Share

Bab 10 Trauma

Theo bersandar pada sebuah pohon dengan tubuh lemas, tak jauh dari TKP yang juga adalah rumahnya. Keringat dingin mengalir di keningnya, saat lagi-lagi rasa mual muncul dan menyeruak di ulu hatinya.

Beberapa detektif menyusulnya dengan ekspresi wajah panik, ada juga yang menggerutu menyangka si pelaku melarikan diri. Namun, nyatanya Theo berlari keluar hanya untuk memuntahkan isi perutnya.

"Astaga! Kenapa kau sampai berlari! Kau ingin membuatku serangan jantung," seru seorang detektif yang mengejarnya.

Theo tak mendengar apa yang di ucapkan oleh detektif itu, ia justru merasa kondisi tubuhnya semakin memburuk. Namun, meski para detektif itu menyadari kondisi Theo memburuk, tak satupun dari mereka peduli.

Seorang detektif menghampirinya dan langsung menyeretnya kembali ke TKP. Theo yang bahkan untuk berdiri saja sudah sangat lemas, berjalan sempoyongan saat tangannya di tarik kuat oleh detektif itu.

"Biar saya yang tangani senior," seru Suga yang menyusul berlari-lari kecil dari dalam TKP.

Suga langsung membawa Theo ke dalam mobil yang terparkir tak jauh dari mereka, "Ini minumlah dulu," ucapnya sambil menyodorkan botol air minum.

"Kenapa kau lari tadi? Mau kemana?" tanya Suga.

Theo dengan wajah yang masih pucat dan suara yang lemas menjawab, "Aku mual, dan sedikit pusing."

Suga mengulurkan tangannya ke arah dahi Theo untuk merasakan suhu tubuhnya. Melihat bagaimana Theo yang bernapas sedikit tersengal, Suga kira mungkin anak itu demam. Namun, suhu tubuhnya tak panas. Bahkan berbanding terbalik, tubuhnya sangat dingin.

"Sejak kapan kamu merasa tak enak badan?" tanya Suga lagi, "Ku pikir kemarin saat kita bertemu di ruang interogasi kamu terlihat sehat."

Theo tak menjawab dan hanya mengangguk lemas. Ia bahkan tak peduli lagi apa yang di katakan oleh detektif muda itu, saat indra pendengarannya hanya mendengar suara dengungan yang menyebalkan. Theo hanya ingin menutup matanya dan rasa tak nyaman itu hilang.

"Ketua! Sepertinya kondisi pelaku tidak baik. Apakah penyidikan ini akan di lanjutkan?," tanya Suga lewat sambungan telepon.

"Kamu di mana sekarang?," tanya Detektif Jonie.

"Aku di mobil."

"Baik. Sepertinya memang ada masalah pada psikologisnya. Kamu bawa anak itu ke rumah sakit, dan kembalikan dia ke ruang tahanan sementara. Kami akan terus melakukan penyelidikan disini.

Setelah Suga menghubungi si ketua, ia segera menghidupkan mesin dan meluncur menuju rumah sakit.

....

Pukul 3 dini hari kurang 10 menit.

Theo duduk bersandar di dinding ruang tahanan yang dingin, matanya menatap kosong pada ventilasi kecil yang menjadi satu-satunya lubang di ruangan yang tertutup itu.

Dalam suasana sunyi dan remang-remang, Theo menangis terisak tanpa seorangpun yang tau. Tangannya yang pernah dia gunakan untuk menusuk perut ayahnya, senantiasa gemetar dan terasa dingin.

Terhitung 2 minggu sejak insiden itu. Namun, bayangan berdarah pada tangannya tak kunjung menghilang.

"Hei! Kenapa? Kau menangis setelah melakukan sebuah kejahatan? Kau akhirnya menyesal?" ucap seorang pemuda berambut orange, yang berbaring tak jauh dari Theo.

Pemuda itu satu-satunya penghuni ruang tahanan itu, sebelum Theo datang. Theo yang mendengar pertanyaan dari pemuda itu, menggelengkan kepalanya.

"Lalu kenapa?" tanya pemuda itu lagi, "Lihat aku, ku pikir usia kita tak berbeda jauh. Aku tertangkap saat memutilasi. Omong-omong, kau di tangkap karena apa?"

Theo tak menjawab, ia melirik ke arah pemuda itu bertanya-tanya kenapa dia terlihat begitu santai mengatakan tindakan kriminalnya pada orang tak di kenal sepertinya.

"Aku, membunuh ayahku...." gumam Theo.

Trang!

"Berisik! Tidur!" ucap seorang petugas sambil memukul pintu baja tempat Theo ditahan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status