“Gimana, Ruth?” Hakim menemani Ruth mengobrol di teras rumah saat usai makan malam.
“Aku kenyang banget,” ujar Ruth. Dia mengusap-usap perutnya dengan senyuman lebar di wajahnya. “Ibumu pandai masak ya?”
“Aku juga ikut masak tadi,” timpal Hakim. Dia sedikit pamer kemampuannya pada Ruth. Mungkin saja Ruth akan memujinya juga.
“Benarkah? Eh, tapi kan kamu punya geprek ayam ya? Pasti masakanmu memang enak,” tutur Ruth. Dia tersenyum dan memuji kemampuan memasak Hakim juga.
Hati Hakim berbunga-bunga mendengarkan pujian Ruth. Bahkan, Ruth memuji usaha geprek ayamnya.
“Kamu udah mampir ke sana nggak?” tanya Hakim.
Ruth menggelengkan kepala. “Aster dan Rey sibuk, kan? Aku nggak mungkin ajak Dio. Dia mana mau makan di tempat pinggiran seperti itu,” Ruth tersenyum getir. Dia menghela napas panjang dan berat. “Apa aku putus sama Dio aja ya?”
Hakim te
“Ruth, bangun, Ruth,” Hakim mengetuk-ngetuk pintu kamar Ruth.Dia berniat untuk mengajak Ruth jalan pagi. Mengingat, kemarin malam, mereka memang sudah berencana untuk jalan-jalan santai bersama.“Kim, kenapa ganggu si Teteh?” tanya Ibu Hakim. Dia mengerutkan keningnya menatap anak laki-lakinya mengetuk-ngetuk pintu kamar tamu dimana Ruth tidur pulas.“Ini, Bu. Kan kemarin janjian mau jalan-jalan pagi ke sungai deket rumah. Tapi, Ruth kayaknya belum bangun gitu,” terang Hakim pada sang ibu.“Kamu ini masa’ ngajak jalan-jalan si Teteh ke sungai. Apa nggak kasihan?” balas Ibu Hakim terheran. “Teteh kan nggak ada hobi mancing kayak kamu. Nanti bukannya seneng, malah kesurupan di sana.”“Bu, kan bisa mandi di sana. Airnya bagus lho. Nggak harus manc
“Maaf ya! Kamu pasti udah lama nunggu ya?” sapa Jordie. Dia baru saja keluar dari hotel dan masuk ke dalam mobil Aster.“Nggak masalah kok,” jawab Aster. “Duduk sini. Mau sarapan bareng nggak? Kita cari yang anget-anget gitu.”Jordie duduk di kursi kemudi. Dia mengenakan seat belt-nya. “Yang anget-anget? Mau bubur ayam?” tawar Jordie. Dia mulai mengemudikan mobil Aster.“Boleh deh. Soto Bandung juga enak,” tutur Aster. “Gorengan, batagor, ketupat sayur, lotek. Enak semua tuh.”Tawa Jordie terdengar. Aster memang paling suka makan dan dia tak bisa menghentikan hobi Aster itu.“Kenapa ketawa?” Aster menoleh dan menatap Jordie dengan pandangan heran.“Pantes sih kalau kamu kerja di bidang kuliner. Soalnya kamu suka banget sama makanan,” tutur Jordie.“Oh, itu rupanya,” Aster tersenyum simpul. “Aku kira gara-gara aku malu-malu
Sebuah peluk erat merengkuh tubuh Aster dengan hangat. Ciuman yang menyentuh bibirnya semakin dalam. Hati Aster berdesir aneh. Rasanya seperti begitu dekat dengan Rey.Aster segera mendorong dada Rey menjauh darinya. Rasa bersalahnya muncul karena dia berciuman dengan pria lain selain Jordie.Buru-buru Aster mendorong dada Rey. Tangannya bergerak otomatis menampar pipi Rey sekeras mungkin untuk menyadarkan Rey.Jordie terkesiap kaget mendapatkan tamparan itu. Dia ternganga dan tersadar bahwa apa yang dia lakukan adalah salah.“Minggir!” Aster kembali mendorong Rey. Dia merasa jijik pada dirinya sekarang. Tangannya bergerak mengusap bibirnya yang baru saja dicium Rey.Sepasang mata Aster memanas. Dia bisa merasakan air yang menggenangi matanya. Dia segera bangkit dari duduknya dan berlari menuju tenda tem
Seharian Hakim dan Jordie hanya mengurusi packing barang untuk dibawa konser ke Bali dan memantau perkembangan berita di media sosial. Sampai malam hari, tidak ada berita apapun tentang Aster dan Reynold. Artinya, tidak ada yang tahu tentang kejadian saat Jordie dan Aster berciuman.“Sementara waktu kita aman,” ujar Hakim. “Aku cuma berani menyimpulkan hal ini saja karena memang nggak ada berita tentang kamu.”Jordie mengangguk paham. Hatinya lega karena memang tak ada yang mengekorinya. Dia lega karena Aster tidak akan diganggu oleh para fans garis keras Reynold.“Sekarang kamu bisa istirahat tenang, Die. Besok kita langsung ke Bali,” terang Hakim.“Iya,” sahut Jordie.Dia kembali ke kamarnya. Tangan Jordie mengambil ponselnya. Dia mencari nomor Aster. Hatinya ingin s
Jordie berkeringat dingin saat masuk ke dalam ruang HRD di maskapai swasta tempat dia bekerja. Hari ini adalah hari penentuan perpanjangan kontrak kerjanya. Dia sudah bekerja satu tahun sebagai pilot di maskapai itu.Memang status Jordie masih karyawan kontrak. Namun, hatinya berharap bahwa akan ada keajaiban terkait perpanjangan kontrak kerja dan penetapannya sebagai pilot tetap di maskapai itu. “Sore, Pak,” Jordie menjabat tangan Kepala HRD maskapainya. Di sana juga ada mentor timnya selama menjadi pilot.“Silakan duduk,” Kepala HRD mempersilakan Jordie duduk. Jordie duduk. Telapak tangannya terasa basah. Ada kecemasan dalam hatinya jika kontraknya tidak akan diperpanjang.Kecemasan Jordie beralasan. Semuanya karena banyak teman-teman satu angkatannya yang diputus kontrak karena alasan efisiensi tenaga kerja di masa pandemi. Sudah beberapa tahun pandemi berjalan. Meski aktivitas penerbangan sudah mulai meningkat, tapi stabilitasnya secara bisnis memang masih dipertanyakan. Bebera
Setiap hari Jordie memeriksa email di ponselnya. Selama tiga bulan dia melakukan hal itu. Namun, yang dia terima hanyalah email penolakan. Ponsel Jordie berdering. Dia buru-buru mengangkatnya. Siapa tahu yang menghubunginya adalah pihak maskapai. “Jordie!” teriak Aster dengan bahagia. “Kamu lagi sibuk apa? Kenapa jarang sekali angkat teleponku? Kamu juga nggak balas pesanku?”Jordie gugup. Dia salah angkat. Ternyata, itu adalah telepon dari manajemen tempat Aster bernaung. Aster sengaja meneleponnya dengan nomor itu.“Ah, ha-hai, Aster,” jawab Jordie terbata. “Apa kabarmu? Sehat, kan? Aku lihat siaran live youtube-mu seminggu lalu.”“Aku nggak sepenuhnya sehat,” rengek Aster merajuk sedih. “Hatiku sakit tahu. Kamu nggak dateng ke rumahku buat ngelamarku. Padahal, kamu kan udah janji padaku buat lamar aku. Terus, sekarang kamu jarang mau telepon atau chat aku. Sekalinya aku telepon atau chat kamu, kamu jarang ngebales. Kamu suka sama cewek lain ya?”Jordie termangu. Dia tak menyangka
“Pekerjaan apa itu?” Jordie semakin kaget. Di saat susah dapat pekerjaan seperti ini, tiba-tiba dia ditawari pekerjaan dengan gaji besar. Tentu saja ini sangat mengejutkan sekaligus mencurigakan. “Ini nggak penipuan kan, Pak?” tanya Jordie kemudian. “Saya ini orang miskin. Percuma kalau Bapak mau nipu saya.”“Iya, Pak. Dia ini cuma pelayan di warung geprekan ini,” imbuh Hakim. Dia berusaha melindungi Jordie. Pria itu merogoh saku celananya. Dia mengeluarkan kartu dompetnya dan mengambil kartu nama dari dalam sana. Diangsurkannya kartu namanya itu pada Jordie. “Lihat dulu itu,” tutur pria itu.Jordie menerimanya. Hakim ikut melongok dan membaca kartu nama itu. Tertulis nama pria itu adalah Michael Purba, seorang manajer di perusahan Lion Entertainment. “Lion Entertainment? Ini kan agensi artis-artis terkenal?!” Hakim syok usai membaca detail di kartu nama itu.Pria itu tersenyum dengan penuh percaya diri. Dia mengulurkan tangan lalu menjabat Jordie dan Hakim. “Perkenalkan, saya Mich
Michael tersenyum lebar. Dia puas karena berhasil menjalin kerjasama dengan Jordie tanpa adanya kerumitan.“Pak, Pak Michael,” ucap Hakim menyela momen sakral penandatanganan kontrak kerja ini.“Iya, ada apa?” balas Michael. Dia menoleh dan tersenyum tipis pada Hakim. “Apa ada sesuatu yang ingin ditanyakan lagi?”“Oh, ini terkait manajer Jordie. Apa boleh saya yang langsung menjadi manajernya?” tanya Hakim. Dia menyenggol Jordie dan mengode Jordie dengan lirikan matanya. “Selama ini Jordie kan teman saya sejak SMA. Kami saling kenal dan tahu satu sama lain secara personal. Jadi, saya rasa saya itu paling tahu dan layak buat jadi manajer Jordie. Ya, kan, Jordie?”Hakim mengedipkan mata kanannya ke Jordie. Tanda bahwa Jordie harus mengabulkan permintaannya.“Iya, benar,” jawab Jordie. “Tapi, bukannya Pak Michael sekarang yang jadi manajerku ya?”Jordie menatap polos Hakim dan Michael. Hakim menepuk jidatnya karena Jordie terlalu lugu. Saking lugunya, Jordie sulit diajak kongkalikong ole