Kisah keberanian seorang detektif dalam melawan kriminal dan menegakkan keadilan di selingi dengan romansa dan petualangan seru dalam memperjuangkan hidup dan cinta tulus. Cerita penuh dengan adegan aksi dalam melawan ketidak jujuran dan juga membela kebenaran hakiki tanpa rasa takut sedikitpun.
Lihat lebih banyakDinihari menyelinap perlahan, menggantikan malam yang masiih enggan pergi. Hujan gerimis jatuh tipis-tipis, menyentuh aspal yang dingin dan basah, menambah kesan sunyi yang menggantung di udara. Di kejauhan, lampu jalan berkelip redup, seolah ikut berbisik agar malam tetap terjaga dalam diam.
Tak ada suara selain tetes air yang jatuh dari atap genteng tua, sesekali diselingi desir angin yang menyapu dedaunan dan menggoyangkan pintu besi tua yang lupa dikunci. Kota tampak mati, seolah dunia menahan napas untuk sesuatu yang belum terjadi. Di balik sebuah tembok tua yang gelap di ujung jalan, sesosok bayangan berdiri diam, memandang jalanan dengan tatapan liar. Matanya menyapu gelap seperti mencari sesuatu... atau seseorang. Langkah pelan terdengar mendekat dari lorong sebelah--lambat, berat, tak beraturan. Siapapun itu, ia tak membawa payung. Jejaknya basah, berat, dan terdengar terlalu dekat. Terlalu lambat untuk seseorang yang hanya lewat. Dan pada saat itulah, seekor anjing menggonggong keras memecah sunyinya malam. Sesuatu yang tak biasa sedang terjadi. Suasana menjadi semakin mencekam. Gerimis tak kunjung berhenti. Dan malam itu adalah awal dari kisahnya. Jam sudah menunjukkan hampir pukul 01. 00 wib. Walau hujan hanya rintik namun suhu udara dingin terasa menembus tulang. Bayangan itu berlari sekencang-kencangnya menembus di kegelapan malam. Ternyata dia adalah seorang pria muda. Wajahnya ketakutan. Sambil berlari, dia meraih ponselnya dan berulang kali mencoba melakukan panggilan. Namun sepertinya orang yang dituju tidak menjawab atau mungkin sedang tidur dan bermimpi. Pria itu terus mencoba berkali-kali menghubungi. Namun hasil masih sama - panggilan tak terjawab. Pria muda terus berlari sambil sesekali menoleh kebelakang - tiba-tiba... Sebuah mobil melaju kencang ke arahnya, mencoba menabraknya. Sssstttt! Dengan gesit si pria menghindar--melompat ke arah kiri sambil menjatuhkan badan, kemudian bangun dengan cepat dan kembali berlari sekencang-kencangnya. "Apa yang akan terjadi, kemana aku harus lari. Mereka tak akan melepaskanku." Pikirnya dalam hati. Sontak dia kaget melihat sosok yang ia kenal berdiri di depannya. Seorang laki-laki yang berperawakan seram, sebuah codet di pipi kirinya, rambut gondrong sebahu, tubuh berukuran sedang dan kekar, kumis melintang di atas bibirnya yang tebal. Melihat sosok yang berdiri di depannya. Pria muda itu langsung berbalik arah, bermaksud menghindar. Tapi, sebuah mobil SUV berhenti tepat dari arah berlawanan. Dia tak bisa berlari ke sana. Mobil SUV berhenti, melintangi jalan, menghalangi si pria yang coba untuk lari. Dari dalam mobil SUV turun seorang pria dan wanita. Yang pria bermata sipit, kulit pucat, usianya sekitar 29 tahun. Sementara yang wanita berwajah cantik, usia sekitar 26 tahun. Si wanita berjalan, langkahnya gemulai dan senyum sinis tampak di bibirnya. "Percuma kau lari, Gibran! teriaknya. Pria muda yang di panggil Gibran segera berbalik melawan arah. Dia sadar, disana telah menunggu sosok yang menyeramkan. Namun dia lebih memilih ke arah sana. "Tidak ada jalan keluar lagi, aku harus lawan binatang itu." gumamnya pelan. Secepat kilat ia menerjang pria bercodet. Tinju dan tendangan saling susul menghantam. Namun si codet tak bergeming hanya menangkis ringan. Seperti seorang guru yang melatih muridnya belajar beladiri. Pria codet tertawa sinis, dia bisa mengukur kemampuan Gibran. Sambil menangkis dan menghindar. Dia mendesis. "Sudah cukup! Sekarang giliranku!" Dia menangkap lengan Gibran--menghentaknya - trakkl! - suara tulang patah. Tak hanya sampai di situ. sebuah bantingan keras menyusul membuat Gibran terhempas di aspal. Gibran mencoba berdiri sambil menahan sakit. Namun sebelum sempat berdiri normal. BUKK!! Sebuah tendangan lurus telak menghantam dadanya. Gibran terbanting. Darah mengucur dari mulutnya. Pria bercodet mendekat. Menginjak wajahnya dengan sepatu bootnya. Gibran hanya pasrah menahan sakit, dia sudah tak mampu melawan. Dia sadar sepertinya hari ini adalah bagian terakhir dari kisahnya. Pria dan wanita muda mendekati Gibran yang tak berdaya. Si pria berjongkok dan menggeledah seluruh tubuh Gibran. Ia diam sejenak menatap Gibran dengan senyum sinis. "Aku akan pertimbangkan untuk membunuhmu. Tapi katakan lagi - bukti apa yang kau punya. Jika masih ada serahkan sekarang. sebagai imbalan... kau mungkin masih bisa menghirup udara," ancamnya. Gibran terdiam sejenak sambil menahan sakit. Selintas terngiang dalam ingatannya sebuah bukti flashdisk yang ia buang dalam tempat sampah pada saat melarikan diri dari kejaran mereka. Gibran mendongak menatap pria itu seolah ingin mengatakan sesuatu. Pria itu tersenyum dingin, kemudian tanpa rasa curiga mendekatkan telinganya kepada Gibran. "CUIHHH!!" Air liur bercampur darah dari mulut Gibran mendarat tepat di wajah si pria. Sontak wajah pria itu merah. Emosi bercampur rasa malu membaur menjadi satu menjadi kemarahan yang meluap, bagaikan petir yang menggelegar. Dia berdiri cepat. Dengan kuat menendang tubuh Gibran yang tak berdaya berulang-ulang. Tak cukup hanya sampai di situ, pria itu melihat sebuah besi berkarat di dekatnya dan mengambil cepat. Lalu dengan sekuat tenaga, dia hantamkan ke kepala Gibran yang sudah tak berdaya sama sekali. PRAKKK!! "Mampus kau! Bodoh!" teriaknya sambil meludah dan menendang tubuh Gibran yang sudah tidak bergerak - mati dengan kepala retak dan darah bercucuran. "Apa yang kau lakukan, Toni! Kau telah membunuhnya," ucap si wanita, ia menatap ke arah pria yang di panggilnya Toni. "Kau tidak usah khawatir, Julia. Semua bukti-bukti tentang transaksi sudah aman. Dia memang pantas mampus." Jawab Toni sinis. Julia menatap dan berjongkok melihat ke arah tubuh kaku Gibran. "Kau yakin, Toni. Bagaimana kalau dia punya kopiannya?" Toni melangkah berjalan pelan menuju mobil. "Tak mungkin, Julia. Kita sudah mengikutinya dari tadi. Tak ada seorang pun yang ia temui. Aku juga sudah mengerahkan beberapa anak buah memeriksa seluruh tempat yang di laluinya, info dari mereka--tidak di temukan apa pun." "Semoga Kau benar," ujar Julia. Kemudian dia menatap ke arah pria bercodet yang masih berdiri sambil merokok. "Bingo..." panggilnya. "Segera bereskan mayatnya, kita harus cepat." Pria itu mengangguk tanpa bicara. selanjutnya, si pria bercodet yang di panggil Bingo mengambil sebuah karung besar dari bawah jok mobil., lalu memasukkan tubuh Gibran kedalam karung - mengangkatnya dengan mudah, lalu meletakkan kebelakang jok mobil. "Ayo cepat, Bingo!" teriak Julia yang sudah berada dalam mobil bersama Toni. Toni segera menekan gas dan mobil SUV mereka kemudian berhenti di sebuah jembatan tua yang sepi. Bingo keluar dari SUV. wajahnya tanpa ekspresi. dia langsung membuka pintu bagasi belakang. Julia dan Toni menatap sekeliling memastikan situasi benar-benar aman. setelah itu Julia memberi kode anggukan dari kaca spion depan ke Bingo. Bingo langsung mengangkat karung yang berisi mayat dan melemparkannya ke bawah Jembatan. Semua berjalan sesuai rencana. Tidak ada yang melihat. Mobil SUV pun melaju menembus pekat malam yang berdarah.Wasit memberi aba-aba, dan Lisbet langsung meluncur bagai macan lapar. Pukulan beruntun, tendangan cepat, semua di arahkan ke tubuh Valeri tanpa henti. Penonton bersorak histeris melihat intensitas serangan sang juara bertahan. Namun berbeda dengan babak sebelumnya, kali ini Valeri tidak gegabah. Ia bergerak gesit dan lincah, mundur selangkah, memiringkan badan, menangkis seperlunya. Sesekali ia hanya mengangkat lengan untuk menutup serangan, lalu melangkah ke samping menghindar. Lisbet semakin garang, keringat membasahi wajahnya, nafas mulai memburu. Pukulan kerasnya beberapa kali hanya mengenai udara kosong. Valeri seolah tahu persis kapan harus mundur dan kapan harus menghindar. Tribun penonton semakin gaduh. "Kenapa Lisbet tidak berhasil mendaratkan serangan?!" teriak salah seorang komentator." "Valeri sepertinya sengaja mempermainkan tempo pertandingan! ada strategi dalam jurusnya - memancing emosi lawan." Lisbet mulai frustasi. Ia menghentak matras dengan kakinya, la
Di tribun VIP, Mellisa dan Alvaro duduk tenang memperhatikan. Mellisa melipat tangannya di depan dada, matanya tajam mengamati sang putri. Alvaro, dengan ekspresi santai, hanya sesekali tersenyum tipis, seolah menikmati drama di balik sorakan ribuan orang itu. Sementara Hilda terus berteriak, mengabaikan semua suara lain: "Fokus Valeri! kamu pasti juara!" Dan sorak sorai penonton makin menggila ketika announcer dengan suara lantang mulai memanggil nama finalis ke arena. Pertarungan final kejuaraan karate itu digelar dengan sistem dojo selama tiga ronde, setiap ronde berdurasi tiga menit. Suasana di dalam GOR Nasional begitu riuh. ribuan pasang mata menanti duel antara Lisbet Manuhutu, sang Juara bertahan tiga tahun berturut-turut, melawan Valerie Marcel, sang debutan cantik jelita yang baru pertama kali menembus final. Di sisi kanan arena, Lisbet tampak berdiri tegap. Wajahnya penuh percaya diri, sorot matanya tajam menantang. Ia berpengalaman, mengerti cara menguasai pang
Suasana GOR Nasional sore itu begitu riuh. Sorakan para suporter yang sudah berdatangan menggema, bendera-bendera kecil berkibar, dan dentuman musik penyemangat membuat udara semakin panas. Semua tertuju pada dua nama yang akan bertarung nanti malam. Hari itu bukan sembarang hari. Tapi sebuah momen final perebutan medali emas kejuaraan nasional karate mahasiswa. Dan yang lebih istimewa, pertandingan kali ini mempertemukan dua sosok dengan reputasi yang kontras: * LISBET MANUHUTU, sang juara bertahan tiga tahun berturut-turut. Wanita asal Ambon itu dikenal garang, berpengalaman, dan memiliki teknik mematikan. Namanya sudah menjadi legenda di arena karate nasional. * VALERIE MARCEL, sang debutan cantik jelita. Untuk pertama kalinya ia berhasil menembus final. Banyak yang awalnya meremehkan, menganggap kecantikannya lebih cocok menghiasi panggung modeling, bukan atlit karate. Namun langkah demi langkah, ia membuktikan kualitasnya dengan menyingkirkan lawan-lawan tangguh, hingga kin
Mellisa Christina adalah nama yang menggetarkan dunia bisnis tekstil di kawasan Asia. - seorang wanita karir keturunan Jawa-Tiongoa. Pada usianya yang sudah melampaui ke-45 tahun, ia telah menjelma menjadi salah satu wanita paling berpengaruh di benua itu. Perusahaannya, Christina Textile Group, bukan sekedar pabrik kain biasa. Dalam dua dekade terakhir, perusahaan tersebut merajai pasar serat, kain premium, hingga ekspor ke Eropa dan Amerika. Namun di balik gemerlap kekayaannya, kehidupan pribadi Mellisa tak selalu mudah. Ia telah menjanda selama 15 tahun setelah kematian suaminya yang pertama, seorang pengusaha ternama asal Francis bernama Marcel, sejak saat itu Mellisa membangun bisnisnya sendiri hingga menjadi perusahaan raksasa di kawasan Asia, dan dari pernikahan-nya dengan suami asal Francis--Marcel, mereka di karuniai seorang anak perempuan yang cantik bernama: Valerie Marcel. Namun setelah Marcel tewas di sebabkan kecelakaan yang terjadi di Francis, Mellisa memilih menutup
Setelah selesai istirahat siang, rapat kembali di lanjutkan. Aroma kopi hitam masih terasa di udara, sementara raut wajah para perwira tetap penuh ketegangan. Slide baru ditampilkan di layar, berisi bagan jaringan sindikat dan titik-titik merah jalur peredaran barang ilegal yang tersebar di berbagai kota besar Indonesia. Komjen Handoyo kemudian menekan remote control, menampilkan foto beberapa tokoh mafia internasional di layar. Salah satunya: Calvin Law, sang bos besar yang kini namanya bergema di kawasan Asia. "Dia adalah Calvin," ucap Handoyo tegas. "Sosok bayangan yang kita tahu beroperasi di balik banyak bisnis ilegal. Sayangnya, sampai hari ini... dia tak pernah bisa disentuh hukum. Semua upaya kita seakan kandas sebelum sampai kepadanya. Pertanyaannya, siapa yang melindunginya di negeri ini?" Suasana rapat berubah semakin berat. Beberapa perwira saling berbisik, tapi tak ada yang berani bersuara keras. Komjen Handoyo berdiri, menatap semua yang hadir. "Mulai hari ini, s
Malam semakin pekat. Ombak kecil memecah dermaga, sementara angin laut membawa aroma rasa garam yang menusuk. Badai berdiri tegap, wajahnya masih menyimpan ketegangan yang belum luruh. Marta, Josep, dan Yopie menjaga posisi masing-masing, memastikan tidak ada celah bagi Patrik untuk melarikan diri lagi.Tak lama kemudian, suara deru mesin motor laut terdengar mendekat. Lampu sorot menembus gelapnya malam. Tim kepolisian setempat datang lengkap dengan pasukan bersenjata. Mereka turun dengan cepat, menyebar, dan mengamankan area sekitar."Inspektur Badai!" salah satu komandan tim menyapa sambil memberi hormat singkat. "Kami sudah terima semua laporan Anda. Lokasi langsung steril."Badai mengangguk singkat. "Target utama--sang bos sindikat - Patrik - sudah kami amankan. Hati-hati, dia licik dan cerdik, bahkan sempat membuka borgol coba melarikan diri. Sekarang kondisinya luka tembak di kedua kakinya. Butuh penanganan medis segera."Dua polisi medis segera menghampiri, memberi perban seme
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen