Setiap hari Jordie memeriksa email di ponselnya. Selama tiga bulan dia melakukan hal itu. Namun, yang dia terima hanyalah email penolakan.
Ponsel Jordie berdering. Dia buru-buru mengangkatnya. Siapa tahu yang menghubunginya adalah pihak maskapai.“Jordie!” teriak Aster dengan bahagia. “Kamu lagi sibuk apa? Kenapa jarang sekali angkat teleponku? Kamu juga nggak balas pesanku?”Jordie gugup. Dia salah angkat. Ternyata, itu adalah telepon dari manajemen tempat Aster bernaung. Aster sengaja meneleponnya dengan nomor itu.“Ah, ha-hai, Aster,” jawab Jordie terbata. “Apa kabarmu? Sehat, kan? Aku lihat siaran live youtube-mu seminggu lalu.”“Aku nggak sepenuhnya sehat,” rengek Aster merajuk sedih. “Hatiku sakit tahu. Kamu nggak dateng ke rumahku buat ngelamarku. Padahal, kamu kan udah janji padaku buat lamar aku. Terus, sekarang kamu jarang mau telepon atau chat aku. Sekalinya aku telepon atau chat kamu, kamu jarang ngebales. Kamu suka sama cewek lain ya?”Jordie termangu. Dia tak menyangka Aster akan berpikiran sejauh ini.“Aster, aku menyukaimu. Mana mungkin aku berselingkuh,” balas Jordie secepat kilat.“Kalau gitu, kenapa kamu jarang hubungi aku? Kita kan LDR. Tapi, komunikasi kita malah terhambat begini. Aku takut kalau kamu mulai nggak suka sama aku lagi,” cicit Aster mengungkapkan isi hatinya pada Jordie. “Aku sering lihat kalau banyak pramugari cantik. Pilot cantik juga banyak. Siapa tahu kamu suka salah satu rekan kerjamu.”“Nggak, Aster! Aku nggak suka siapapun selain kamu!”“Beneran? Yakin? Nggak bohong?” selidik Aster kembali meragu.“Iya, aku nggak bohong kok,” jawab Jordie semeyakinkan mungkin.“Kalau gitu, kamu mau nggak ke rumahku weekend ini?” tanya Aster. “Aku pengen kamu ketemu sama Ayah dan Bundaku. Bilang ke mereka kalau kamu mau serius nikah sama aku. Aku capek kita harus backstreet terus.”Jordie terdiam. Dia memang memutuskan pacaran backstreet karena takut fans Aster akan meninggalkan Aster. Semua ide ini pun berasal dari Jordie. Aster hanya mengikuti apa yang diinginkan oleh Jordie.“Jordie, aku pengen kita nikah. Kalau nikah kan orang-orang bakal tahu kalau aku ini milikmu. Mau, kan?” desak Aster penuh harap. “Aku capek dideketin banyak cowok. Akhir-akhir ini ada cowok yang nyebelin. Aku kesel banget!”Jordie masih tak bisa berkata-kata. Tentu saja dia marah pada para pria yang mendekati Aster. Namun, dia masih pengangguran sekarang. Melamar Aster dengan kondisi pengangguran seperti ini malah justru akan membawa Aster dalam petaka lain. Jordie tidak memiliki niatan untuk membuat Aster hidup sengsara. Dia ingin Aster hidup bahagia dan berkecukupan.“Aster, aku akan ke rumahmu kok,” ucap Jordie setelah dia diam cukup lama. “Aku akan melamarmu. Yang sabar ya?”“Weekend ini berarti bisa kan ke Bandung?” tanya Aster kembali ke pertanyaan semulanya.“Ah? Apa? Halo? Halo? Aster, suaramu nggak kedengaran,” Jordie pura-pura kehilangan sinyal. Dia memutuskan telepon.Dia terduduk lemas di kasurnya. Hatinya marah pada dirinya sendiri karena terpaksa berbohong pada Aster.Sebuah pesan dari Aster muncul di ponselnya. Jordie membacanya dengan hati tergerus.Aster: Jordie, aku tunggu kamu weekend ini di rumah! Kalau kamu nggak dateng, berarti kamu beneran selingkuh. Kita putus!Tangan Jordie gemetar memegangi ponselnya. Aster sangat marah padanya hingga mengancam ingin putus.Namun, dia bisa apa? Dia hanyalah seorang pengangguran sekarang. Mana berani dia melamar Aster. Kepalanya berdenyut pusing memikirkan semua ini.Tok... tok... tok....Terdengar suara ketukan pintu kamar. Jordie turun dari atas kasurnya. Dia melangkah keluar. Tampak Hakim datang sambil menunjukkan bungkusan plastik warna hitam padanya.“Makan malam,” ucap Hakim dengan senyuman lebar.“Nggak nafsu makan aku,” balas Jordie lesu.“Kenapa? Ditolak lagi? Udahlah, kerja sama aku aja. Bikin geprekan ayam. Udah mulai laris kok,” Hakim melangkah masuk ke dalam kamar Jordie. Dia duduk lesehan di atas tikar dekat kasur Jordie berada.Jordie duduk di depan Hakim. Dia melihat Hakim membagikan sisa geprekan ayam dari warung usahanya.“Kalau kamu jualan geprek ayam, kamu kan udah nggak nganggur lagi. Asal mau usaha, Aster pasti mau kok nerima lamaranmu,” celoteh Hakim dengan pikiran optimis.Jordie menghela napas panjang. Ucapan Hakim benar. Dia harus segera bekerja agar memiliki modal untuk melamar Aster. Setidaknya, dia bisa membelikan cincin untuk melamar Aster.“Oke deh,” putus Jordie.“Oke deh apaan?” tanya Hakim bingung.“Ya, oke. Aku mau kerja bareng kamu,” jawab Jordie. “Ajarin aku ya gimana caranya?”“Seriusan?” bola mata Hakim membulat lebar.Jordie mengangguk penuh keyakinan. “Aku mau coba. Siapa tahu rejekiku ada di sana,” ucap Jordie dengan tekad penuh.“Asik!” seru Hakim riang. “Gitu dong, Die! Sambil kerja bikin geprekan ayam, kamu kan bisa sambil kirim lamaran kerja. Kalau keterima, kan bisa punya dua sumber penghasilan.”Jordie tersenyum lebar. Dia mencoba mengambil peruntungan ini. “Eh, tapi, besok sore, temenin aku cari cincin ya?” ajak Jordie.“Cincin?”“Aster ngancam mau putus kalau weekend ini aku nggak ke Bandung dan ngelamar dia. Aku butuh cincin sepasang buat dikasih ke dia kan?”“Owalah, gampang. Bisa diatur,” kekeh Hakim. “Ini makan dulu. Kita rayakan malam ini sebagai malam baikmu.”“Iya,” Jordie mengambil piring berisi bungkusan geprekan ayam. Dia menikmati makan malamnya dengan teman setianya itu.Keesokan harinya, Jordie mulai bekerja di warung geprekan ayam milik Hakim. Seperti kata Hakim, cukup banyak orang yang datang untuk makan ke warung geprekan yang berkonsep rumah itu.Jordie membantu dengan mencatat dan mengantarkan menu pesanan pembeli. Dia berperilaku sopan dan ramah. Meski sudah memakai masker, paras tampan Jordie tak tertutupi sepenuhnya. Beberapa pelanggan perempuan minta foto bersama Jordie.Jordie pun menurutinya. Dia foto bersama para pembeli agar mereka kembali makan di warung geprekan ayam lagi.“Jordie, baru kerja sehari udah populer aja kamu,” Hakim menepuk lengan Jordie. Dia mengajak Jordie makan siang pukul 3 sore. Mumpung warung sedang sepi.“Iya. Aku nggak nyangka aja,” balas Jordie. “Mereka suka foto-foto gitu ya?”“Itu karena kamu ganteng sih,” timpal Hakim. “Kamu kan termasuk lima besar pilot terganteng di maskapai kita.”“Apa gunanya ganteng kalau akhirnya di-PHK juga kan?” kekeh Jordie getir. Dia menertawakan nasib buruknya itu.“Santai. Nanti ada rejeki penggantinya kok,” ucap Hakim optimis.“Permisi,” sapa seseorang menyela percakapan Jordie dan Hakim.Secara serentak, Jordie dan Hakim menoleh ke si pemilik suara. Tampak seorang pria berusia 38 tahun dengan dandanan rapi berjas dan berdasi.“Oh, iya, ada apa?” tanya Jordie sigap. “Mau pesan?”“Ah, iya. Tapi, saya juga mau bicara dengan Anda,” tutur pria itu pada Jordie.“Saya? Ada perlu apa?” Jordie terkaget sekaligus bingung. Dia sama sekali tak mengenal pria itu.Pria berkumis itu tersenyum lebar. Dia menunjukkan layar ponselnya. Di sana, ada sebuah akun sosmed berisi foto Jordie bersama salah seorang pembeli. “Ini benar Anda bukan?” tanya pria itu lagi.“Be-benar. Ini saya. Apa saya melakukan sesuatu yang salah?” balas Jordie cemas.“Tentu saja tidak,” pria itu lagi-lagi tersenyum lebar. “Saya malah ingin bicara dengan Anda dan menawarkan sebuah pekerjaan dengan gaji besar! Mau, kan?”Seharian Hakim dan Jordie hanya mengurusi packing barang untuk dibawa konser ke Bali dan memantau perkembangan berita di media sosial. Sampai malam hari, tidak ada berita apapun tentang Aster dan Reynold. Artinya, tidak ada yang tahu tentang kejadian saat Jordie dan Aster berciuman.“Sementara waktu kita aman,” ujar Hakim. “Aku cuma berani menyimpulkan hal ini saja karena memang nggak ada berita tentang kamu.”Jordie mengangguk paham. Hatinya lega karena memang tak ada yang mengekorinya. Dia lega karena Aster tidak akan diganggu oleh para fans garis keras Reynold.“Sekarang kamu bisa istirahat tenang, Die. Besok kita langsung ke Bali,” terang Hakim.“Iya,” sahut Jordie.Dia kembali ke kamarnya. Tangan Jordie mengambil ponselnya. Dia mencari nomor Aster. Hatinya ingin s
Sebuah peluk erat merengkuh tubuh Aster dengan hangat. Ciuman yang menyentuh bibirnya semakin dalam. Hati Aster berdesir aneh. Rasanya seperti begitu dekat dengan Rey.Aster segera mendorong dada Rey menjauh darinya. Rasa bersalahnya muncul karena dia berciuman dengan pria lain selain Jordie.Buru-buru Aster mendorong dada Rey. Tangannya bergerak otomatis menampar pipi Rey sekeras mungkin untuk menyadarkan Rey.Jordie terkesiap kaget mendapatkan tamparan itu. Dia ternganga dan tersadar bahwa apa yang dia lakukan adalah salah.“Minggir!” Aster kembali mendorong Rey. Dia merasa jijik pada dirinya sekarang. Tangannya bergerak mengusap bibirnya yang baru saja dicium Rey.Sepasang mata Aster memanas. Dia bisa merasakan air yang menggenangi matanya. Dia segera bangkit dari duduknya dan berlari menuju tenda tem
“Maaf ya! Kamu pasti udah lama nunggu ya?” sapa Jordie. Dia baru saja keluar dari hotel dan masuk ke dalam mobil Aster.“Nggak masalah kok,” jawab Aster. “Duduk sini. Mau sarapan bareng nggak? Kita cari yang anget-anget gitu.”Jordie duduk di kursi kemudi. Dia mengenakan seat belt-nya. “Yang anget-anget? Mau bubur ayam?” tawar Jordie. Dia mulai mengemudikan mobil Aster.“Boleh deh. Soto Bandung juga enak,” tutur Aster. “Gorengan, batagor, ketupat sayur, lotek. Enak semua tuh.”Tawa Jordie terdengar. Aster memang paling suka makan dan dia tak bisa menghentikan hobi Aster itu.“Kenapa ketawa?” Aster menoleh dan menatap Jordie dengan pandangan heran.“Pantes sih kalau kamu kerja di bidang kuliner. Soalnya kamu suka banget sama makanan,” tutur Jordie.“Oh, itu rupanya,” Aster tersenyum simpul. “Aku kira gara-gara aku malu-malu
“Ruth, bangun, Ruth,” Hakim mengetuk-ngetuk pintu kamar Ruth.Dia berniat untuk mengajak Ruth jalan pagi. Mengingat, kemarin malam, mereka memang sudah berencana untuk jalan-jalan santai bersama.“Kim, kenapa ganggu si Teteh?” tanya Ibu Hakim. Dia mengerutkan keningnya menatap anak laki-lakinya mengetuk-ngetuk pintu kamar tamu dimana Ruth tidur pulas.“Ini, Bu. Kan kemarin janjian mau jalan-jalan pagi ke sungai deket rumah. Tapi, Ruth kayaknya belum bangun gitu,” terang Hakim pada sang ibu.“Kamu ini masa’ ngajak jalan-jalan si Teteh ke sungai. Apa nggak kasihan?” balas Ibu Hakim terheran. “Teteh kan nggak ada hobi mancing kayak kamu. Nanti bukannya seneng, malah kesurupan di sana.”“Bu, kan bisa mandi di sana. Airnya bagus lho. Nggak harus manc
“Gimana, Ruth?” Hakim menemani Ruth mengobrol di teras rumah saat usai makan malam.“Aku kenyang banget,” ujar Ruth. Dia mengusap-usap perutnya dengan senyuman lebar di wajahnya. “Ibumu pandai masak ya?”“Aku juga ikut masak tadi,” timpal Hakim. Dia sedikit pamer kemampuannya pada Ruth. Mungkin saja Ruth akan memujinya juga.“Benarkah? Eh, tapi kan kamu punya geprek ayam ya? Pasti masakanmu memang enak,” tutur Ruth. Dia tersenyum dan memuji kemampuan memasak Hakim juga.Hati Hakim berbunga-bunga mendengarkan pujian Ruth. Bahkan, Ruth memuji usaha geprek ayamnya.“Kamu udah mampir ke sana nggak?” tanya Hakim.Ruth menggelengkan kepala. “Aster dan Rey sibuk, kan? Aku nggak mungkin ajak Dio. Dia mana mau makan di tempat pinggiran seperti itu,” Ruth tersenyum getir. Dia menghela napas panjang dan berat. “Apa aku putus sama Dio aja ya?”Hakim te
“Namanya siapa?” tanya Ibu Hakim. Perempuan yang sudah beruban dan berambut pendek di bawah telinga itu memandangi Ruth dengan tatapan lamat-lamat.Pandangannya memang sudah mengabur karena faktor usia. Ditambah lagi, akhir-akhir ini dia juga sering sakit-sakitan sampai Hakim harus cuti kerja selama satu minggu.“Ruth, Tante,” jawab Ruth. Dia tersenyum tipis pada Ibu Hakim.“Cantik ya? Mirip sama orangnya,” puji Ibu Ruth. Dia tersenyum ramah pada Ruth.Hati Ruth lega mendengarkan ucapan Ibu Hakim. Dia pikir dia akan disambut dengan buruk. Nyatanya, semua itu hanyalah pikirannya yang terlalu overthinking.“Ayo masuk! Pasti capek. Makasih ya udah mau beliin banyak oleh-oleh,” Ibu Hakim menggandeng lengan Ruth. Dia mengajak Ruth masuk ke dalam rumah dan duduk di kursi rua