LOGIN"Ramli, hamili istriku, aku akan membayarmu dua puluh kali lipat dari gajimu!" Ramli, duda anak tiga dari desa, terpaksa bekerja untuk CEO kaya. Namun, kedua majikannya terus bertengkar karena lima tahun ini, mereka tidak dikaruniai anak. Ramli yang butuh uang, tepaksa harus melakukan kerjasama. Perlahan, Vina mulai merasa nyaman dan ketagihan dengan sang pelayan. Hingga akhirnya mereka terjebak dalam hubungan yang sangat rumit. Apalagi saat Vina tahu sang suami telah mengkhianati dirinya dengan memiliki selingkuhan. Yang lebih mengejutkan adalah, Ramli sebenarnya bukan pelayan biasa hingga semua orang terkejut!
View More"Dua puluh juta, apa masih kurang?"
Seorang pria memberikan negosiasi kerjasama dengan pelayan yang bekerja di rumah mereka. Ramli, pria yang berusia sekitar tiga puluh lima tahun itu nampak berpikir seribu kali sebelum memutuskannya. Pria itu adalah pelayan di rumah Rangga dan Vina. Pasangan suami-istri dan sedang mencari cara untuk segera mendapatkan anak. "Tugasmu cuma satu, hamili istriku!" lanjut Rangga, suami Vina.Sang istri, Vina berdiri di samping suaminya dengan wajah tak nyaman.
Bagaimana bisa dirinya harus berhubungan intim dengan pria yang menjadi pelayan di rumahnya.
Rangga kembali menegaskan tujuannya untuk mengajak Ramli bekerja sama dengan dirinya. Karena ia tahu jika Ramli sangat membutuhkan uang untuk membiayai ketiga anaknya yang ada di kampung. "Ini untuk uang muka, setelah Vina benar-benar hamil, aku genapin semuanya menjadi seratus juta. Aku rasa yang ini sudah cukup untuk biaya anak-anakmu di kampung, bahkan lebih dari cukup. Bagaimana, kamu tertarik? Tenang saja aku tidak akan menuntutmu, setelah Vina hamil kamu bisa hidup seperti biasa, dengan satu syarat kamu harus bisa merahasiakan kerjasama kita ini. Jangan sampai ada yang tahu!" kata Rangga dengan entengnya. Ramli, pria berwajah tegas dan sedikit pas-pasan, memiliki tatapan mata yang tajam, rambut hitam ikal dan memiliki postur tubuh yang nyaris sempurna. Tubuh yang atletis bak binaraga karena pria itu pernah menjadi penjaga tempat gym di desanya. Tak ayal, ia memiliki tubuh yang proporsional dan gagah. "Tapi Pak... Apa ini tidak keterlaluan? Bu Vina adalah istri Anda. Apa Anda rela jika istri Anda disentuh oleh pria seperti saya? Saya rasa ini sangat tidak masuk akal!" sahut Ramli, berusaha untuk menjaga martabat majikannya. "Hah, persetan dengan itu semua. Kami berdua hanya menginginkan anak. Jika tidak, rumah tangga kami yang harus dikorbankan, dan aku harus kehilangan segalanya, apa yang aku bangun selama ini akan sia-sia, aku tidak mau itu terjadi!" kata Rangga dengan tegas. Vina menundukkan wajahnya, sebenarnya wanita itu tidak setuju dengan kerjasama yang diusulkan sang suami. Pasalnya, ia dan Ramli harus melewati masa-masa yang sangat intim yang tak seharusnya mereka lakukan. "Mas, kamu yakin ingin aku melakukan ini? Kok aku ragu, ya!" ucap Vina kepada Rangga, wanita cantik putri dari seorang konglomerat di kota itu. "Kita tidak punya pilihan lain. Kamu tahu Papamu ingin sekali kita segera memiliki keturunan, sedangkan kamu tahu sendiri, setelah kecelakaan itu, dokter memvonis aku mandul, tidak mungkin aku bisa memberimu anak, sedangkan aku sangat mencintaimu, aku tidak mau kehilanganmu, Vin! Terpaksa, kita harus melakukan cara ini!" kata Rangga meyakinkan istrinya. Vina berusaha mengerti, sang suami memang mengalami permasalahan pada sistem reproduksinya.Setelah mengalami kecelakaan dua tahun yang lalu, Rangga divonis tidak bisa memiliki keturunan, testisnya bermasalah karena terkena paparan zat kimia.
Apalagi tuntutan dari kedua orang tuanya yang menginginkan mereka untuk segera memberikan keturunan.Karena sudah lima tahun mereka menikah, nyatanya sampai saat ini Vina belum hamil juga.
Vina sendiri sangat mencintai suaminya dan tidak ingin melihat karier Rangga hancur karena pria itu bekerja di perusahaan orang tuanya. Terpaksa, Vina mengikuti permintaan sang suami. Dengan sangat terpaksa ia harus bisa menerima Ramli untuk mengisi rahimnya dari benih pria itu. Meskipun wanita itu masih ragu untuk melakukannya karena Ramli hanyalah seorang pembantu di rumah. "Oke, aku setuju melakukannya, tapi Mas, aku nggak yakin jika Ramli bisa memberikan keturunan yang bagus. Kamu tahu dia itu cuma pria dari desa. Mukanya aja muka ndeso, Mas!" kata Vina sambil melihat penampilan Ramli yang sangat sederhana. Ramli sudah merasa dirinya sedang dibicarakan oleh majikannya. Pria itu melihat dirinya sendiri.Sejenak ia mencium aroma tubuhnya sendiri yang dirasa tidak enak, cenderung bau asam dan kecut. Belum lagi celana tujuh perdelapan yang dipakainya saat bersih-bersih rumah. Nampak sekali penampilan pria itu sangat tidak menarik di mata para wanita.
"Kira-kira Bu Vina mau nggak ya dekat-dekat dengan pria kayak aku? Bu Vina kan cantik, tapi aku... Badan aja baunya kek kambing, gimana aku bisa menghamilinya?" batin Ramli dengan ekspresi bingung. Pantas saja Vina merasa ilfeel melihat Ramli. Wanita itu adalah seorang sosialita yang biasa bergaul dengan wanita-wanita kaya, apa jadinya jika dirinya hamil dari seorang pria yang cuma pelayan di rumahnya. Rangga kembali membujuk istrinya agar mau mengikuti rencananya, "Sudahlah, sayang. Ini tidak seburuk yang kamu kira. Ramli memang pelayan dari desa, tapi aku nggak meragukan kemampuannya, kalau bukan karena dia, mana mungkin aku bisa selamat dari preman-preman itu. Aku yakin sekali jika Ramli pasti bisa membantu kita. Apalagi dia sudah terbukti punya tiga anak. Paling cuma satu atau dua malam saja, kamu sudah bisa hamil!" ucap Rangga tanpa memikirkan akibat yang lain. Yang ada dalam pikirannya adalah karirnya, ia harus menyelamatkan karirnya yang sudah berada di atas. Vina pasrah, karena rasa sayangnya yang berlebihan untuk sang suami, wanita itu pun tidak bisa menolaknya. "Terserah kamu saja, tapi jangan salahkan aku jika bayi yang lahir nanti tidak mirip sama kamu, tapi mirip dia!" jawab Vina dengan wajah lemas. Rangga tersenyum sambil mencium kening sang istri. "Soal itu kamu tenang saja. Yang penting kamu hamil dan melahirkan anak. Ini adalah tujuan utama kita, kan?" kata Rangga. Lalu, pria itu kembali menghampiri Ramli yang sedang berdiri tertunduk. Pria itu terlihat panik, karena kali ini pekerjaannya bukan sembarang pekerjaan, tapi pekerjaan yang dibilang enak tapi sangat beresiko. Sedangkan dirinya sudah janji kepada anak keduanya untuk membelikannya sepeda baru. "Ramli, bagaimana tawaranku tadi? Istriku sudah setuju untuk melakukannya. Sekarang aku menunggu keputusanmu. Ingat, kamu membutuhkan uang banyak untuk menyekolahkan anak-anakmu, apa kamu juga tidak ingin membahagiakan orang tuamu, dengan uang itu, kamu bisa merenovasi rumah agar anak-anakmu tinggal dengan nyaman, nggak kebocoran lagi pas hujan. Pikirkan baik-baik tawaran ini. Aku memberikan tawaran khusus untukmu karena aku tahu kamu pasti bisa membantuku," ucap Rangga dengan tegas. Tentu saja sebagai seorang pelayan, mana mungkin ia menyentuh istri majikannya, ini adalah sebuah hal yang sangat tabu dan terlarang. Tapi, melihat bagaimana kondisi pernikahan Vina dan Rangga membuat Ramli akhirnya setuju untuk melakukan kerja sama. Apalagi Ramli seringkali mendengar Vina dan suaminya bertengkar hanya gara-gara soal anak, sehingga membuat pria itu tak tega melihat Vina yang menangis setelah pertengkaran itu. Setelah berpikir seribu kali, akhirnya Ramli bersedia untuk bekerja sama membantu pasangan itu. "Baiklah, Pak. Saya bersedia membantu kalian. Katakan, bagaimana cara kerjanya?" kata pria itu dengan lugunya. Rangga tertawa mendengar ucapan Ramli yang sangat polos. "Astaga Ramli, bagaimana bisa kamu tanyakan itu, anakmu saja sudah tiga biji, lantas kamu tanya bagaimana cara kerjanya?" kata Rangga yang tanpa sengaja Vina pun ikut tertawa kecil. BERSAMBUNGRupanya pintu kamar Ramli tidak dikunci. Perlahan Vina membukanya, suara derit pintu yang terbuka karena engsel yang sudah berkarat seketika membuat Ramli menoleh. Vina melihat ke sisi dalam kamar yang gelap, ternyata Ramli mematikan lampu kamar, namun masih terlihat sedikit jelas karena adanya pantulan cahaya dari lubang ventilasi di kamar tersebut. Vina memberanikan diri masuk ke dalam Ramli yang gelap, dengan gerakan hati-hati, wanita itu berjalan masuk dan ia hendak mencari arah saklar lampu yang ada di dinding. Sebagai pemilik rumah, tentu saja Vina sudah hafal di mana letak saklar lampu di kamar sang pelayan. Sementara itu ada dua mata tajam sedang memperhatikan gerak-gerik Vina dalam kegelapan. Iya, Ramli mengira jika itu adalah maling atau seseorang yang sengaja masuk ke kamarnya. Vina sendiri tidak curiga sama sekali jika Ramli sedang waspada. Pria itu beranjak berdiri dan dengan langkah kaki mengendap-endap, Ramli mendekati sosok bayangan orang tersebut dan akan bers
Vina dan Rangga sama-sama tercekat, dan Vina pun segera menjawab pertanyaan sang Papa dengan nada bercanda agar tidak curiga. "Eh, Papa. Enggak, tadi Mas Rangga cuma bercanda, kita tidak ngomongin yang aneh-aneh kok!" katanya berbohong. "Ohhh ya, Papa istirahat aja dulu, ya. Papa pasti capek, ayo aku antar ke kamar!" lanjut Vina sambil pura-pura mengantar sang ayah ke kamar tamu. Tuan Andreas pun menuruti permintaan sang anak. Namun sebelum pria itu pergi, Tuan Andreas berbicara pada anak dan menantunya. "Dengarkan papa! Kalian ini jangan sering-sering bertengkar. Papa tahu kamu dan suami sedang ada masalah. Sebisa mungkin kalian selesaikan secara baik-baik. Apalagi kamu sedang hamil, Vin. Ibu hamil nggak boleh berpikir macam-macam, ya!" ucap Tuan Andreas menasehati putrinya. Lalu pria itu menatap wajah menantunya yang masih terlihat balutan luka di kepalanya. "Dan kamu, Rangga. Sebagai seorang suami, kamu harus bisa menjaga perasaan istrimu. Kau tahu Vina ini sangat manja
"Vin, kamu sekarang udah berani nolak suamimu, hah! Sadar, Vin! Aku ini suamimu dan kamu wajib nurut sama aku!" ucap Rangga dengan serius. Sambil menyelipkan rambutnya di telinga, Vina menjawabnya dengan tatapan malas. "Kenapa baru sekarang kamu mengakui kalau kamu adalah suamiku? Terus, suami macam apa yang membiarkan istrinya ditiduri oleh pria lain, hah? Pernahkah nggak sih kamu berpikiran seperti itu, Mas? Kamu masih sehat, kan?" jawab Vina dan Rangga pun berusaha untuk menjelaskannya kepada sang istri. "Iya, tapi dengarkan dulu...!" "Udah cukup!" Vina langsung memotong pembicaraan suaminya. "Sudah cukup sandiwara kita, Mas! Sebenarnya aku sudah lama berencana untuk pisah sama kamu. Aku rasa sudah tidak ada gunanya lagi kita mempertahankan rumah tangga yang sangat bobrok seperti ini! Kamu udah hancurin aku! Kamu udah rendahkan kehormatanku sebagai seorang istri dan paling parah, kamu udah tidur dengan perempuan itu! Sempurna bukan? Tinggal menggugat cerai saja!" Sungguh,
Sementara itu di tempat lain, Tuan Andreas sedang berbicara dengan sang anak tentang pelayan itu, tiada lain adalah Ramli. Mereka mengobrol di ruangan kerja tempat di mana Vina biasanya menyelesaikan pekerjaan kantornya di sana. "Papa mau ngomong apa, habis ini aku mau tidur, ngantuk dan capek banget!" kata Vina mengawali obrolan mereka. "Sebenarnya Papa tidak mau mencampuri urusan kalian, hanya saja kali ini Papa harus meluruskan sesuatu agar kamu tidak salah arah, Vin. Apalagi saat ini kamu sedang hamil cucu-cucu Papa!" ucap Tuan Andreas dengan serius. Vina menghela napas dan ia tahu kw mana arah pembicaraan sang papa. "Tentang Ramli?" jawab Vina to the point. "Iya, seharusnya kamu sebagai istri harus bisa menjaga diri. Ramli itu cuma pembantu, Vina. Dia cuma pelayan kampung yang miskin. Papa tuh cuma nggak mau kamu jadi ketergantungan pada pria itu. Toh, dia bukan ayah bayimu, ayahnya adalah Rangga, harusnya kamu bisa sadar dong!" kata Tuan Andreas. Rasanya Vina






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviewsMore