Beranda / Romansa / Pay Me With Your Body / 18. Dua Penjaga Terkuat

Share

18. Dua Penjaga Terkuat

Penulis: Black Aurora
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-26 16:07:16
Mentari senja menari di atas ombak, memantulkan cahaya keemasan yang terlukis di permukaan laut.

Saat makan siang tadi, Dominic memberitahukan bahwa saat ini NORD tengah melewati beberapa gugusan kepulauan, dan salah satunya adalah pulau tidak berpenghuni karena ukurannya yang sangat kecil, namun memiliki pemandangan yang tak kalah indahnya.

Maka di sore yang tenang ini, Dominic pun melontarkan ide untuk mengajak Aveline berlayar dengan boat kecilnya yang ramping dan elegan.

Ternyata di dalam NORD, ada sepuluh boat kecil yang bisa digunakan untuk sekedar berlayar atau pun untuk mampir ke kota terdekat, jika superyacht ini tidak bersandar di dermaga.

Desau angin menyapu lembut wajah Aveline yang diam di atas kursi boat, serta menerbangkan helai-helai rambut pirang yang tampak berkilauan di bawah cahaya golden hour.

Satu tangannya memegang bagian tepi kapal kecil itu, sementara manik birunya sesekali melirik waspada ke arah belakang.

Aveline melihat Zeus yang sedang duduk de
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rosy
seugal ugalan itu ya anda pak dom :D ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pay Me With Your Body   98. Vesgos : Jejak Yang Tertinggal

    Udara Vesgos sore itu terasa dingin dan lembap. Dominic berdiri di depan bangunan besar bergaya klasik, yang lebih menyerupai benteng tua daripada rumah tinggal. Pilar-pilarnya tinggi, catnya sedikit terkelupas, namun aura kekuasaan tetap melekat kuat pada setiap lekuk bangunannya.“Château Deveraux,” guman Dominic pelan sambil menatap pintu besi hitam yang mulai terbuka perlahan.Seorang pelayan berpakaian rapi membukakan pintu dan mempersilakan Dominic masuk ke dalam ruang tamu yang luas. Aroma kayu tua, buku lawas, dan anggur yang tersimpan berabad-abad menyeruak di udara.Lucien Deveraux muncul dari balik pintu lain. Pria itu tinggi, berwibawa, rambutnya perak dengan sisiran sempurna. Mata tajamnya mengamati Dominic dengan ketenangan yang dingin, seperti sedang mengukur ancaman yang mungkin dibawa oleh tamunya.“Dominic Wolfe,” ucap Lucien datar. “Akhirnya kita bertemu.”“Terima kasih sudah meluangkan waktu,” balas Dominic singkat.Mereka saling berjabat tangan. Tidak erat. Ti

  • Pay Me With Your Body   97. Berjalan Bersama

    Langit di atas lautan mulai menggelap perlahan, memantulkan cahaya oranye keemasan dari mentari senja. Di dek atas NORD, Dominic berdiri dengan tangan bersidekap serta menatap lurus ke garis horizon. Angin laut lembut menerbangkan helai-helai rambutnya yang coklat gelap, namun pikirannya sama sekali tak tenang.Lalu tiba-tiba ia mendengar langkah kaki ringan mendekat di belakangnya“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Aveline lembut, sambil menyelipkan tangan ke lengannya.Dominic menoleh pelan, menatap wajah istrinya dengan kelembutan yang tak pernah usai. Lalu satu kecupan pun mendarat di puncak kepala Aveline sebelum ia menjawab.“Kamu,” jawabnya jujur. “Dan tentang apa yang akan terjadi kalau aku kehilangan kamu.”Aveline tersenyum kecil. “Kamu tidak akan kehilangan aku, Dominic.”Dominic mengangguk pelan. Pria itu lalu menundukkan wajahnya untuk mencium bibir Aveline-nya yang manis, seolah ingin memastikan bahwa kehadirannya nyata dan tetap utuh.Tiba-tiba ponselnya bergetar, dan n

  • Pay Me With Your Body   96. Ingin Merebut

    Aroma khas rumah sakit yang menusuk hidung menyambut Clarissa saat kelopak matanya perlahan terbuka. Pandangannya kabur karena sinar lampu putih menyilaukan di langit-langit, dan suara mesin monitor detak jantung berdetak pelan di telinganya. Setiap senti tubuhnya terasa seperti dihantam palu. Sakit, nyeri, perih, dan menusuk hingga ke tulang. Ia mengerang pelan dan mencoba menggerakkan tangan, namun lengan kirinya terbungkus perban tebal. Sakitnya luar biasa. Wajahnya terasa berat dan kaku, bahkan sebagian seperti mati rasa. Saat pandangannya mulai fokus, ia menangkap bayangan seseorang berdiri di sisi tempat tidurnya. Seseorang yang tinggi, tegap, dan diam membatu seperti patung. Matanya menyipit untuk mengenali sosok samar itu,Tapi detik berikutnya, jantungnya hampir berhenti ketika menyadari tatapan mata serta ketegasan yang dingin tanpa belas kasihan itu yang terasa familier. “Dominic…?” suara Clarissa serak dan lemah, hampir tak terdengar. “Kamu sudah sadar.” Pria it

  • Pay Me With Your Body   95. Musnah

    Suara hujan masih tersisa dalam bentuk titik-titik lembap di kaca depan mobil, saat Ezra Blaine menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. Satu tangan memegang setir dan satunya lagi menangkup dagu. Mobil sedan hitam itu meluncur mulus di jalan menurun menuju batas kota, membelah hening malam yang dipenuhi cahaya oranye dari lampu jalan. Di sebelahnya, Clarissa Blaine, wajah putrinya itu terlihat jelas amarah yang belum sepenuhnya reda. “Sombong sekali dia,” guman Clarissa sambil menatap jendela, wajahnya memantul samar di balik bayangan malam. “Lucien Deveraux itu benar-benar angkuh. Kita sudah datang baik-baik, bahkan menyodorkan kerja sama.” Ezra mendengus, menggertakkan gigi. “Lucien selalu berpikir dia di atas semua orang. Bahkan dulu sejak ayahnya masih hidup, keluarga Deveraux memang terkenal selalu menutup pintu untuk siapa pun yang ingin menyentuh ‘zona nyaman’ mereka.” Clarissa melirik ayahnya. “Tapi kita butuh dia. Kita tidak bisa membangun aliansi tanpa dukungan p

  • Pay Me With Your Body   94. Racun

    Baru saja Dominic berniat menyergap bibir Aveline yang menggiurkan, tiba-tiba ponselnya yang diletakkan di samping botol air tiba-tiba berdering nyaring. Layarnya menunjukkan sebuah panggilan video masuk dari ibunya. Dominic mendengus, separuh kesal karena momen intim mereka terpotong. Tapi ia tetap menjawab dan menegakkan tubuhnya, menyambungkan panggilan ke layar lebar yang terpasang di dinding gym. Sedetik kemudian wajah kedua orangtuanya muncul di layar. Ayah Dominic yang mengenakan sweater rajut dan terlihat lebih sehat, serta ibunya yang duduk di sampingnya di balkon apartemen mereka di Swiss, dengan latar pegunungan Alpen yang membentang indah. "Hey, pria besar dan keras kepala!” sapa ibunya ceria. “Dan halo menantuku yang cantik!” Aveline tersenyum seraya melambaikan tangan. “Halo, Ibu. Ayah.” “Aku melihat perubahan besar di wajah Dominic,” ujar ibunya sambil tersenyum hangat. “Dia kelihatan lebih bahagia dan hidup.” Ayah Dominic terkekeh pelan. “Mungkin kar

  • Pay Me With Your Body   93. Cinta Mati

    Udara pagi di NORD terasa segar, sejuk dengan aroma khas hutan pinus yang membungkus bangunan kaca tempat gym terbuka itu berada. Sinar matahari menerobos langit-langit transparan, menari di atas permukaan baja peralatan gym, menciptakan refleksi keemasan yang hangat di lantai kayu yang bersih. Dominic Wolfe mengenakan kaus berwarna abu gelap yang melekat sempurna di tubuh kekarnya. Celana training hitam membingkai kakinya yang kokoh saat ia berbaring di bangku, mengangkat barbel baja seberat lebih dari tubuh manusia biasa. Setiap gerakan ototnya terukur, tegang, dan penuh kendali. Tapi bukanlah beban yang membuat dahinya berkerut dalam konsentrasi penuh, melainkan sosok perempuan yang berlari di atas treadmill tidak jauh darinya. Aveline. Keringat membasahi pelipis dan tengkuk istrinya, tapi ia tetap saja terlihat sangat menawan. Rambut pirangnya diikat tinggi, dan tubuhnya yang ramping terus bergerak dengan mantap di atas mesin. Namun manik coklat gelap Dominic yang ta

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status