MasukAkibat kematian guru besar, dunia persilatan kacau balau. Mereka berlomba-lomba memperebutkan pedang legendaris sang guru besar. "Pedang ini, harus dimiliki oleh jiwa yang murni. Agar pertumpahan darah tidak terulang." Barang siapa yang bisa memilikinya, dia akan menjadi pendekar tak terkalahkan. Oleh sebab itu, keberadaan Nalini menjadi sangat terancam. Dia harus melindungi dan bersembunyi dari para pendekar yang mengincar pendang legendaris. Sambil terus mencari orang yang pantas menerima pedang legenda sang kakek. Mampukah Nalini berhasil selamat dari kejaran para pendekar tangguh dan berhasil menemukan orang yang berhak menerima pedang legenda pusaka milik keluarga Dansyaksa.
Lihat lebih banyak"Tinggalkan kami berdua. Aku hanya ingin berbicara empat mata dengan cucuku." Semua orang yang berada di kamar sang Guru segera berhamburan keluar.
Sejak guru besar dunia persilatan ini sakit, tidak sedikit para pendekar datang mengunjungi perguruan Danadyaksa setiap harinya. Mereka juga sering membawa buah tangan seperti obat-obatan herbal dan beberapa barang berharga. "Aku tidak akan membebani mu untuk mengurus perguruan ini." Nalini tahu kemana arah pembicaraan sang kakek. Dia masih tidak rela jika kakeknya harus pergi meninggalkannya. Satu-satunya keluarga yang dia miliki hanyalah sang kakek. Dia kehilangan kedua orang tuanya ketika terjadi perang besar untuk menyatukan dunia persilatan. Berkat usaha sang guru besar untuk menciptakan perdamaian, walau harus melewati berbagai perang pertumpahan darah. Serta hasil akhir yang tidak sesuai harapan, sang guru besar harus kehilangan keluarganya dan tersisa hanya seorang cucu perempuan. Tapi itu setimpal dengan pengorbanan sang guru besar. Setelahnya dunia persilatan menjadi lebih damai dan tertib. Sekarang dunia persilatan terbagi menjadi empat kerajaan. Kerajaan bagian Utara, Selatan, Timur dan Barat. Tidak hanya keempat kerajaan saja. Kehebatan ilmu bela diri sang guru besar juga membuat para klan pendekar tunduk dibawahnya. Semua mengikuti aturan dan arahan dari guru besar yang bijak mengatur perdamaian, hak serta kewajiban yang harus dilaksanakan setiap pihak. "Hanya ini yang aku tidak bisa percayakan pada siapapun, kecuali keluargaku sendiri." Sang kakek mengangkat dan menyerahkan pedang yang selama ini menemaninya. Pedang itu sudah ada dari keturunan pertama di keluarga Danadyaksa. Diturunkan kepada ahli waris sebagai pusaka keluarga. Namun sayang, dimasa kelam itu sang kakek yang terlihat keji untuk sebagian besar orang karena memulai peperangan untuk menyatukan dunia persilatan. Dia terkena kutukan tragis. Keluarganya tidak akan bisa lagi menggunakan pedang legendaris. Jika mereka tetap memakainya, maka akan membawa pertumpahan darah dan keluarga Danadyaksa akan musnah selamanya. Awalnya kutukan itu hanyalah dianggap angin lalu oleh sang guru besar. Dia tidak mempercayai, sampai anak-anak dan menantunya yang menggunakan pedang legendaris. Satu per satu mati mengenaskan di medan pertempuran atau ketika bertarung melawan musuh. "Pedang ini, harus dimiliki oleh jiwa yang murni. Agar pertumpahan darah tidak terulang." "Berikan saja itu pada Kakak seperguruan yang tertua. Aku tidak bisa menerima beban seberat ini atau Kakek harus bisa sembuh, nanti aku--" "Tenang Nalini. Kakek tahu kemampuanmu sudah berkembang pesat." "Apapun yang terjadi kedepannya, Kakek akan selalu mengawasi mu dari langit." Ucap sang Kakek sambil tersenyum. Setelah itu matanya mulai perlahan turun dan tertutup. Seolah tidak ada penyesalan yang dia tinggalkan. "Kakek... bangun, Kakek!" Nalini berteriak histeris, melihat tangan yang terulur padanya jatuh dengan lunglai ke atas kasur. Nalini menjadi makin panik dan menangis histeris. Orang yang pertama kali masuk adalah kakak seperguruan mereka yang paling tua. Dia yang sudah diamanati oleh sang guru besar untuk melanjutkan perguruan serta menjaga cucu satu-satunya. "Nona, berikan pedangnya padaku. Sebentar lagi orang-orang pasti akan masuk karena mendengar teriakan anda." Nalini hendak memberikannya, namun detik berikutnya dia menarik lagi pedang tersebut kedalam dekapannya. Kakak tertuanya ini sangat baik dan bijaksana. Bisa saja dia juga memiliki jiwa yang murni. Tapi mengapa kakeknya tidak langsung memberikan pedang legendaris pada kakak tertua. "Tidak. Aku akan menyimpan pedang ini." Nalini berusaha menyeka air matanya, mulai sekarang dia harus kuat. Nalini bertekad akan mewujudkan pesan terkahir dari sang kakek. "Baiklah, tapi beberapa orang akan segera masuk. Mereka sudah lama mengincar anda dan juga pedang legendaris." Ada jeda yang singkat ketika kakak tertua menatap wajah tegas Nalini. "Nona tidak bisa muncul dengan pedang itu, untuk sementara sembunyikanlah di tempat yang aman." "Sementara itu saya akan keluar dan menahan orang-orang yang ingin masuk." Kakak tertua pun keluar dari kamar. Nalini ingat ada pintu rahasia dibalik rak buku yang menempel di dinding. Kunci pembukanya adalah sebuah buku. Begitu buku itu dicabut dari barisan, rak buku tersebut akan bergeser membuka. Rak buku itu adalah pintu rahasia dari sebuah lorong yang gelap di depan sana. Nalini tidak tahu seberapa panjang dan kemana lorong itu bermuara. Nalini juga tidak sengaja mengetahui tentang pintu rahasia ini. Saat sang Kakek membukanya. Saat dirinya sedang bersembunyi di ruangan itu. Tidak banyak waktu, suara orang-orang yang protes juga mulai terdengar semakin jelas. Nalini putuskan untuk menyimpannya dibalik pintu lorong. Disimpannya pedang legendaris itu di celah kecil pintu. Pintu tertutup kembali bertepatan dengan masuknya putra mahkota kerajaan timur. Catra Arnawarman. Setelah perang usai, guru besar memutuskan untuk menetap di tanah kelahirannya yang sekarang menjadi daerah kekuasaan kerajan timur. Sebutan lain dari kerajaan timur adalah Arnawarman. Kedekatannya yang spesial dengan Raja Arnawarman juga membuat sang guru besar menjodohkan cucu satu-satunya dengan putra mahkota Arnawarman. "Nalini. Semuanya akan baik-baik saja." Dia langsung menghambur, memeluk Nalini untuk menenangkan. Untunglah putra mahkota datang dengan membawa beberapa penjaga istana. Para penjaga istana langsung mengamankan area perguruan Danadyaksa. Keamanan diperketat apalagi di kamar guru besar, yang tidak berkepentingan jelas dilarang untuk masuk. Kabar meninggalnya guru besar pun langsung tersebar ke segala penjuru dunia persilatan. Raja Arnawarman juga sudah memutuskan bahwa pihak kerajaan akan melakukan acara pemakaman bagi guru besar. Begitu pun dengan jamuan dan penyambutan bagi siapa saja yang datang ke negerinya untuk melakukan penghormatan terakhir pada sang guru besar.Putra mahkota menggeraka kepala untuk menyuruh kedua pelayan itu meninggalkan dirinya dan Nanda. Setelah hanya berdua, putra mahkota berjalan perlahan menuju Nanda.“Sudah larut malam, pria dan wanita tidak seharusnya bersama. Ini akan mencoreng nama baik anda Yang Mulia.” Ucap Nanda, terlihat dari gesture badannya akan meninggalkan putra mahkota sendirian. Namun tangannya ditarik begitu saja, tubuhnya sedikit limbung dan untuk menahannya agar tidak terjatuh putra mahkota segera menangkap tubuh Nanda.“Aku tidak peduli dengan semuanya, bukankah kamu sudah tahu akan hal itu?” Nanda berusah melepaskan diri dari pelukan putra mahkota namun kekuatannya sangat tidak seimbang, putra mahkota semakin mendekap Nanda dengan posesif. “Seminggu lagi kita akan menikah, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Nona Nanda.”Putra mahkkota lalu melepaskan Nanda dan dengan menadapatkan kesempatan itu, Nanda segera berlari menuju kamarnya. Bahkan dia masih merasa meriding tawa menggelegar dari putra mah
Jika di kereta kuda Janu sudah kagum dengan segalam ornament mewahnya. Maka ketika dia memasuki lingkungan kerajaan Utara Janu sampai ternganga, jangan ditanya dengan bagunannya. Kerajaan utara terkenal dengan kontruksinya yang sangat kokoh dan mewah. Hamparan taman bunga yang berisikan bunga-bungan langka belum pernah Janu lihat sebelumnya. Kepala dan badan Janu jadi tidak selaras, melihat keseluruh penjuru area.Banyaknya pelayan menyapa dan berlalu lalang mengerjakan tugas mereka masing-masing disetiap lorong yang dilewati. Reaksi Janu tidak terlepas dari pengamatan dua saudara ini. Dalam pikiran Kaila menganggap Janu adalah orang yang lucu, sepertinya tamu sang guru ini bukan berasal dari keluarga bangsawan seperti kebanyakan kenalan beliau.“Janu, apa ini pertama kalinya masuk ke lingkungan istana?” Janu mengangguk menjawab pertanyaan Kaila tanpa mempedulikannya. Mata Janu masih tertuju ke tempat lain seolah tidak mau kehilangan pemandangan indah yang terhampar dihadapannnya.Bed
Semua menikmati anggur dan makan yang disediakan oleh kediaman keluarga Altarik. Hampir dipastikan semua tamu yang hadir sudah mabuk akibat putra mahkota yang terus-terusan mengajak bersulang dan itu tidak bisa ditolak oleh mereka.Pelayan pribadi satu per satu berpamitan untuk membawa tuannya untuk pulang pada Jahan sang tuan rumah. Itu pula yang membuat Nanda tidak memiliki alasan untuk tetap diam di tempatnya, dia juga meminta izin pada kakaknya untuk kembali kedalam kamar.Nanda mempercepat langkahnya, dia sudah tidak suka dengan acara yang seperti ini ditambah dia takut ketahuan oleh kakak seperguruan yang sejak tadi tidak mengalihkan pandangan darinya. Benar saja dipersimpangan jalan, kakak seperguruannya mencegat langkah Nanda.Rona merah di pipinya menandakan kalau dia juga sudah dalam keadaan mabuk berat. “Orang mabuk akan dua kali lebih berbahaya karena akal sehatnya tidak berfungsi.” Ucap Nanda dalam hati. “Selamat malam tuan muda, mungkin anda tersesat, perjamuan makan mal
Janu sedikit menjaga jaraknya dari wanita bangsawan itu. Anehnya lagi wanita bangsawan itu malah lebih mendekatkan diri pada Janu. Keningnya berkerut melihat tingkah Janu yang seperti menghindari dirinya, padahal dia tidak akan berbuat jahat pada Janu, dia lalu menunjuk papan pengenal yang tersampir di pinggang Janu.“Jadi kamu adalah cucu Guru yang hilang itu?” Janu meraba kemudian mengambil papan identitas yang tersampir di pinggangnya. Janu harus segera menjelaskan semua agar tidak ada kejadian salah paham seperti yang dirinya lakukan dengan Nira.“Ah, aku hanya—““Yang Mulia Putra Mahkota…” Teriak salah satu pelayan di ujung jalan. Orang-orang yang sedang memadati jalanan langsung menghindar, lenggang seketika dan begitu kereta kuda lewat, semua membungkukkan badan menyambutnya. Jendela kereta kuda putra mahkota terbuka, dia bisa dengan leluasa melihat lingkungan sekitar.Walau ragu Janu juga ikutan membungkuk karena semua orang sedang membungkuk akan terlihat aneh kalau dia tetap
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.