Share

5. Salah Tujuan

Author: Hayu Ayaka
last update Huling Na-update: 2022-10-25 02:20:20

Sesuai keinginan sang Nona, Asher menjalankan mobil ke satu-satunya mal yang ada di kota tersebut. 

Rencananya, Isyana memang akan berbelanja banyak barang. Dia sudah mengutarakan keinginannya pada Asher. Jadi sebagai sopir, nantinya Asher akan berlaku sebagai pengangkut barang.

“Lo harus ada di belakang gue. Pokoknya jangan sampai enggak. Ngerti?” ucap Isyana yang menekankan pada Asher tugasnya kali ini.

“Iya Nona. Saya akan selalu bersama Nona. Dalam suka mau pun duka,” sahut Asher yang mana langsung mendapat pelototan tajam dari Isyana.

“Lo bisa enggak sih ngomong yang normal. Mana logat bule banget. Udah berapa lama sih di Indonesia?” tanya Isyana yang mana lumayan kesulitan mengimbangi gaya bahasa Asher.

Asher berbicara menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sementara Isyana semaunya sendiri. Kadang Indonesia baku, tapi lebih sering bahasa Jakarta yang seperti anak gaul. Belum saja dia mengucapkan bahasa gaul ala Jaksel. Yang mana membuat sakit asma neneknya kambuh kala mendengarnya.

Jadi sebenarnya siapa yang aneh di sini?

“Mau enam bulan Nona,” sahut Asher jujur.

“Oh udah lumayan lama. Selama ini enggak kerja?” tanya Isyana yang mulai kepo dengan kehidupan sang sopir.

“Iya. Paling sering bantu Nenek Asma jual kelapa ke pasar. Lumayan dikasih uang jajan.”

Isyana manggut-manggut mendengar perkataan Asher. Nenek dan Kakeknya memang mendapatkan kebun yang ditanami kelapa. Karena anaknya hanya satu dan merantau, jadi mereka berdua saja yang mengurusnya.

“Memangnya enggak cari kerjaan lain?” tanya Isyana lagi. Entah apa yang mendorongnya untuk kepo terhadap Asher. Rasanya unik saja untuk mengetahui kehidupan si bule kampung ini.

“Mencoba. Tapi banyak lowongan pabrik. Sementara Mommy tidak bisa ditinggal bekerja terlalu lama. Pabrik itu dua belas jam bekerja, belum lagi siap-siap dan akhir yang memakan waktu.”

Asher bercerita dengan jujur. Saat ini ibunya memang fokus utamanya. Tapi dia juga tidak bisa hanya berdiam diri saja. 

“Memangnya Mommy lo sakit apa sih? Gue lihat sehat-sehat aja tuh.”

Isyana seperti tidak bisa mengontrol mulutnya. Dia selalu menganggap semua pertanyaan pasti ada jawaban. Termasuk apa yang tengah ia tanyakan pada Asher kali ini. Pasti anak itu akan menjawabnya.

“Sakit magh sih Nona. Butuh perhatian. Karena kalau tidak diingatkan atau disiapkan makannya, beliau tidak mau makan. Kalau kambuh begitu bahaya.”

Isyana mengangguk sepakat. Mamanya juga punya penyakit itu, tapi tidak pernah sampai masuk rumah sakit. 

“Lalu kalian hidup dengan apa dong? Em, sorry maksud gue ya kan, enggak kerja berarti gak dapat penghasilan dong.”

Isyana sebenarnya tidak enak untuk mengatakan hal ini. Akan tetapi, rasa penasarannya begitu tinggi. Hingga tidak bisa mengontrol mulutnya.

“Masih ada tabungan. Juga uang pensiunan Daddy kan ada.”

Isyana menganggukkan kepala. Merasa wajar sekali dengan hal itu. Dia pun sekarang mewajibkan karyawan tetap di perusahaannya memiliki dana pensiun. Agar hidup di hari tua lebih terjamin.

“Kenapa gak tinggal di sana saja. Lo negara mana? Lulusan apa?”

Asher menengok ke arah Isyana. Semenjak pertanyaan demi pertanyaan yang meluncur mulus dari bibir perempuan itu, baru kali ini dia menoleh dengan sempurna. Seperti terkejut dengan apa yang Isyana tanyakan.

“Saya dari Toronto. Lulusan universitas Toronto juga. Baru strata dua sih, jurusan komunikasi.”

Isyana menganga mendengar perkataan Asher. Dia memiliki sopir seorang bule, plus lulusan magister di Toronto. Apa dia tidak minder jika orang lain tahu hal ini.

“Lo tidak mau bekerja di kantor?” tanya Isyana lagi.

“Mau sekali, saya Nona. Nanti tunggu kondisi Mommy. Sekalian perpanjangan visa.”

Satu hal yang Isyana bisa tangkap dari seorang Asher. Sopirnya itu begitu sayang dengan sang ibu. Dia begitu mau menjaga ibunya. 

“Lo Sayang banget sama Mommy ya?” 

Asher mengangguk. “Hanya dia yang saya punya. Setelah Daddy saya. Sama seperti Mommy yang hancur, saya juga demikian.”

Iri. Satu kata itu yang melingkupi hatinya. Ibu Asher begitu mencintai suaminya. Termasuk Asher sendiri yang mencintai mendiang ayahnya. Betapa dia bisa melihat perbedaan itu. 

Orang tuanya masih lengkap, tapi seperti bercerai. Ayahnya tidak menafkahi ia dan ibunya. Ditambah Omanya yang begitu membenci Sukma, entah apa sebabnya. 

Isyana tumbuh dengan hasil keringatnya sendiri. Sedangkan Daddy dari Asher, sudah meninggal pun, dia masih memberikan nafkah untuk anak dan istrinya.

“Sudah sampai Nona. Silakan.”

Mereka saling berpandangan. Sampai akhirnya Asher menepuk dahinya. Dia lupa kalau Isyana merupakan CEO. Sudah pasti harus dilayani keperluannya. Termasuk membuka pintu.

“Ah maaf. Sebentar.”

Asher membuka pintu untuk Isyana. Dia juga menundukkan badan. Terlihat sekali seperti menyambut putri bangsawan yang telah dia antarkan.

“Silakan Nona,” ucapnya juga.

“Iya ... iya. Lo berlebihan tahu gak, Asher. Astaga, gue pusing sekali ngeliatnya.”

Isyana turun dengan hati yang dongkol. Dia tentu saja merasa heran dengan tingkah Asher yang begitu kaku padanya. 

Saat sampai di mal, Isyana merasa aneh dengan pusat perbelanjaan ini. Tidak sebesar di ibukota, tapi cukup ramai, meski pun bukan akhir pekan.

“Ah iya, kita belanja baju dulu. Di mana tempatnya?” tanya Isyana pada Asher.

Pemuda itu juga sebenarnya bingung. Dia juga belum pernah masuk ke dalam. Dulu hanya pernah untuk mengantarkan Bu Lurah yang akan berbelanja. Itu pun tidak sampai masuk. Hanya menunggu di parkiran.

“Sebentar Nona. Saya tanya petugas dahulu.”

Isyana membolakan mata. Dia pikir sebagai sopir, Ashser sudah hatam dengan wilayah ini.

Seketika dia ingat apa alasannya ke kota. Bukankah dia memang berniat ke toko alat bahan bangunan? Mengapa jadi ke mall. Telebih alasannya membeli baju lagi.

“Nona, katanya di lantai dua. Ayo kita ke sana,” ucap Asher yang sudah menunjuk eskalator yang bisa membawa mereka ke lantai dua. 

“Ayo Nona.”

Melihat tidak ada pergerakan dari Isyana. Asher memaksakan diri untuk menyentuh bahu gadis itu. Awalnya dia takut Isyana kesambet jin penunggu mall. Tapi sebuah pelototan sudah berhasil terlihat matanya. Yang artinya Isyana baik-baik saja.

“Apa sih Asher. Cari-cari kesempatan aja,” sungut Isyana yang tidak terima dicolak-colek.

“Maaf Nona. Ada apa kok melamun? Saya hanya memastikan Nona baik-baik saja,” sahut Asher yang khawatirnya natural. Tidak dibuat-buat.

“Ya ... ya. Terserah Lo aja deh. Eh by the way. Ini sebenarnya kita salah tujuan deh,” ucap Isyana dengan jujur. Dia menolehkan kepala ke kanan dan kiri. Membuat Asher juga turut mengikutinya.

“Salah tujuan bagaimana Nona?” tanya Asher yang kepalanya mulai pusing mengikuti gerakan Isyana.

“Ya kita salah tujuan ini,” sahut Isyana dengan lantang.

“Memangnya Nona mau ke mana sebenarnya?”

Mata Isyana menatap ke arah Asher. Pandangan mereka bertemu dan saling mengunci satu sama lain.

“Gue mau ke toko bangunan. Mau bangun kamar mandi di kamar.”

Kalimat itu sukses membuat Asher menepuk keningnya. 

Kalau hanya sekedar alat bangunan, untuk apa ke kota. Di desa mereka juga ada.

“Tujuh ratus meter dari tempat tinggal Nona, itu juga ada tokonya.”

*** 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Nona CEO Looking for Love   82. Nona CEO Selesai Mencari Cinta

    Suara gemericik air seperti soundtrack alami dalam hubungan asmara kedua insan yang baru saja bergejolak. Tetesan demi tetesan yang memercik, menambah rasa hangat dalam setiap keadaan. Permulaan yang tidak bagus, namun berakhir dengan baik. Di sini Asher yang menjadi pemimpin. Tidak hanya mampu membuat Isyana bergetar hebat. Dia sanggup membuat gadis itu seperti kehilangan kesadaran. Puncaknya saat keduanya menyatu dalam gairah yang sama. Asher buru-buru memboyong Isyana untuk berpindah ke kamar mereka. "Eh kenapa?" Isyana sedikit terkejut dengan gerakan Asher yang membopongnya tiba-tiba. Ada rasa kecewa, berpikir Asher tidak menginginkan lebih lanjut. "Jangan di kamar mandi. Banyak yang mengintip." Asher mengatakan singkat. Tanpa sungkan membanting tubuh Isyana di atas ranjang. Kemudian disusul olehnya yang naik dengan tergesa-gesa. "Ck, santai saja. Tergesa-gesa juga tidak bagus. Itu kelakuan setan." Wajah Asher yang sudah sampai dada Isyana terpaksa menunduk. Senyumnya ter

  • Nona CEO Looking for Love   81. Penolakan Isyana

    "Kompensasi apa yang kau maksud?"Tadinya Asher tidak ingin menceritakan pada Isyana. Biar bagaimanapun, ini juga diluar dari peranannya sebagai menantu. Tapi wajah memelas istrinya, membuat Asher tidak ingin membuatnya kecewa."Mama Sukma, memberikan setengah saham yang dimiliki untuk Bapak.""Apa!"Sudah diduga, Isyana akan syok mendengar hal seperti ini. Ada rasa kecewa yang sangat dalam. Dia tidak tahu menahu perkara ini. Jika dirunut, ini semua juga ada salahnya."Mama Sukma menyelamatkan Nona. Seorang ibu akan melakukan apa pun demi buah hatinya. Tadinya aku juga tidak tahu. Tapi Grandmom membocorkannya tadi.""Grandmom?""Grandmom mewakili Granddad membeli saham hotel ini. Jadi total keseluruhan, saham yang keluarga Miller miliki sebanyak sepuluh persen."Isyana mendadak linglung. Menatap ke arah Asher yang begitu tenang, tiba-tiba hatinya merasa miris. Ternyata Isyana sama sekali tidak paham apa-apa dengan suaminya. Apa lagi keluarganya. Asher datang sebagai sopir, tidak tahu

  • Nona CEO Looking for Love   80. Kompensasi

    "Jadi kalian yang udah nyuruh pria itu buat nikah sama gue?"Siapa yang tidak kesal jika dalang dari penghancur kehidupan ada di depan mata. Kalau saja dia tidak melihat CCTV di area depan, ingin sekali menerjunkan Helen dan juga Cakra ke kolam renang paling dalam."Eh gak gitu ya. Kita aja baru tahu tadi pas rapat. Pak Manto kesal banget karena gak bisa nikah sama Lo."Helen membela diri. Dia saja baru tahu kalau investor papinya mendadak menarik diri dari rencana ini. Siapa juga yang ingin kehilangan uang banyak. Alasan mereka menemui Isyana, untuk meminta penjelasan. Menjadi anggota dewan membutuhkan uang yang banyak untuk proses kampanye. Orang tua Cakra dan juga Helen, memilih membuka usaha juga, andai di periode berikutnya tidak terpilih, keuangan mereka masih aman."Lah terus Lo tahu dari mana, gua gagal dinikahi sama pria tua itu.""Jadi kan kita rapat. Terus Pak Manto tanya kita foto Lo."Helen memilih menjawab jujur. "Lagian Syan, ngapa Lo nolak sih. Duit si Pak Manto itu g

  • Nona CEO Looking for Love   79. Toxic

    Isyana tidak bisa ikut masuk. Hanya Asher yang diijinkan, lantaran dia termasuk pembeli saham. Menyikapi ini, hal yang bisa dilakukan Isyana agar tidak bosan, adalah berjalan di sekitar hotel. Area pertemuan, satu lantai dengan kolam renang pertama di hotel ini. Memang dari segi bintang, hotel ini masih di bawah yang ada di ibu kota atau kota besar lain. Tapi di kota ini, hotel milik keluarga Basel yang paling terbesar dengan segala fasilitas yang ada.Baru menginjakkan kaki di area kolam, pemandangan di dalam begitu membuat kesal. Terlihat orang seusianya yang paling dihindari selama hidupnya."Wah ada Nona dari Jakarta nih."Tampang Helen begitu mengejek. Dia menurunkan kacamata sampai di pangkal hidung. Memperlihatkan matanya yang sedang mengamati Isyana."Syan, kok kau di sini? Lagi sama siapa?"Cakra sudah menerobos tubuh Helen, bahkan sampai menyenggol bahunya. Hal ini membuat gadis itu tidak nyaman. "Eh Cakra."Cakra tidak peduli. Menurutnya melihat Isyana sudah cukup membuat

  • Nona CEO Looking for Love   78. Pembicaraan di Kamar Hotel

    "Abdul."Asher menyalami pria berhidung mancung di depannya. Di sampingnya masih ada Isyana yang setia dia seret. Tidak pergi atau pun banyak protes."Langsung saja. Oh ya, selamat atas pernikahan kalian. Ditunggu undangannya."Abdul melirik ke arah Isyana. Tersenyum kecil sebagai bentuk kesopanan. Isyana juga melakukan hal yang sama. Tidak menyangka akan bertemu kenalan Asher di sini."Ya tentu. Setelah ini beres, kita akan urus pesta. Kami pergi dulu, sebelumnya kenalkan ini Isyana, istriku.""Ah salam kenal."Abdul mengangguk. Dengan sopan menyatukan tangan di depan dada. Berkenalan tanpa ingin bersentuhan. Seketika Isyana tampak sungkan. Untung saja dia tidak sembarang menyodorkan tangan seperti biasanya."Katakan apa yang kalian inginkan sebagai hadiah." "Ck, terserah kau saja. Kami permisi dulu."Abdul mengangguk, tidak menghalangi langkah kaki mereka. Masalah hadiah, dia juga akan memikirkan nanti. Setelahnya, dia berbalik badan menjauh."Kau kenal dengan pengusaha Indonesia.

  • Nona CEO Looking for Love   77. Lanjutkan yang Semalam

    Meja makan sudah penuh dengan anggota keluarga Isyana dan juga Asher. Ini juga termasuk Danu yang saat ini lahap memakan masakan ala rumahan tersebut. Dia tidak pernah sungkan dalam melahap setiap masakan yang disendok ke dalam mulutnya. Orang ini memang berjiwa bebal tanpa kenal rasa malu.Pandangan Isyana langsung menyapu ke sekitar. Perlu bertanya langsung kepada ibunya, mengapa peristiwa semalam dan juga pagi ini terjadi. Bapaknya bukan pria yang mudah untuk dibujuk. Terlebih pagi ini dia begitu lahap tidak memudulikan apapun lagi."Isyana, kata Asher dia sudah membeli rumah untuk kalian tinggal. Apa itu berarti kau akan tinggal di kota ini?"Isyana menoleh ke arah suaminya. Mereka belum sempat membicarakan hal ini. Semalam dilalui dengan sangat canggung, masing-masing terlelap tanpa membahas lebih jauh mengenai apa rencana ke depan.Jadi untuk pertanyaan Sukma kali ini, belum memiliki jawaban."Belum tahu, Ma. Kalau sudah suami istri kan memang harus ikut suami. Jadi tergantung

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status