Ayu menangis tersedu-sedu, seolah-olah telah mengalami ketidakadilan yang besar. Dia pikir dengan cara ini, dia bisa membuat ayahnya melunakkan hati, membuat Kahar kasihan padanya, dan membuat semua orang tidak bisa berbuat apa-apa.Tak disangka, orang pertama yang memukulnya kali ini justru adalah ayahnya ...."Plak!"Damar menampar bagian wajah Ayu yang tidak terluka. Wajahnya awalnya sudah berdarah akibat lukanya yang robek. Ditambah dengan tamparan ini, wajahnya pun bertambah bengkak."A ... Ayah?" Ayu menoleh dan menatap Damar dengan tidak percaya.Namun, dia malah mendapati Damar membelakanginya dan berkata dengan dingin, "Aku nggak nyangka kamu tega melakukan hal seperti ini pada ibumu. Abista, sebelumnya Ayah yang salah karena percaya pada kata-kata Ayu. Sekarang, masalahnya sudah jelas. Aku akan beri kalian sebuah pertanggungjawaban."Ayu tidak menyadari bahwa Abista yang berada di hadapan Damar sedang menatap mereka dengan wajah penuh kekecewaan dan kebencian. Oleh karena itu
Pada saat ini, jawabannya sudah sangat jelas. Abista bertanya dengan tenang, "Ayu, mana uangnya?"Ayu tiba-tiba menunjukkan tampang memelas dan menggeleng dengan panik. "Bukan aku, Kak Abista. Bukan aku yang mencurinya!"Ayu langsung menangis sejadi-jadinya. "Ayah, Kak Kahar, percayalah pada Ayu. Ayu benar-benar nggak curi uang Kak Kama.""Jangan panggil aku Kak Kama!" Kama mengepalkan tangannya dan berseru marah, "Awalnya aku memang buta, makanya aku memperlakukanmu seperti adik kandung. Tapi, gimana kamu membalasnya? Kamu menindas Syakia, membohongiku, mencuri uangku, dan bahkan suruh orang untuk gali tulang ibuku! Dia itu ibuku! Kalau kamu punya rasa kemanusiaan, kamu nggak seharusnya melakukan hal seperti itu!""Kak Kama, omong kosong apa yang kamu bicarakan!" Kahar langsung membela Ayu, "Ayu sudah jelaskan bahwa bukan Ayu yang melakukannya, melainkan anak buahnya ....""Aku mendengarnya sendiri! Dia sendiri yang mengakuinya!" Tanpa ragu, Kama langsung memotong Kahar yang masih i
"Siapa yang curi uangmu?" tanya Abista dengan agak mengernyit setelah mendengarnya.Kama mengangkat tangannya dan menunjuk ke dalam. "Dia! Dia curi uang yang kutaruh di kotak bawah tempat tidurku."Saat ini, wajah Ayu masih berlumuran darah. Dia yang ditunjuk berujar dengan sedih, "Ayah, Kak Abista, jangan dengarkan omong kosong Kak Kama. Aku sama sekali nggak curi uang Kak Kama. Kalau kalian nggak percaya, tanya saja pada Kak Kahar. Kak Kahar bisa bersaksi untukku.""Di mana Kahar?""Di sini! Aku di sini!"Kahar datang di waktu yang sangat tepat. Baru saja Damar menanyakan keberadaannya, Kahar langsung masuk dari luar.Setelah memasuki halaman, Kahar yang terengah-engah beristirahat cukup lama sebelum berkata, "Aku ... aku bisa bersaksi bukan Ayu yang mencurinya.""Berhubung bukan Ayu yang mencurinya, maksudmu Kama yang bohong?"Damar kembali menatap Kama dengan tatapan acuh tak acuh.Namun, Kahar menjawab lagi, "Nggak, uang Kak Kama pasti dicuri."Jika tidak, Kama tidak akan begitu m
Yang satu karena uangnya, dan yang satunya lagi karena wajahnya. Namun, setengah tahun yang lalu, baik Ayu maupun Kama tidak pernah menyangka hubungan mereka akan mencapai titik ini.Para pelayan di sekitar gemetar ketakutan setelah melihat mereka berdua.Pada saat ini, terdengar ketukan di pintu tempat Kama bersandar."Kama, apa yang kamu lakukan di area tempat tinggal adikmu pagi-pagi begini? Cepat buka pintunya!"Mata Ayu seketika berbinar begitu mendengar suara itu. Dia pun berteriak kegirangan, "Ayah! Selamatkan aku! Kak Kama sudah gila! Dia mau membunuhku!"Orang di luar pintu adalah Damar.Bertolak belakang dengan kegembiraan Ayu, wajah Kama tiba-tiba menjadi muram. Dia bersandar erat di pintu tanpa berkata apa-apa dan enggan membuka pintu."Duk! Duk!"Orang di luar sepertinya menyadari pikiran Kama. Ketukan di pintu dengan cepat berubah menjadi gedoran yang kuat.Damar berkata dengan suara berat, "Kama, buka pintunya sekarang juga!"Ayu pun memanfaatkan kesempatan ini untuk men
Baru saja Ayu selesai berbicara, Kama tiba-tiba menerjang ke hadapannya."Plak!"Sebuah tamparan yang kuat langsung mendarat di wajah Ayu. Ayu pun merasa pusing dan tatapannya menjadi berkunang-kunang. Seluruh tubuhnya langsung terhuyung dan menghantam pintu dengan suara gedebuk. Dia tidak dapat bereaksi untuk waktu yang lama."Aah! Nona Ayu!""Tuan Kama, berhenti!""Cepat hentikan Tuan Kama!"Para pelayan di area tempat tinggal Ayu sontak ketakutan setelah menyaksikan kejadian ini. Melihat Kama tidak berniat untuk berhenti setelah menampar Ayu, malah mengangkat tangan untuk memukulnya lagi, wajah para pelayan memucat dan mereka bergegas menghentikannya.Ada orang yang menyeret Kama, ada juga yang menahan Kama. Pokoknya, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menghentikannya. Jika Ayu benar-benar dipukuli oleh Kama, takutnya riwayat semua pelayan di sini akan tamat. Jadi, meskipun sangat takut pada Kama yang murka, mereka tetap bergegas maju untuk menghentikannya. Kama diseret 3 meter ja
"Dasar pengemis bau! Beraninya kamu datang ke Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan untuk buat onar! Cepat pergi!""Kamu yang pergi!" Kama menarik penjaga pintu dan berseru, "Buka matamu lebar-lebar dan lihat siapa aku!"Setelah mendekat, mata penjaga pintu akhirnya berfungsi dengan baik. Dia membelalak dan berujar, "Tuan Kama? Kamu itu Tuan Kama?""Kalau sudah mengenaliku, cepat buka pintunya!"Penjaga pintu itu hampir langsung membukakan pintu, tetapi tiba-tiba teringat sesuatu dan berhenti."Umm ... Tuan Kama, bukannya aku nggak mau bukakan pintu untukmu, tapi Adipati Damar sudah bilang kamu itu bukan lagi anggota keluarga ini. Jadi, kamu nggak boleh keluar masuk kediaman ini sesuka hati.""Oke." Setelah mendengar ucapan penjaga pintu, di luar dugaan, Kama malah tersenyum dan mengangguk, seolah-olah akan menurutinya.Namun, pada detik berikutnya, sebelum penjaga pintu sempat bereaksi, Kama tiba-tiba mengangkat kakinya dan menendang gerbang Kediaman Adipati Pelindung Kerajaan hingga te