Willa menepis senjata pertama dengan memukul pergelangan lawan. Pisau segera terjatuh. Dan remaja yang tadi memegang pisau merasa sendi lengannya terlepas. Dia menjerit setinggi langit saat merasakan nyeri yang luar biasa.
Senjata kedua terlempar oleh kibasan tas di tangan Willa. Pisau itu malah berbalik menggores lengan si penyerang.Gadis itu membuat gerakan berputar. Senjata ke tiga dihadang dengan sebuah tendangan. Pisau terlempar jatuh ke tanah. Sebuah tendangan lagi mendarat di perut si remaja. Laki-laki muda itu terbungkuk menahan sakit sambil memegangi perut. Sebentar kemudian dia sudah muntah-muntah.Senjata ke empat datang lebih lambat karena si penyerang mendadak jadi gugup. Willa tidak menghindar. Sambil menyeringai dia menyambut serangan itu dengan telapak tangan terbuka. Tanpa ada yang mengerti, pisau telah berpindah ke tangan Willa.Remaja yang tadi memegang pisau membelalakkan matanya. Dia seperti sedang melihat hantu saja.Pisau di tangan Willa berputar-putar dalam gerakan yang mengagumkan, menunjukkan bahwa si pemegang telah mahir menggunakannya. Dalam sepuluh detik yang terasa menegangkan, Willa terus memainkan senjata itu.Dia tidak pernah membunuh. Tapi di pulau, Willa telah banyak melihat kekejaman. Jika memang harus, dia tidak keberatan melakukannya. Lagi pula dia sedang membela diri.“Nona Anderson—“ Si remaja yang pisaunya direbut merasa lututnya lemas.Seragam sekolah di bagian dada remaja itu direnggut. Dan pisau yang tadi digunakan untuk menyerang diletakkan di urat lehernya.“Kau bisa mulai meminta ampun dengan berlutut. Lalu merangkaklah jika ingin pergi dari sini.” Untuk ke sekian kali Willa mengulang perintahnya.Remaja lelaki itu bahkan tidak berani mengangguk. Dia takut sedikit gerakan akan membuat lehernya tergores. Tapi sorot mata putus asanya menyiratkan bahwa dia akan melakukan apa saja untuk pergi dari tempat itu.Willa melepaskan si remaja yang segera terjatuh ke tanah. Tiga yang lain berlomba menjatuhkan diri untuk berlutut sebelum diperingatkan. Tanpa mengalami sendiri, mereka sudah merasa ngilu di seluruh tulang belulang membayangkan pisau itu menyentuh leher masing-masing.Richard yang berdiri paling jauh hanya bisa menyaksikan tanpa daya empat anak buahnya yang berlutut kemudian merangkak meninggalkan tempat itu.“K—kau, lihat saja nanti. Ini tidak berakhir di sini begitu saja.” Richard menunjuk-nunjuk dengan tangannya yang masih bisa digerakkan. Sementara tangan yang lain menggantung lemas tanpa kekuatan.Setelah mengatakan itu, Richard berlari pergi.“Cih, sudah kalah masih berani mengancam.”Willa memainkan pisau di tangannya sekali lagi lalu melipat dan menyimpannya ke dalam tas. Setelahnya dia berbalik dan mendapati dua orang anak muda yang menatapnya dengan mulut setengah terbuka.“Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Terima kasih.” Willa mengatakan itu untuk menyindir dua anak yang masih bungkam karena terkejut dan takjub.Anak perempuanlah yang pertama tersadar. Dia menyenggol remaja lelaki di sebelahnya lalu bertepuk tangan dengan setengah gemetaran.“Nona Anderson, kau hebat!”Willa tertawa. “Hanya masalah kecil. Tikus-tikus itu bukan sesuatu yang sulit untuk dibereskan.”Si remaja lelaki wajahnya sedikit muram. Dia berujar dengan gelisah. “Mereka akan kembali. Lebih baik kau berhati-hati. Richard pasti akan mengadu pada saudara laki-lakinya.” Dia ingin mengatakan kalau Willa juga telah menempatkan mereka dalam posisi yang sulit sekarang ini. Ke depannya, kelompok Richard tidak akan melepaskan mereka begitu saja. Tapi dia cukup tahu berterima kasih dengan tidak berterus terang. Bagaimana pun, gadis ini telah menyelamatkan mereka dengan bertaruh nyawa.“Itu lebih baik. Aku akan menghajar sekalian saudaranya. Dia tidak mengajari adiknya dengan benar.” Willa tidak menunjukkan kecemasan sama sekali. Dia mengamati dua orang di depannya dan segera punya pemikiran lucu. “Apa kalian berpacaran?”Si remaja lelaki berwajah tampan. Sedangkan anak perempuan itu juga memiliki kecantikan seorang gadis yang mulai tumbuh. Dia terlihat imut dengan rambut sebahunya yang ikal membingkai wajah.Kedua anak tersentak dengan pertanyaan itu. Mereka saling pandang satu sama lain sebelum meringis dengan perasaan jijik.“Dia adikku.”“Dia kakakku.”Hampir bersamaan keduanya buru-buru menjelaskan.Hanya suara ‘oh’ yang ke luar dari mulut Willa. Pantas saja ada sedikit kemiripan pada kedua anak ini.“Siapa nama kalian?”Si anak perempuan segera tersipu malu. Dia seharusnya mengenalkan diri sejak awal. “Aku Olivia Harris. Ini kakakku, Ethan.”Olivia sekaligus mengenalkan kakak laki-lakinya.“Apa mereka sering mengganggu kalian?” Willa teringat pada sekelompok remaja yang tadi mengganggu Ethan dan Olivia.Sebenarnya dia tengah mencari-cari dalam ingatannya nama keluarga Harris. Itu terdengar tidak asing.“Mereka mengganggu siapa saja. Tapi memang sebelumnya dia pernah meminta uang pada kami. Ethan memberinya cukup banyak. Rupanya mereka mengingatnya.” Olivia memberitahu secara singkat.“Sepertinya kalian cukup kaya.” Willa mencoba menilai penampilan kedua orang di depannya. Mereka terlihat biasa sekilas. Namun, jika sedikit lebih cermat, orang akan melihat bahwa barang-barang yang keduanya kenakan adalah barang-barang bermerk.Ethan sudah membuka mulut untuk mengatakan sesuatu saat sebuah mobil berhenti di dekat mereka. Pintu mobil di dorong dan seorang pria melangkah keluar.“Ayah!” Kedua anak terkejut dengan kedatangan lelaki itu. Mereka sontak memanggilnya bersamaan.Willa juga melihatnya. Matanya langsung membulat saat mendapati pria yang dipanggil ayah oleh dua anak itu.Wow!Sang ayah adalah sosok tinggi dan kuat. Memiliki rambut berwarna cokelat, kulit yang halus dan berwarna sedikit sawo matang, matanya terlihat tajam dan ekspresif, serta memiliki struktur wajah yang simetris dan maskulin.Sial sekali. Ternyata ada manusia yang lebih tampan dari Michael Nelson. Willa memaki sendiri.Secara naluriah, Willa menyelipkan sehelai rambut yang dianggap menutupi pandangan, memperbaiki penampilannya dan berjalan ke arah anak beranak menakjubkan itu.“Paman, syukurlah kau datang. Aku khawatir anak-anak nakal itu kembali.” Willa menyela pertemuan ayah dan anak. Matanya nyaris tidak berkedip menatap lelaki di depannya. Terlihat kuat. Air liurnya hampir menetes membayangkan beberapa hal.Di sisi lain, Ethan sedikit mengerutkan kening. Willa Anderson membuat kejadian barusan terdengar menakutkan. Padahal tadi gadis ini tidak tampak gentar sedikit pun. Kemampuan bela dirinya tidak terbayangkan. Lagi pula kelompok Richard tidak akan kembali secepat itu. Mereka terluka parah.Lalu ada apa dengan cara gadis ini menatap ayahnya? Itu terlihat tidak asing. Ethan mengenalinya sebagai tatapan penuh rasa tertarik seorang wanita pada seorang pria. Jangan katakan dia menyukai ayahnya. Ethan selalu tidak menyukai para wanita genit yang memanfaatkannya untuk mendekati sang ayah.Aaron Harris menoleh pada asal suara dan menemukan seorang gadis muda yang menatapnya dengan mata terpesona, kalau tidak bisa dikatakan mesum. Dia bahkan merasa mata jernih itu memindainya dari ujung kepala hingga kaki.Willa tiba di alamat yang disebutkan para penculik setengah jam kemudian. Setelah membayar taksi, dia mengamati bangunan villa yang tampaknya telah lama tidak ditinggali. Bangunan masih terlihat bagus, tapi tanaman di sekitar tidak terurus.Ivy liar merambat di dinding-dinding villa, menciptakan kesan suram yang menyelimuti seluruh tempat. Willa mengedarkan pandangan dengan hati-hati, mencari tanda-tanda kehidupan atau petunjuk tentang keberadaan Olivia dan Ethan.Pintu gerbang terbuka lebar seperti sengaja menunggunya datang. Saat melangkah memasuki halaman, dua orang pria tinggi besar segera menyergap Willa. Bukannya dia tidak menyadari keberadaan mereka atau tidak bisa menghindari dan melepaskan diri, tapi Willa mengkhawatirkan nasib Olivia dan Ethan."Aku ingin melihat sendiri kalian membebaskan dua anak itu," ujarnya pada kedua pria dengan suara yang tenang meski jantungnya berdetak keras.Tapi tidak ada tanggapan dari mereka. Kedua pria itu bahkan tidak menunjukkan ekspresi apa
Ada sedikit keributan di ujung sambungan, suara benda-benda yang dilempar, lalu makian diselingi jeritan.Angela yang tak sengaja mendengar ucapan Willa langsung mencoba menebak apa yang sedang terjadi. Dia berusaha lebih dekat untuk mendengar suara dari ponsel Willa.“Nona Anderson, Nona Harris dan saudara laki-lakinya akan baik-baik saja. Mereka sedang bermain bersama kami. Begitu Anda tiba di tempat yang kami tentukan, kami akan mengirimnya kembali ke rumah dengan selamat.” Sebuah suara berat dan sedikit serak terdengar kemudian. Ada nada mengancam di dalamnya.Willa tidak bisa tidak mengeluh dalam hati. Entah siapa yang punya ide gila menculik anak-anak Harris. Apa mereka tidak takut jika tuan Harris bertindak?“Jangan mencoba memberitahu siapa pun. Mereka hanya jaminan—““Dan kalian menjadikan anak-anak tuan Harris sebagai jaminan. Kalian pasti sudah gila.” Willa mengucapkan kata-kata itu dengan nada dingin.“Jangan mencoba menggertak kami, Nona Anderson. Begitu kau tiba di sini,
“Itu bukan sesuatu yang bisa diselidiki dengan mudah.” Aaron menjawab jujur. Tapi dia memang sudah menemukan sesuatu yang mengarah pada kebenaran dari ‘penglihatan’ Willa. Dia sedikit sakit kepala karena tidak menemukan alasan yang masuk akal tentang bagaimana gadis ini bisa mengetahuinya.Selain dia harus mempercayai bahwa Willa memang bisa melihat sesuatu, tidak ada yang bisa dilakukan Aaron lagi.Willa tidak terlalu cerewet. Dia hanya mengangguk sedikit dengan penjelasan singkat Aaron. Lalu katanya, “Baiklah, aku harap kau bisa segera menemukan kebenarannya. Aku bisa melihat bagaimana jahatnya wanita itu.”Aaron hendak mengatakan sesuatu seperti bahwa dia tidak boleh terlalu cepat mengambil kesimpulan, tapi kemudian membatalkannya. Willa mengaku telah ‘menyaksikan’ sendiri bagaimana Hannah telah memasukkan sesuatu ke dalam tempat air minum.Willa terlihat berjalan mendekati Aaron, seperti hendak pergi. Tapi dia berhenti sangat dekat dengan pria itu.“Paman, bagaimana dengan jawaba
"Apa aku harus memberitahu semua yang terjadi di rumahku padamu?" Aaron berujar dingin. Nada suaranya datar namun menusuk, membuat nyonya Thompson mundur selangkah. "Hubunganku dengan siapapun di rumah ini bukan urusanmu."Dia mengabaikan semua pertanyaan dan rasa penasaran tamunya. Tatapan tajamnya menyapu seisi ruangan, berhenti sejenak pada William yang masih menatap Willa dengan pandangan tidak percaya.Tidak ada yang bisa dikatakan semua orang. Keheningan yang canggung menyelimuti ruangan. Tanpa menambahkan sepatah kata pun, Aaron berbalik dan melangkah menaiki tangga marmer menuju kamarnya untuk mandi.Willa dan Olivia juga meninggalkan ruang tamu. Olivia menggandeng tangan Willa erat, mendongak menatap wajah gadis itu dengan senyum lebar. Sebelum pergi, Willa memberi semua orang senyum penuh makna yang bisa berarti banyak hal—kemenangan, kepuasan, atau mungkin ejekan halus."Selamat sore," ucapnya ringan sebelum beranjak pergi.Lidya nyaris mencekik gadis itu jika saja William
Willa yang mendengar celaan itu hanya tertawa kecil. Baginya, ucapan gadis itu tidak berarti apa-apa.“Sebelumnya kau menyebutku gadis sembarangan. Sekarang kau menambahkan aku sebagai gadis tidak tahu malu.” Willa maju selangkah dan menilai gadis asing di depannya.Penampilannya memang tampak bagus. Tapi mulutnya sangat tajam membuat orang ingin menamparnya.“Tahukah kau siapa orang yang terus kau rendahkan ini? Kau harusnya memastikan dulu orang yang kau singgung. Dengar baik-baik, aku adalah calon nyonya rumah ini. Calon nyonya Harris.” Willa memberitahu semua orang di ruang tamu tanpa ragu sedikit pun.Beberapa pelayan yang memperhatikan hanya bisa saling pandang satu sama lain. Mereka tidak berani menertawakan atau juga membenarkan. Nona Anderson bukan gadis sembarangan. Jika dia bisa memasuki rumah ini dengan mudah dan membuat tuan mereka tidak bisa melakukan apa-apa padanya, bukankah itu luar biasa? Lagi pula dia bukan gadis yang jahat. Mungkin yang dikatakannya suatu hari akan
Mereka telah dipersilakan masuk dan menunggu di ruang tamu. Minuman dan beberapa camilan telah disajikan, tapi Aaron masih saja belum kelihatan. Dia belum pulang dari perusahaan. Tapi itu memang wajar. Menunggu bintang keberuntungan bukan masalah. Jadi mereka dengan bersemangat mulai menunggu.Nyonya Thompson memandang sekeliling dengan antusias. Dia telah mengagumi bangunan mewah ini dalam beberapa kali kunjungan yang jarang. Membayangkan dia bisa dengan bebas keluar masuk tempat ini suatu saat sungguh membuat perasaannya mengembang seperti balon udara. Itu akan luar biasa!Ethan dan Aaron tahu bahwa sedang ada tamu yang menunggu ayahnya di bawah. Tapi mereka tidak berniat untuk menemui keluarga Thompson. Itu merupakan urusan ayahnya. Lagi pula, mereka tidak cukup dekat hingga harus pergi untuk menyapa.Keluarga Thompson telah menunggu selama lebih dari satu jam. William yang awalnya sudah enggan ikut pergi, kini wajahnya semakin muram. Dia terus mengece