnya, sangat professional dan meyakinkan. “Sampai jumpa dua minggu lagi kalau begitu” Sabrina mengulurkan tangannya.

Please have a drink with me, pikir Samudra lagi. “I’ll look forward to it” katanya jujur professionally dan personally.

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • No, it's You!   42. Sweet break

    SABRINA “Si Pak bos Ke mana mbak?” tanya Sabrina ke Nia melalui sambungan telephon kantor. “Belum balik dari makan siang mbak,” jawab Nia. Dia mengerutkan kening, dia melirik jam di pergelangan tangannya sudah hampir jam 3 sore dan Samudra belum balik dari makan siang. “Memang ada business lunch mbak?” Tanyanya lagi. “Nggak tuh, tadi dia pergi sendiri” Mereka sudah berbaikan kembali, setelah dia berhasil mengusir Eloise dari ruangan kantor Samudra tempo hari. Tetapi setelah hari itu dia menemukan ada yang aneh dengan Samudra, dia terlihat lebih pendiam dari biasanya. Agak cool, dia memang selalu cool tetapi yang ini mencurigakan, membuat bulu kuduknya merinding seperti ada jelangkung yang bisa lewat setiap saat. Dia kembali “pulang” ke apartemen Samudra, bercinta lebih panas dari biasanya, mungkin ini karena faktor marahan selama beberapa hari. Tetapi seperti ada yang ditutupi oleh Samudra. Mudah-mudahan bukan El

  • No, it's You!   41. Mengambil alih

    Dia tersenyum mendapati kiriman bunga untuk ke dua kalinya. Perempuan mana yang tidak suka bunga? Dan Samudra tahu betul bunga favoritnya, mawar putih dengan warna pink di ujungnya. Dia membuka kartu kecil yang terselip di rangkaian mawar “je t’aime” tertulis disitu, lagi-lagi dia tersenyum kecil “I love you too” pikirnya. Dia memandang sekilas Samudra yang sedang berada dia di area kopi, ingin melemparkan senyum lebar tetapi dia tahan. Belum ada orang lain yang tahu mereka berpacaran, dan entah bagaimana reaksi para staf nantinya kalau mereka tahu sang bos rajin berkirim bunga kepadanya.Beberapa stafnya langsung menyerbu ke ruangannya, mengagumi rangkaian mawar putih keduanya dan tentunya memburu untuk mendapatkan informasi siapa pengirimnya. Sabrina hanya menjawab dengan senyuman. Belum waktunya, dia berfikir dalam hati, nanti kalau saatnya sudah tepat. Untuk saat ini cukup mawar-mawar putih ini saja yang bisa menjadi konsums

  • No, it's You!   40. Mawar putih

    Dia memandangi Sabrina yang tengah asik tenggelam dengan bacaannya, kisah cinta antara Elizabeth Bennet dan Mr. Darci yang menurutnya terlalu angkuh. Buku itu terlihat sudah cukup usang, entah sudah berapa kali dibuka oleh Sabrina untuk membaca kisah percintaan pada abad ke 19 tersebut.Dia sendiri sedang memegang buku tentang camp Auschwitz, yang sudah beberapa saat dia coba untuk baca tetapi tidak satupun kata berhasil terekam di otaknya. Pikirannya berkecamuk tentang Eloise, dengan ciuman itu. Shit! Bagaimana dia akan menjelaskannya ke Sabrina.“What do you think about Mr. Darcy?” Tanya Sabrina tiba-tiba, dia menurunkan buku sehingga hanya menutupi setengah dari wajahnya.“I don’t like that arrogant dude.” “That arrogant dude? Hey … yang kamu bicarakan itu Mr. Darcy.” Katanya seolah tidak rela dengan perkataan Samudra. dia menurunkan bukunya, menampakkan seluruh wajahnya yang tetap ter

  • No, it's You!   39. Madeline

    SABRINALebih gugup dari biasanya dia berjalan ke arah restoran tempat dia berjanji bertemu dengan Teddy untuk makan siang. Matanya berkali-kali menyapu keadaan sekeliling untuk memastikan tidak ada orang yang dia kenal melihat, apalagi Samudra.Ketika dia sampai di restoran Teddy sudah menunggu di sana, tersenyum sumringah menyambut kedatangannya. Melihat Teddy membuatnya sedikit lega walaupun dalam hati dia memendam rasa bersalah, dia sudah meminta Samudra untuk menyudahi hubungan dengan Eloise tetapi kenapa dia masih terus saja bertemu dengan mantan tunangannya di belakang Samudra.Baginya Teddy adalah smooth sailing, berlayar tanpa rintangan ombak, membelah biru lautan dengan lepas dan tanpa halangan. Entah kenapa dia meninggalkan cinta yang tenang tanpa ombak itu, untuk cinta lain yang penuh gejolak.“Hai, aku sudah pesenin makanan kesukaanmu.” Kata Teddy riang, tentu saja dia selalu tahu apa kemauan Sabrina, termas

  • No, it's You!   38. Campur aduk

    SAMUDRAEloise harus dirawat di rumah sakit.Dia menemani wanita itu dari mulai ditangani di ruangan gawat darurat hingga akhirnya mendapatkan kamar untuk menginap. Harus mengenyampingkan dahulu janjinya ke Sabrina untuk tidak berhubungan lagi dengan Eloise, dia saat ini sedang butuh bantuan dan dia tidak punya siapa-siapa di Jakarta.“Call me when you need anything ok.” Katanya, sebelum pergi meninggalkan rumah sakit dengan tidak tega. Bagaimanapun dia pernah sangat dekat dengan Eloise, dia pernah menjadi emergency contact wanita itu begitu juga sebaliknya, ketika mereka tinggal bersama di Paris. Meninggalkannya ketika dia sedang sakit membuatnya gundah.Sudah lewat tengah malam ketika dia sampai di apartemen. Mungkin Sabrina sudah tertidur, pikirnya. Walaupun dia tidak banyak berbicara ketika dia berpamitan untuk mengantar Eloise ke rumah sakit, dia tahu Sabrina tidak suka.Dengan berhati-hati dia membu

  • No, it's You!   37. Masa lalu

    SAMUDRA“Jadi sekarang dia rajin berkunjung ke sini?” katanya, setelah Teddy meninggalkan mereka.Sabrina terlihat menghela nafas. “Aku tidak tahu, dia tiba-tiba saja muncul di sini.” Ada nada bersalah dalam kalimat Sabrina.“Nanti selanjutnya apa? Tau-tau dia berada di apartemen kamu?”“Jangan ngaco, mana mungkin.” Sabrina membuang muka, seperti tidak yakin dengan perkataannya sendiri. Samudra memandang wajah kekasihnya, atau paling tidak itu yang masih dia yakini, Sabrina masih kekasihnya. Dia menebak-nebak apa yang sedang dipikirkan oleh wanita di depannya ini. Pertama adalah masalah Eloise yang menurut Samudra sudah sangat jelas hanyalah kesalahpahaman belaka, sekarang seperti ada sesuatu yang terjadi antara dia dan mantan tunangannya.“So ... kamu sudah siap untuk bicara lagi dengan aku?” Katanya sembari menyandarkan punggungnya ke dinding. Sabrina menatap ke arahnya, da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status