"I –ibu? Ibu ada di sini?" ucapku sambil menatap wanita yang sudah membangunkanku."Iya, Ajeng. Ini ibu dan ibu datang ke sini untuk menemuimu, Nak." Jawab ibu yang kini sudah duduk di tepi tempat tidurku. Aku yang masih tidak percaya bertemu dengan ibu sejak pertemuan terakhir kami di goa Pangeran Dayu hanya bisa membeku menatap wanita yang sudah melahirkanku itu, dan aku lalu bangun dan langsung memeluknya. "Ibu, Ajeng kangen." Ucapku sambil mengeratkan pelukanku pada wanita yang sangat aku sayangi ini, dan tak terasa bulir bening di mataku ini akhirnya ikut jatuh ketika aku meluapkan semua rasa rinduku selama ini. Ibu yang sedang aku peluk pun memelukku dengan hangat seperti biasanya, dan aku tidak berhenti-hentinya bersyukur bisa bertemu ibu kembali. Setelah melepaskan semua rasa rinduku, aku kemudian memandang ibu untuk beberapa saat dan ibu saat ini terlihat seperti biasanya dan terlihat bahagia. "Bu, boleh Ajeng bertanya sesuatu?" tanyaku sambil memegang tangan ibu. "Apa
"Bapak, apa bapak tidak mengingat mereka? Itu 'kan Ki Joko dan Ni Imah," selaku mencoba menjelaskan kepada bapak. Wajah bapak yang tadinya pucat ketika melihat Ki Joko dan Ni Imah masuk ke dalam gubuk ini, kini sudah berubah. Bahkan, aku tidak bisa mengartikan arti wajah bapak saat ini. "Ki Joko, Ni Imah, mereka siapa? Bapak tidak mengenal mereka, Ajeng." Ucap bapak sambil menatap akik dan ninik tanpa berkedip. "Iya, Ajeng mereka itu siapa?" tambah ibu. Bapak dan ibu kemudian saling menatap satu sama lain, dan itu membuatku semakin binggung dengan apa yang terjadi. Ada apa ini? Siapa yang harus aku percaya saat ini? "Nak Ajeng, kalau kedua orang tuamu tidak mengingat kami tidak apa-apa. Itu bukan salah mereka, dan kami yang salah karena tanpa seizin mereka sudah membawamu ke gubuk reot kami ini," ucap Ki Joko memecah kebinggunganku. "Hei lelaki tua? Kamu siapa? Apa kamu yang sudah membuat putriku celaka seperti ini?" bentak bapak dengan mata yang sudah memerah. "Bapak bu—," se
"Nak Ajeng," tegur Ni Imah. Aku yang tadinya menatap kedua orang tuaku yang baru saja meninggalkan gubuk ini lalu menoleh ke arah orang yang sudah menegurku. "I –iya, Ni.""Lebih baik Nak Ajeng mengikuti apa yang bapak Nak Ajeng tadi katakan. Tidak perlu menghiraukan kami, Nak. Akik dan ninik tidak apa-apa," tutur Ni Imah. "Tapi, Ni. Aj—.""Iya, Nak Ajeng. Apa yang ninik katakan benar. Mereka itu kedua orang tuamu, dan kamu harus patuh kepada mereka berdua," sela Ki Joko yang sudah ada di samping Ni Imah. "Tapi, Ki. Ajeng hanya ingin tinggal semalam saja dengan kalian.""Iya, akik tahu. Tapi kalau Nak Ajeng tetap bersikeras untuk bermalam di sini, orang tua Nak Ajeng tidak suka, dan Nak Ajeng bisa saja tidak bisa bertemu mereka lagi," jelas Ki Joko, dan itu membuatku semakin berat untuk memilih. "Ajeng! Sekarang cepat kamu pilih. Kamu ingin tinggal bersama dua orang tua renta itu atau bersama kami kedua orang tuamu!" teriak bapak tiba-tiba dari luar gubuk. Aku hanya bisa membeku
"Nak Ajeng, ada apa? Apa Nak Ajeng bermimpi buruk?" tanya Ni Imah.Aku yang masih binggung dan terengah-engah dengan tubuh yang basah oleh keringat kemudian menoleh ke arah Ni Imah, dan wanita tua itu kemudian duduk di sampingku dan menggengam tanganku."Ni, apa yang terjadi padaku? Di mana ibu dan bapak, apa mereka benar-benar pergi?" tanyaku sambil mencari keberadaan ibu dan bapak."Ibu dan bapak? Siapa yang Nak Ajeng maksud?""Ibu dan bapak Ajeng, Ni. Bukankah tadi mereka datang di sini?""Orang tua Nak Ajeng datang ke tempat ini? Kapan, Nak Ajeng?" tanya Ni Imah dengan raut wajah yang tampak heran."Tadi, Ni. Bapak dan ibu datang pada saat Ajeng tidur setelah minum ramuan yang akik berikan," jelasku."Itu tidak mungkin, Nak Ajeng. Karena sejak kemarin Nak Ajeng tidur, dan tidak ada siapa-siapa yang datang ke tempat ini. Hanya akik dan ninik saja yang ada di sini.""Benarkah, Ni? Terus yang tadi Ajeng lihat tadi itu siapa, Ni? Apa itu tadi?"Kata-kataku langsung terhenti ketika dal
“Ingin apa, Nak Ajeng?” tanya Ni Imah sambil menatapku.“Ajeng ingin mencari ibu dan bapak,” jawabku sambil menunduk dan memainkan jariku.Aku yang masih takut untuk menatap Ki Joko dan Ni Imah terus saja menunduk, dan wanita tua itu lalu mendekatiku dan memegang tanganku.“Apa Nak Ajeng yakin dengan apa yang ingin Nak Ajeng lakukan?” tanya Ni Imah.“I ‒iya, Ni. Ajeng yakin sekali,” jawabku sambil menatap Ni Imah dan Ki Joko secara bergantian.Ni Imah dan suaminya kemudian saling menatap, dan Ki Joko hanya tetap diam untuk sesaat tanpa mengatakan apapun, dan itu membuatku binggung sekaligus takut.“Ki?” panggil Ni Imah kepada suaminya, dan Ki Joko masih saja diam dan terlihat seperti sedang berpikir.“Kalau itu memang sudah keputusan Nak Ajeng, akik tidak bisa melarang. Tapi apakah Nak Ajeng sudah siap menghadapi kenyataan di luar sana tentang keluarga Nak Ajeng dan Pangeran Dayu?”Deg!Kata-kata Ki Joko seperti pedang yang menusuk jantungku. Karena aku sempat lupa akan hal itu. Apala
“Akik tidak tahu, Nak Ajeng. Akik hanya mendengar dari warga bahwa semua keluarga Nak Ajeng meninggal dalam kebakaran itu, termasuk orang yang bekerja di rumah Nak Ajeng. Sedangkan bapak dan ibu Nak Ajeng tidak di temukan,” jawab Ki Joko.“Kalau akik hanya mendengar berita itu warga, itu artinya ada kemungkinan kakak Ajeng yang lainnya masih hidup, Ki.”“Apa maksud, Nak Ajeng? Akik tidak mengerti.”Aku yang merasa masih memiliki harapan tentang kakak-kakakku kemudian bertanya kepada Ki Joko tentang mayat yang ditemukan warga dalam kebakaran rumahku, dan ternyata dalam kebakaran itu hanya ditemukan lima mayat saja.Kelima mayat itu ditemukan dalam keadaan hangus. Bahkan dua dari mayat yang diduga laki-laki itu hampir tidak bisa dikenali, dan tubuh mereka terlihat seperti ada sisiknya yang terbakar. Sedangkan wajahnya hangus dan hancur.Ketiga mayat yang lainnya masih bisa dikenali dari pakaiannya yang tersisa, dan salah satunya adalah seorang wanita. Menurut penuturan akik yang didenga
“Iya, Nak Ajeng. Kakak sulung Nak Ajeng masih hidup, dan dia sedang mencari Nak Ajeng saat hingga saat ini,” jawab Ki Joko.“Apa akik yakin dengan apa yang akik katakan? Ki Joko tidak sedang berbohong ‘kan dengan Ajeng?” tanyaku yang masih tidak percaya.“Tidak, Nak Ajeng. Akik tidak berbohong.”Mendengar jawaban dari Ki Joko bahwa Mas Budi masih hidup membuat air mataku kembali menetes. Tapi kali ini adalah tangis bahagia. Karena salah satu kakakku masih hidup. Walaupun kakak-kakakku yang lainnya yang menyayangiku sudah meninggal dalam kebakaran rumah kami.“Ki, kalau boleh Ajeng tahu. Di mana Mas Budi sekarang berada? Apakah Ajeng bisa menemui Mas Budi, Ki?”Ki Joko kali ini diam lagi ketika aku bertanya kepadanya, lalu dia menggeleng. Aku tidak mengerti apa maksud dari sikap akik kali ini kemudian bertanya kepadanya apa arti dari sikapnya itu, dan Ki Joko malah mengabaikan pertanyaanku dan langsung keluar dari gubuk tanpa berkata apa-apa.“Tolong jawab pertanyaan Ajeng, Ki. Di mana
“Baik, akik akan memberitahu di mana kakakmu berada saat ini, Nak Ajeng. Tapi sebelum akik mengatakannya, apakah kamu sudah siap mendengarnya, Nak Ajeng?” tanya Ki Joko sambil menatapku tajam.Ada rasa takut ketika Ki Joko berkata seperti itu kepadaku, tapi keinginanku untuk mengetahui di mana keberadaan Mas Budi lebih besar dari rasa takut yang aku rasakan saat ini.“Ajeng siap, Ki.”“Kakakmu Mas Budi sekarang berada di suatu tempat dan dia tidak sadarkan diri sampai sekarang, dan itu karena pengaruh Pangeran Dayu. Pangeran Dayu sudah mengetahui tidakannya ketika menyelamatkanmu, dan kakakmu itu mendapat hukuman dari Pangeran Dayu, tapi kakakmu berhasil lolos dan dia ditolong oleh seseorang yang sangat baik. Hanya saja orang itu belum berhasil menyembuhkan kakakmu hingga sekarang,” jelas Ki Joko.“Apa itu artinya Mas Budi nanti akan selamat, Ki?”“Akik masih tidak tahu, Nak Ajeng. Tapi yang akik tahu, orang itu sangat sakti dan dia bisa menghilangkan pengaruh Pangeran Dayu dari tubuh