“Aster,” Jordie menatap wajah perempuan yang dia cintai itu. Tubuhnya terasa kaku dan canggung karena Aster mencekal tangannya dengan erat. Jika dia menarik tangannya, dia takut Aster akan salah paham. Namun, jika dia membiarkan Aster tetap memegangi tangannya, hal ini akan menimbulkan pandangan aneh.
“Kak Aster!” teriak Sakura. Dia langsung bergerak menarik tangan Aster agar tak lagi memegangi tangan Jordie. “Kakak ngapain pegang-pegang tangan Rey sih?”Sakura menarik Aster agar berjarak lebih jauh dari Jordie. Ekor matanya melirik galak ke arah Jordie. “Buruan pergi,” suruh Sakura berbisik pelan.“Aster, aku pulang dulu,” ujar Jordie. Dia mengulangi kalimat pamitannya dan bergegas berlari menjauh dari mereka.Sakura menatap Aster dengan pandangan kesal. “Kakak kenapa sih? Kan udah kubilang kalau Rey itu bukan Jordie,” omel Sakura. Nyaris saja perasaan Aster meluap tanpa kontrol lagi.Lily mendekati Sakura dan Aster sambil membawa belanjaan yang begitu berat diJordie benar-benar ingin memeluk tubuh Aster sekarang. Dia ingin mendekapnya dan mengusap-usap punggung Aster dengan penuh cinta.Sayangnya, dia sungguh-sungguh tak bisa melakukannya. Dia hanya bisa diam terpaku mendengarkan keluh-kesah Aster dan menggenggam jemari tangannya yang diisi oleh pasir putih. Dia harus menulikan batinnya agar tidak terbawa perasaan. Dia benar-benar menyedihkan.Aster masih menangis. Dia sudah terlanjur menunjukkan semua sisi lemahnya di depan Reynold. Perasaan yang sudah meluap tak bisa dihentikan dengan mudahnya. Apalagi, Aster selalu berusaha memendamnya sekuat mungkin.Hati kecil Aster berharap jika Reynold yang di sisinya adalah Jordie. Meskipun hanya sekadar khayalan, dia akan sangat bahagia jika khayalannya itu berubah menjadi kenyataan.Jordie menggerakkan tangan kanannya dan mengusap-usap punggung Aster. Dia pikir tak masalah jika hanya mengusap punggung Aster. Setidaknya dia bisa memberikan dukungan secara moral pada Aster lewat u
"Kak Aster!" Sakura yang sedang bersantai di teras rumah menikmati sarapannya terkaget melihat Aster digendong oleh Jordie. Dia langsung menaruh mangkok makannya di meja. Langkahnya berlari secepat kilat menghampiri Aster."Aduh, Kakak kenapa ini? Luka di sebelah mana?" cerocos Sakura. Wajahnya menyiratkan kecemasan besar.Aster tersenyum tipis. "Aku hanya terkilir dikit. Dikompres sama kasih salep juga bakal sembuh kok," jawab Aster."Ya udah. Aku siapin obat sama kasur dulu," sahut Sakura. Dia langsung cekatan mengurusi Aster. "Rey, ikut aku.""Iya," jawab Jordie.Jordie melangkah ke dalam hunian yang disewa oleh Aster dan dua saudari kembarnya selama mereka bekerja di Osaka. Sebuah rumah mungil dengan bangunan yang kental dengan nuansa pedesaan. Bahkan, Jordie bisa melihat ada sayuran dan daging yang sengaja dikeringkan dengan digantung atas atap."Ini kamarku," Aster menunjukkan kamarnya yang ada di dekat ruang tengah. "Nggak kukunci."Jordie mengangg
Jordie termangu. Dia tak bisa membayangkan jika harus tur konser bersama dengan Dio. Sejujurnya, sampai sekarang, Jordie masih tak bisa satu pemikiran dengan Dio. Mau dilihat dari sudut pandang apapun, Jordie tak bisa memaklumi perilaku Dio.“Die, kok ngelamun?” tegur Hakim. Dia menatap heran sahabatnya itu.Jordie menggelengkan kepala. Tanpa dia sadari, dia sudah melamun. Padahal, dia harus mengurangi kebiasaan melamunnya itu.“Kamu bisa kesambet kalau sering ngelamun lho, Die,” beritahu Hakim. “Santai saja, Die. Kalau kamu ada masalah, kamu langsung kasih tahu aku aja. Kita harus saling berbagi beban agar hidup kita lebih mudah.”Hakim tidak ingin Jordie merasa sendiri. Dia berusaha meyakinkan Jordie bahwa dia bisa diandalkan oleh Jordie di saat-saat sulit.Senyuman tipis Jordie muncul di wajah. “Iya, Kim. Aku cuma bayangin nggak enaknya kalau harus tur sama Dio,” ungkap Jordie jujur. “Kamu tahu kan gimana tingkah Dio? Aku takut kalau dia bakal lakuin hal-hal menyebalkan kayak pas d
“Kamu mau kutraktir makan nggak?” tanya Jordie.Dia pikir dia akan sulit bertemu dengan Aster lagi nantinya. Karena itulah, dia mengambil keputusan untuk mentraktir Aster. Dengan begitu, dia bisa berduaan dengan Aster lebih lama.“Kamu nggak perlu traktir aku,” tutur Aster sungkan. Dia tak mengharapkan apapun dari Jordie.“Anggap saja traktiran perayaan kesuksesan acara pertama kita,” ujar Jordie. “Kita kan nggak tahu kapan kita bakal kerja bareng lagi. Mau ya?”Aster menatap ragu. Meski begitu, kepalanya akhirnya mengangguk mengiyakan tawaran Jordie.Jordie mengajak Aster makan di sebuah kedai ramen di dekat pasar. Di sana, mereka duduk di bagian luar kedai dan menikmati makanan yang ada di sana.“Gimana? Enak ya?” ujar Jordie. Dia suka dengan r
“Bingkisan dari mana, Die?” sapa Hakim saat Jordie sudah sampai di rumah.“Aster,” jawab Jordie.Hakim sedikit syok mendengar jawaban Jordie. “Serius?” tanya Hakim sekali lagi. “Bukannya kamu mau jauhin dia?"Jordie menggelengkan kepala. "Ini itu buat ganti pakaianku yang baru sake," ujar Jordie. Dia mengingatkan Hakim tentang kejadian Aster yang meneleponnya saat sedang mabuk."Aku ngerti," ucap Hakim penuh pemahaman. "Die, aku mau ke Tokyo malam ini. Kamu di sini sendirian nggak apa-apa, kan?""Malam ini? Apa nggak bisa ditunda aja?" balas Jordie. "Aster dan saudaranya juga pergi ke Tokyo. Kamu mending temenin aku ikut acara penutupan.""Kamu nggak bohong, kan?" timpal Hakim. Dia masih menatap Jordie dengan pandangan tak percaya."Orang tua mereka mam
“Ayah terlalu berlebihan deh,” ujar Lily dengan tawa manisnya. “Aku kan udah punya pacar. Kak Aster juga udah punya tunangan. Sakura mana mau nikah sama orang Indonesia. Dia kan cita-citanya dapet orang luar negeri.”“Nah, bener itu kata Kak Lily,” imbuh Sakura secepat kilat. Dia mendukung ucapan Lily agar Galen tak lagi membahas tentang kejelekan masa lalu Reynold.Aster memilih diam. Dia tak berani bicara karena Galen sedang marah. Dia tahu persis seperti apa amarah ayahnya. Apalagi, dia masih memiliki masalah tentang keberadaan Jordie saat ini. Jujur saja, Aster tak mau ayahnya membahas tentang Jordie. Hatinya masih pilu karena Jordie sama sekali mengabaikan dirinya usai membelikan dia rumah.“Aster, bagaimana denganmu?” tanya Galen. Dia menatap anak perempuannya yang sedari tadi lebih b
Aster terdiam. Dia tak mampu menjawab ucapan Sakura.“Sakura! Bunda udah siapin makan buat Aster nih,” teriak Lisa senang. Perempuan tua itu tak tahu jika Aster sudah bangun.Percakapan Aster dengan Sakura terhenti. Pandangan Aster menoleh ke Lisa. Hatinya tersentuh melihat sang bunda membawakan nampan berisi makanan penuh. Padahal, semalam dia sudah mengajak bundanya bertengkar hebat.“Eh, Aster udah bangun,” ujar Lisa. Dia tersenyum lembut pada anak perempuannya itu. “Udah mandi belum? Makan dulu ya? Kamu belum sarapan.”“Aku udah mandi, Bunda,” jawab Aster dengan suara seraknya. Pandangannya sedikit menunduk. Rasa malu muncul di dalam hatinya.Lisa menaruh nampan makanan di meja. Dia mengambil kursi dan duduk di dekat Aster. “Mau Bunda suapin?” tanya Lis
Aster memandangi wajah Reynold. Dia mulai merasa ragu tapi beberapa orang memang memiliki pemikiran bahwa anak harus berbakti pada orang tua. Apalagi, sistem pendidikan dan budaya di Indonesia mengajarkan pemikiran itu sejak anak berada dalam kandungan.Kepala Aster mengangguk. “Maaf ya. Pikiranku agak kacau,” ujar Aster. Lagi-lagi dia memang harus menyalahkan dirinya sendiri karena semua permasalahan bersumber dari pola pemikiran dan perasaan galaunya.“Aster, kamu jangan bicara seperti itu. Kamu nggak melakukan hal buruk kok. Lagipula, kita hanya mengobrol santai. Kita nggak lagi bertengkar, kan?” timpal Jordie. Dia menatap Aster dengan perasaan bersalah. Hatinya sedih juga karena dia malah membuat Aster kacau.Aster mengulas senyuman hambar. Dia memandangi Reynold. Pikirannya teringat tentang komentar orang tua