Aaron sudah terbiasa dengan banyak tatapan memuja dari para wanita. Tapi cara gadis ini menatapnya sedikit keterlaluan. Bahkan dia bisa melihat gadis ini menelan ludahnya. Dia terlihat tidak berusaha menutupi rasa ketertarikannya.
Tapi apa katanya tadi? Paman? Mereka baru bertemu dan gadis ini telah menyapanya dengan panggilan yang mengisyaratkan bahwa mereka telah sangat akrab. Terdengar kurang sopan. Tapi cukup untuk sedikit menghapus prasangka buruk Aaron. Bagaimana pun, tidak ada seorang gadis yang akan memanggilnya satu generasi lebih tua jika berniat mendekatinya.“Ayah, ini nona Willa Anderson. Dia yang sudah menyelamatkan kami. Ayah harus melihatnya. Dia sangat hebat. Kami sempat berpikir anak-anak nakal itu akan mencelakainya. Tapi ternyata, Nona Anderson berhasil menghajar mereka semua." Olivia Harris maju mengenalkan Willa pada ayahnya. Dia bahkan memegangi lengan gadis itu dan terlihat sangat menyukainya.Perasaan dingin Aaron sedikit mengendur. Mana mungkin dia bersikap acuh pada penyelamat anak-anaknya. Dia masih tahu berhutang budi.“Nona Anderson, aku Aaron Harris. Terima kasih sudah bersusah payah menolong anak-anak.” Aaron mengangguk sedikit pada gadis muda itu. Sambungnya, “Kau bisa memberitahu jika suatu waktu memerlukan bantuan. Aku akan berusaha untuk memenuhinya.”Itu memang mungkin hanya basa-basi biasa sebagai bentuk kesopanan. Tapi Aaron tidak khawatir jika gadis ini memanfaatkan tawaran itu suatu hari untuk mendapatkan materi darinya. Dia cukup kaya. Hanya saja dia tidak mengira jika balas budi harus ditebusnya begitu cepat. Dia juga akan menyesali basa-basi ini dalam waktu dekat dan berharap bisa memberi gadis ini sebuah cek dalam jumlah fantastis hanya agar bisa terlepas darinya.“Paman terlalu sopan. Tidak perlu merasa berhutang budi. Ini hanya masalah kecil. Traktir saja aku makan malam dan aku akan menganggap ini impas.” Willa berkata cepat, tidak mau melepaskan kesempatan sekecil apa pun. Tadi benaknya sudah berputar mencari cara agar pertemuan ini tidak berakhir dengan sia-sia. Tidak disangka, tuan Harris memberikan jalan keluarnya.Willa sedikit bertanya-tanya tentang nyonya Harris.“Emm, itu kalau nyonya Harris tidak keberatan—““Ibuku sudah meninggal lima tahun yang lalu. Tidak ada yang akan keberatan. Bukankah itu benar, Ayah?” Olivia yang menjawab. Dia sangat senang begitu mendengar ide tentang makan malam.Harusnya Willa turut berduka atas kenyataan itu. Dua anak yang belum dewasa tanpa ibu, terdengar menyedihkan dalam situasi yang lain. Entah kenapa kali ini di telinga Willa terdengar membahagiakan. Dia hampir meledak dalam kegembiraan. Tapi dia berujar juga, “Oh, maaf. Aku tidak tahu. Aku turut berduka mendengarnya—“Ekspresi gadis itu dibuat sangat menyesal karena telah mengungkit tentang keberadaan nyonya Harris.Jadi, tuan Harris adalah seorang duda dengan dua anak. Hm, tidak masalah. Willa tidak keberatan dengan status ini. Walau pun mungkin sedikit lebih tua dari usia pamannya di pulau, tuan Harris tampak lebih menawan.“Tidak masalah. Itu sudah berlalu. Kami semua memang menyayangi ibu. Tapi hidup harus tetap berlanjut bukan?” Saat mengatakan itu, Olivia melirik sang ayah. Ada maksud tertentu dari ucapannya.Aaron berdehem karena merasa canggung dengan pembicaraan itu. Meski tidak secara langsung membicarakan dirinya, tapi dia mengerti kemana arah ucapan puterinya. Sudah lama Olivia menginginkan seorang ibu baru. Yang dia tidak mengerti, kenapa sepertinya Olivia mendorong gadis muda ini padanya. Tapi—“Bagaimana dengan makan siang? Kurasa semua sudah lapar. Nanti malam aku ada acara dan ada beberapa hal yang harus kulakukan juga.” Ini lebih baik. Makan malam terdengar berlebihan bagi Aaron. Bagaimana pun dia tidak ingin mengecewakan puterinya dan sang penolong.“Oh, tentu saja. Makan siang juga bagus. Kebetulan aku juga sudah sangat lapar.” Dengan berakhirnya kalimat itu, Willa berjalan ke arah mobil, membuka pintu penumpang bagian belakang dan masuk ke dalamnya.Olivia yang melihat itu nyaris melompat mengikuti gerakan Willa masuk ke dalam mobil. Dia sudah khawatir akan kehilangan kesempatan bertemu Willa lain kali. Acara makan siang ini akan dia gunakan untuk mencari tahu semua tentang gadis ini.Aaron menyaksikan tingkah kedua orang yang tampak sudah akrab itu sembari mengerutkan kening.Saat tatapan Aaron singgah pada puteranya, Ethan menghela napas lantas berkata dengan perasaan menyesal. “Situasinya tadi benar-benar mengkhawatirkan. Karenanya aku menelepon tuan Bennet untuk meminta bantuan. Tidak kusangka ayah datang sendiri.”“Aku mengerti,” ujar Aaron seraya membuka pintu depan mobil bagian penumpang. Puteranya tidak akan begitu saja menghubungi sang asisten. Saat Ethan menelepon, dia dan Samuel Bennet sedang dalam perjalanan ke suatu tempat. Mereka otomatis berbalik arah dan membatalkan pertemuan dengan beberapa pengusaha.Ethan tertegun untuk beberapa waktu sebelum mengikuti semua orang ke mobil. Dia merasa telah tergesa menghubungi tuan Bennet hingga menyebabkan ayahnya khawatir, juga mempertemukan Willa Anderson dengan ayahnya.Sepanjang perjalanan yang berlangsung lebih setengah jam, Willa terus melirik lelaki yang duduk di sebelah pengemudi. Arron Harris tampak seperti sebuah lukisan. Willa merasa sedikit pusing oleh pesonanya.Di kehidupan sebelumnya, dia telah melihat banyak pria tampan. Omega Alliance dipenuhi orang-orang dengan kemampuan terbaik di bidangnya. Tapi pamannya adalah yang terbaik. Dan tampan. Willa melihatnya setiap hari. Bagaimana bisa dia tidak jatuh cinta? Para wanita di pulau juga banyak yang menyukai pamannya. Dia bisa membuat daftar para wanita yang diam-diam mencoba menarik perhatian Michael Nelson.“Nona Anderson, apa kau sudah punya pacar?” Olivia yang duduk di kursi bagian belakang tiba-tiba bertanya memecah keheningan.Dia telah memergoki bagaimana gadis itu beberapa kali melirik ayahnya. Tentu saja dia tahu betapa menariknya sang ayah. Tapi dia punya sebuah gagasan menarik. Akan sangat menyenangkan jika Willa Anderson bisa menikah dengan ayahnya. Ayahnya telah lima tahun bertahan dalam kesendirian. Mengubur diri dalam pekerjaannya dan mengabaikan godaan banyak wanita. Tapi bagaimana dengan Willa Anderson? Adakah ayahnya masih akan sedingin gunung es di kutub utara? Ataukah akan meleleh perlahan bagai salju di bawah sinar matahari musim semi? Olivia sangat ingin tahu.“Tidak. Aku belum punya pacar.” Willa menjawab dengan cepat. Ada kegembiraan sekaligus kesedihan di dalam suaranya. Dia sedih teringat masa mudanya yang pernah berakhir dengan cepat. Tapi dia juga gembira karena telah diberi kehidupan baru dan kesempatan untuk.”Oya, kalian bisa memanggilku Willa saja. Itu terdengar lebih baik.” Willa menambahkan.Olivia merasa puas dengan jawaban itu.Tentu saja kau tidak boleh punya pacar. Kalau pun ada, kau akan putus dengannya. Aku tidak bisa menerima jika ayahku menjadi selingkuhan. Bibir gadis kecil itu nyaris mengatakannya langsung.“Wah kebetulan sekali. Ayahku juga belum punya pacar.” Olivia bertepuk tangan.Sang ayah di kursi penumpang terbatuk. Samuel di sebelahnya masih bisa mengendalikan diri. Dia hanya berdehem untuk membersihkan tenggorokannya yang tiba-tiba terasa gatal. Sementara Ethan tidak bereaksi. Sebuah headphone telah memblokir suara di sekitarnya. Dia punya firasat bahwa akan ada percakapan yang tidak ingin dia dengar sejak masuk ke dalam mobil.Gadis di kursi belakang melebarkan mata indahnya dan mengintip lewat kaca spion. Hanya ada satu kemungkinan jika tuan Harris sampai sekarang belum menemukan pasangan lagi. Dia masih mencintai isterinya yang sudah meninggal atau belum ada wanita yang membuatnya tertarik untuk menikah lagi. Jangan katakan kalau tidak ada wanita yang menyukainya? Willa berani disambar petir jika setengah wanita Lakeside pasti akan tergila-gila jika bertemu Aaron Harris.Bahkan dia yang baru pertama kali bertemu saja sudah mencampakkan cinta matinya dahulu begitu bertemu pria ini.Willa sibuk berdebat sendiri di dalam hati sampai sebuah sikutan di ping
Acara makan siang hari itu meriah oleh celoteh dua orang, Willa dan Olivia. Mereka bicara tentang apa saja yang melintas di kepala keduanya dan tampak seperti dua sahabat yang telah berpisah bertahun-tahun lamanya.Aaron dan Ethan hanya menyahut dengan enggan sesekali jika ditanya tentang suatu hal. Keduanya berusaha fokus pada makanan yang mereka santap. Sementara dua gadis menjadi sangat berisik dalam pendengaran mereka.Usai makan siang, Willa tanpa malu-malu meminta diantar ke rumah keluarga Anderson. “Aku khawatir ibuku akan mengamuk karena aku terlambat kembali,” ujar Willa dengan wajah dibuat memelas. Padahal hari masih siang. Tidak ada yang akan peduli jika dia tidak pulang sekali pun. Oh, mungkin ayahnya akan khawatir juga. Tapi tidak akan lama. Isteri tercintanya akan membuat praduga-praduga yang menyalahkan Willa dan mengatakan jika semua akan baik-baik saja.“Apa ibu tirimu sangat jahat?” Olivia begitu antusias menanyakan itu.
Willa berhenti di depan pintu kamarnya, memandang Emily sekilas dari atas hingga bawah. Senyumnya segera dengan polos mengembang.“Dia memang sedikit lebih tua. Tapi dia jauh lebih baik dari William. Kau ambil saja tuan muda sombong itu. Aku sudah tidak menyukainya lagi.” Setelah mengatakan itu, Willa masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan keras di depan wajah Emily.Bam!Bahkan Emily bisa merasakan sambaran angin dari pintu yang sengaja ditutup dengan cara kasar. Wajah gadis itu segera menjadi jelek.Emily merasa hari ini Willa berbeda dari biasanya. Adiknya seperti tidak memiliki rasa takut sedikit pun padanya. Dan ada apa dengan kata-katanya tadi? Sudah tidak menyukai William? Siapa yang menulis surat cinta dan mengatakan bahwa sangat mencintai pemuda itu sampai ingin mati?Willa menyukai William dan mengirim sebuah surat cinta yang kemudian bocor. Surat yang ditulis dengan kata-kata yang menjijikkan itu dibaca semua penghuni sekolah di papan pengumuman. Seseorang menempelk
Willa masih bersenandung saat turun ke lantai bawah untuk makan malam. Ini pertama kalinya dia bertemu Rachel, ibu sambungnya. Dia pikir dia akan mengabaikan wanita ini karena mereka tidak saling menyukai. Nyatanya Rachel sangat ramah. Dia menambahkan daging dan sayur ke piring Willa dan mengatakan padanya untuk makan lebih banyak.Dengan sedikit heran, Willa melirik Emily. Senyum kakaknya itu terlihat tidak pada tempatnya. Ada apa ini?Di bagian lain, Nathan, adik lelakinya yang berumur 16 tahun seperti tidak melihat semua yang terjadi di meja makan.Semuanya terjawab saat Rachel tiba-tiba dengan gembira mengatakan sebuah rencana. “Willa, ayahmu sedang berusaha mencari bantuan ke beberapa orang. Dia ingin mengundang tuan Morgan untuk makan malam. Kita bisa saja menghubungi sekretarisnya, tapi kami ingin membuat makan malam yang tidak terlalu formal. Kita akan membuatnya penuh dengan nuansa kekeluargaan. Maukah kau memintanya untuk datang? Kudengar kau cukup dekat dengannya.”Wajah Wi
Saat semua orang panik di kediaman Anderson, Willa sedang berada di ruang tamu keluarga Harris. Olivia Harris sedang mengajarinya sebuah game pertarungan di ponsel. Karakter Willa tewas berkali-kali, tapi dia tidak jera juga. Olivia menertawakannya, hal yang membuat Willa hampir melempar ponsel miliknya. Pemilik asli tubuhnya ternyata juga tidak pandai bermain game.“Willa, ternyata kau lebih pandai berkelahi di dunia nyata dibanding di dalam game.” Olivia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengolok-olok gadis itu. Ini permainan mudah dan familiar di kalangan anak-anak. Tapi Willa bahkan tidak tahu cara menggerakkan tangan dan kaki karakternya. Dia terus membuatnya berputar-putar dan bergerak tidak jelas.“Diamlah. Kau terus membuatku kalah dengan terus bicara.” Willa menganggap kesialannya adalah kesalahan Olivia.Gadis kecil itu segera cemberut. “Willa, bukankah sebaiknya kita pergi ke kamarku. Apa kau tidak lelah?”Mereka tiba di rumah setelah makan siang. Willa menjemput Olivia d
Di ruang tamu keluarga Harris, Aaron Harris harus menghadapi dua gadis muda dengan masalah yang membuatnya sakit kepala. Willa mengadukan tentang perjodohannya dengan pria tua bernama Joseph Morgan. Dia tidak tahu kenapa dirinya dibawa-bawa. Sedangkan Olivia, puterinya merengek meminta dia turun tangan untuk mengatasi masalah ini. Perjodohan Willa Anderson seakan telah menyebabkan dunia keduanya kiamat seketika.“Nona Anderson, aku tidak memiliki alasan untuk ikut campur dalam masalah keluargamu.” Aaron mencoba mengingatkan.Olivia ingin sekali menjerit mengatakan pada ayahnya kalau ini tentu saja telah menjadi masalahnya. Willa Anderson adalah calon isterinya, ibu masa depan Olivia. Tapi tentu saja itu tidak mungkin.“Ayah, aku berhutang budi pada Willa.” Akhirnya Olivia mencoba memberikan alasan yang masuk akal.Kelompok Richard bisa saja melukai dia dan Ethan. Mereka bahkan bisa melakukan yang lebih buruk lagi. Olivia tahu, dia adalah permata kesayangan ayahnya. Jika terjadi sesuatu
“Aku tak keberatan berinvestasi di perusahaan ayahmu tanpa harus menikahimu.” Aaron memberikan solusi. Willa terdiam beberapa saat. Dia tahu ada jalan keluar seperti ini, tapi tak ingin mengatakannya. Dia lebih suka menikah dengan Aaron Harris. Masalah keluarga Anderson, sebenarnya dia tidak peduli. Jika dia menikah, dia tidak akan sudi menginjakkan kakinya di rumah itu lagi.“Aku akan mempelajarinya lebih dulu. Asistenku akan menghubungi tuan Anderson untuk membicarakannya.” Aaron menambahkan waktu dilihatnya Willa masih tidak mengatakan apa-apa.“Kau tidak takut rugi?” Willa menanyakan itu dengan enggan.“Jangan khawatir. Ayahku sangat hebat. Dia bisa membuat keajaiban.” Olivia yang menyahut. Dia sangat bangga pada ayahnya.“Apa yang akan Paman katakan pada ayah. Bukankah aneh jika kau tiba-tiba berinvestasi pada perusahaannya?” “Ayahmu tidak akan peduli alasannya.”Willa kecewa. Usahanya membujuk Aaron soal pernikahan ternyata gagal. “Baiklah. Paman tahu apa yang dilakukan.” Kata
Tanpa curiga sedikit pun, Olivia memberitahu Willa. “Biasanya dia sedang di ruang kerjanya.” Anak perempuan itu menyebutkan letak ruangan yang dimaksud.Setelah mengikuti petunjuk dari Olivia, Willa menemukan juga ruang kerja Aaron Harris. Dia tengah berdiri di depan pintu ruangan yang terbuat dari kayu berukir. Begitu memastikan tak melakukan kesalahan apa pun, gadis itu mengetuk.Di dalam ruang kerja, Aaron tengah mempelajari beberapa dokumen dengan wajah serius ketika sebuah ketukan mengalihkan perhatiannya. “Masuk.” Aaron mengatakan itu tanpa mengangkat wajah.Pintu didorong tanpa suara. Willa melangkah masuk dengan hati-hati. Di dalam ruangan dia menemukan pemandangan yang membuatnya takjub. Dia telah melihat Michael Nelson ratusan kali dalam kehidupan lamanya. Mengagumi setiap gerak-geriknya dan mengira tak akan menemukan yang lebih menawan dari lelaki itu. Hari ini dia menemukan bahwa hidup di pulau membuatnya seperti katak dalam tempurung. Aaron Harris jelas lebih baik dala