Share

Bab 431

Author: Emilia Sebastian
Adika mau memasak untuk adiknya? Kama tidak dapat bereaksi untuk sesaat. Dia segera menoleh ke arah adiknya.

Namun, Syakia hanya mengangguk dengan sangat santai. “Oke! Kalau begitu, repotin Pangeran Adika, ya.”

Adika langsung tersenyum, lalu mengambil sekeranjang hasil panen Syakia. “Kalau begitu, kamu istirahat saja dulu. Aku akan tangani bahan-bahan makanan ini.”

Bahan-bahan makanan itu sebenarnya hanyalah bahan makanan nabati segar berupa jamur liar, jamur bambu, rebung, dan sayuran lainnya.

Adika terlihat sangat mengenal tempat ini. Dia membawa masuk bahan-bahan makanan itu ke dapur kecil Syakia dengan sangat alami.

Syakia pun berbalik dan duduk di halaman. Sementara itu, Kama berdiri di samping dengan agak kaku dan melirik ke arah dapur sesekali.

“Sya ... Sahana, kamu benar-benar mau biarkan Pangeran Adika masak? Bukankah itu ....” (Kurang bagus?)

Kama awalnya hendak berkata begitu. Namun, begitu menoleh, dia malah melihat Syakia yang bersikap tenang.

“Apa yang kurang bagus?”

Sya
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 434

    Setelah belajar sepanjang pagi, Shanti menyuruh Syakia pergi ke ibu kota.“Kalau mau belajar Tiga Belas Jarum Hantu, kamu harus lebih dulu siapkan satu set jarum khusus. Cari saja seorang pengrajin bernama Laksana di timur kota. Bilang kamu itu orang dari Kuil Bulani. Dia akan langsung tahu jarum seperti apa yang harus dia buat untukmu.”“Baik.”Setelah makan siang, Syakia pun membawa Eira turun gunung. Mereka menumpangi kereta sapi seorang penduduk desa dan tiba di ibu kota 4 jam kemudian.Setelah masuk ke kota, Syakia dan Eira pun berjalan ke arah timur kota dan menemukan toko yang dibuka keluarganya Laksana. Itu bukanlah sekadar toko besi biasa. Ada banyak barang indah di sana yang terbuat dari emas, perak, dan giok hijau. Sebaliknya, justru barang dari besi yang ada paling sedikit di sana.Begitu berjalan masuk ke toko, Syakia langsung menemukan Laksana. Bagaimanapun juga, hanya ada satu orang di dalam toko.“Permisi, apa kamu Tuan Laksana?” tanya Eira sambil melangkah maju.Saat m

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 433

    Syakia menggigit bibirnya, tetapi tetap berkata dengan nada acuh tak acuh, “Buat apa kamu perhatikan dia? Aku sama sekali nggak peduli sama keadaannya.”Adika langsung tertawa tanpa suara, lalu menghibur, “Iya, iya. Bukan kamu yang peduli, tapi aku. Aku memang ingin lihat segimana menariknya ekspresi Adipati Damar sekarang.”Damar tidak menyangka rahasia yang sudah disembunyikannya malah dikuak oleh kedua putranya. Salah satu orang itu bahkan merupakan calon penerus yang dididiknya secara pribadi. Tidak mungkin dia benar-benar tidak melakukan sesuatu terhadap Abista.Bagaimanapun juga, Damar sudah terkenal kejam dan tidak berperasaan. Dia tidak mungkin tidak melakukan apa-apa. Semuanya hanya tergantung pada seberapa kejamnya dia terhadap putra sulungnya.“Beberapa hari lagi, hampir semua tugasku akan selesai ditangani. Bersiap-siaplah. Nanti, aku sudah bisa mengajarimu seni bela diri.”Adika dan Syakia sudah mencapai kesepakatan dalam hal ini. Hanya saja, perjalanan ke Lukati pada saat

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 432

    Kama menceritakan tentang semua yang ditemukannya di ruang baca Damar kepada Syakia. Setelah mendengar bahwa buku keuangan itu berkaitan dengan harta Keluarga Kuncoro, mata Syakia langsung mendingin. Syakia tahu masalah waktu itu tidaklah sederhana. Tak disangka, dugaannya memang benar. Apanya yang berpangku tangan? Takutnya, ayahnya yang “baik” itu mungkin terlibat dalam kehancuran Keluarga Kuncoro.Syakia agak menunduk dan menyembunyikan kilatan dingin dalam matanya.“Di mana buku keuangan itu sekarang?” tanya Syakia.Kama menjawab dengan agak malu, “Waktu itu, aku nggak hati-hati dan ketahuan. Aku nggak sempat bawa pergi buku keuangan itu. Sekarang, buku itu masih ada di dalam ruang baca Ayah.”Namun, setelah mengatakan semua itu, Kama buru-buru menambahkan, “Tapi, kamu nggak boleh ke sana, ya. Kedua tindakanku itu sudah menarik perhatian Ayah. Sekarang, ruang bacanya seharusnya dijaga dengan ketat. Jadi, sebaiknya aku saja yang cari cara. Kamu tenang saja, aku pasti akan dapatkan

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 431

    Adika mau memasak untuk adiknya? Kama tidak dapat bereaksi untuk sesaat. Dia segera menoleh ke arah adiknya.Namun, Syakia hanya mengangguk dengan sangat santai. “Oke! Kalau begitu, repotin Pangeran Adika, ya.”Adika langsung tersenyum, lalu mengambil sekeranjang hasil panen Syakia. “Kalau begitu, kamu istirahat saja dulu. Aku akan tangani bahan-bahan makanan ini.”Bahan-bahan makanan itu sebenarnya hanyalah bahan makanan nabati segar berupa jamur liar, jamur bambu, rebung, dan sayuran lainnya.Adika terlihat sangat mengenal tempat ini. Dia membawa masuk bahan-bahan makanan itu ke dapur kecil Syakia dengan sangat alami. Syakia pun berbalik dan duduk di halaman. Sementara itu, Kama berdiri di samping dengan agak kaku dan melirik ke arah dapur sesekali.“Sya ... Sahana, kamu benar-benar mau biarkan Pangeran Adika masak? Bukankah itu ....” (Kurang bagus?)Kama awalnya hendak berkata begitu. Namun, begitu menoleh, dia malah melihat Syakia yang bersikap tenang.“Apa yang kurang bagus?”Sya

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 430

    Kama menyimpan kembali baju dan kantong uang tersebut, lalu meninggalkan hutan dengan cepat.Setelah itu, Adika baru berjalan keluar secara perlahan. Gading melangkah keluar dari belakangnya, lalu mencabut pedang yang awalnya digunakan untuk mengadang pisau terbang sebelumnya.“Pangeran, kenapa kita nggak langsung jatuhkan beberapa pengawal rahasia itu? Mereka kelihatannya sangat lemah. Seharusnya nggak ada satu pun dari mereka yang bisa menandingi kita,” ujar Gading dengan bangga.Adika hanya meliriknya dengan dingin. Tatapan penuh ejekan itu sontak membuat Gading terdiam. ‘Baiklah, Pangeran pasti diam-diam merasa aku cuma kuat, tapi bodoh. Huh! Jangan kira aku nggak tahu!’ gumam Gading dalam hati.Adika malas mengatai Gading. Dia hanya meraba-raba dagunya sambil berpikir. Sepertinya, rencana Syakia kali ini berjalan lumayan lancar. Saat ini, Kama seharusnya sudah sepenuhnya putus hubungan dengan Damar. Dia juga seharusnya melakukan sesuatu sehingga Damar mengutus pengawal rahasiany

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 429

    Selain itu, andai saja dirinya bisa lebih cerdas setelah menemukan buku keuangan itu semalam. Kama tidak seharusnya menaruh kembali buku keuangan itu secara refleks, melainkan langsung mengambilnya.Meskipun berpikir begitu, Kama sebenarnya masih belum tahu bagaimana cara menangani masalah buku keuangan tersebut. Yang tersembunyi dalam buku keuangan tersebut adalah rahasia ayahnya dengan Keluarga Kuncoro.Dari informasi Yanto, Kama sudah mengetahui bahwa ayahnya hanya berpangku tangan ketika musibah tersebut menimpa Keluarga Kuncoro. Namun, setelah melihat buku keuangan tersebut, dia pun curiga bahwa ayahnya mungkin saja bukan hanya berpangku tangan, tetapi juga melakukan sesuatu dan buku keuangan itu adalah salah satu buktinya.Oleh karena itu, Kama baru kembali ke ruang baca Damar. Dia berniat untuk diam-diam mencuri buku keuangan itu. Sayangnya, dia gagal. Hal yang patut disyukuri adalah, setidaknya Abista sudah membantunya menutupi hal ini.Hanya saja, apa yang harus dilakukannya s

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 428

    Abista akhirnya tidak bertanya. Setelah apa yang terjadi selama ini, dia sebenarnya sudah mengetahui jawabannya. Hanya saja, dia selalu menghindar dari jawaban itu. Sekarang, dia sudah tidak bisa menghindar lagi.“Baik. Aku mengerti.”Pada akhirnya, Abista berjalan meninggalkan ruang baca dengan beberapa luka cambuk di punggung. Setelah dia kembali ke area tempat tinggalnya, Anton yang melihat tubuhnya berdarah pun terkejut.“Tuan Abista, Tuan kenapa? Cepat berbaring. Aku akan panggilkan tabib kemari!”Seusai berbicara, Anton hendak langsung pergi.“Nggak usah panggilkan tabib.” Abista menghentikan Anton, lalu berkata dengan ekspresi tenang, “Ini cuma sedikit luka cambuk. Nggak usah khawatir. Ambilkan kotak obatnya kemari dan bantu aku oleskan obatnya.”Bagi Abista, keadaannya ini memang tidak perlu diperiksa tabib. Bagaimanapun juga, dibandingkan dengan 50 cambukan yang diberikannya kepada Syakia malam itu, beberapa cambukan ini benar-benar bukan apa-apa.Namun, bagi Anton, ini sama s

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 427

    “Emm. Setelah mengantar adikmu pergi, kamu datang untuk menerima hukuman. Hubungan saudara kalian benar-benar mendalam.”Damar mengambil cambuk dari mejanya, lalu berjalan mendekati Abista selangkah demi selangkah. Pada akhirnya, dia berdiri di belakang Abista sambil memandangnya.“Ini semua berkat ajaran Ayah yang baik.”Abista tidak mendongak. Dia sudah tahu apa yang akan dihadapinya, tetapi sama sekali tidak mengeluh. Setidaknya, dia sudah mengantar Kama pergi. Setelahnya, biar saja dirinya seorang yang dimaki ataupun dipukul.Baru saja Abista selesai berbicara, dia langsung merasakan rasa sakit yang membakar di tubuhnya.“Plak!”Damar mencambuk Abista tanpa belas kasihan. Dia menatap putra sulung yang mengecewakannya itu dengan ekspresi datar sambil berkata dengan dingin, “Tapi, aku juga pernah mengajarimu bagaimana cara mendidik adik-adikmu. Itu tanggung jawabmu sebagai kakak sulung.”“Tapi, lihat saja bagaimana situasinya sekarang. Satu per satu dari mereka sudah merasa diri mere

  • Pembalasan Dendam Sang Putri Adipati   Bab 426

    “Sudah dengar?” Damar berkata dengan dingin, “Sekarang, adikmu ini sudah dewasa dan hebat. Dia cuma mau hidup bebas di luar sana. Buat apa kamu membelanya lagi?”“Tapi ....”Abista masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi Kama segera menariknya.“Kak Abista, cukup!” Kama berbicara sambil menggertakkan gigi, “Aku tahu kamu nggak berharap aku pergi. Tapi, aku benar-benar nggak tahan lagi.”Ketika mengucapkan kalimat terakhir, kekecewaan dan rasa sakit yang terpancar dari mata Kama benar-benar menyayat hati Abista. Dalam sekejap, Abista merasa dirinya bagaikan sudah kehilangan seluruh tenaga. Dia menunduk dengan pasrah dan memejamkan matanya.“Baik .... Pergilah, pergilah ...,” ujar Abista secara perlahan. Suaranya juga terdengar agak tercekat.Abista merasa dirinya yang sudah memaksakan kehendaknya. Bahkan dia sendiri juga merasa sangat kecewa pada keluarga ini, apalagi Kama yang sudah terlebih dahulu sadar. Mungkin saja Kama merasa tinggal di luar jauh lebih baik daripada tinggal di rumah

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status