“Mas, berarti Salma hamil?” tanya Salma dengan mata yang berbinar.Bara hanya mengangguk dan tersenyum lembut ke arah sang istri.“Ya Allah, Alhamdulillah,” ucap Salma sambil memeluk Bara erat.“Selamat ya, Sayang,” ujar Bara mengecup kening sang istri.Sepasang suami istri tersebut berpelukan erat, bu Bira hanya melihat tanpa berniat menyela dan lebih memilih untuk tiduran di sofa. Malam ini beliau akan ikut menginap di rumah sakit.“Kamu jaga ya kandungannya, jangan kecapean terus satu lagi, kamu jangan banyak pikiran,” ujar Bara membingkai muka sang istri dengan kedua tangannya.“Hu-um,” Salma hanya mengangguk dan mengusap-usap perutnya yang masih datar tersebut.“Salma harus kabarin Abah sama Umi,” ujar Salma bahagia.“Besok aja, kalau malam ini nanti mereka ngotot mau kesini. Besok biar dijemput sama Rido,” ujar Bara dan disetujui oleh Salma dengan anggukan.Kembali Bara memeluk sang istri kedalam pelukannya, Salma menyandarkan kepalanya pada dada bidang milik Bara.“Terima kasih
Bu Aisah berlari memanggil salah satu pengawal untuk menyiapkan mobil, Bara menggendong Salma keluar. Sedangkan bu Bira yang awalnya cuek dan kesal kepada Salma menjadi panik melihat Salma benar-benar tak berdaya,“Umi kenapa?” tanya Tama dan Rikel yang keluar kamar bermain mendengar keributan di luar.“Umi sakit, Tama dan Ikel disini sama bibik ya,” bujuk bik Sri.“Mau ikut Papa,” teriaj keduanya saat melihat Bara, bu Aisah dan bu Bira ikut masuk kedalam mobil menuju rumah sakit. Kebetulan Jojo belum sempat mematikan mobilnya dari mengantar Ainel dan langsung tancap gas menuju rumah sakit terdekat.“Salma,” panggil Bara sambil memegang pipi Salma yang tampak pucat.Bu Aisah tampak mengoleskan minyak kayu putih di tengkuk dan hidung Salma, namun Salma belum juga menunjukkan akan sadar.“Cepetan dong, Jo. Hidupin lampu bahayanya,” ujar bu Bira yang duduk di sebelah Jojo kursi depan samping kemudi.“Baik, Bu,” ujar Jojo menurut dan menghidupkan lampu hazard pada mobilnya.Bu Bira tampa
Ting.Notifikasi pesan masuk ke ponsel Bara yang sedang dipegangnya.“Gua udah sampai rumah,” pesan yang diterima Bara dari Ainel.“Jojo gak bersikap aneh atau kurang ajar, kan?” balas Bara lagi.“Gak, kelewat diam. Sepanjang jalan tanpa suara bahkan music aja gak ada,” balas Ainel dengan tiga emot tertawa.“Bagus deh,” jawab Bara.“Kenapa?” balasan dari Ainel kembali.“Gua cemburu,” jawab Bara sembari mengakhiri percakapan tersebut dan menutup tab pesan sebelumnya menghapus dulu pesan-pesan dari Ainel dari ponselnya, dan tampak menghela nafas lega.Salma hanya memperhatikan gelagat aneh dari sang suami.“Jangan biarkan hamba berprasangka buruk ya Allah,” bathin Salma.Salma duduk disamping Bara sambil melirik ponsel yang ada ditangan Bara, namun Bara dengan sigap memasukkan ponsel ke sakunya dan tangannya merangkul bahu Salma dengan erat.“Mas belum mandi?” tanya Salma sembari menjauh dari Bara.“Udah,” jawab Bara singkat.“Bajunya bau. Ganti baju deh, Mas,” ujar Salma.Bara heran da
“Pak Bara bisa main catur?” tanya Yuda.“Gak. Gua gak bisa main catur, waktu kecil mana sempat main Yud, bisa main kalau keranjang gorengan sudah kosong,” kekeh Bara menerawang teringat masa kecil yang penuh penuh perjuangan.“Pak Bara suka merendah,” jawab Yuda lagi.“Gua gak bohong, gua kan kecilnya di panti dan panti kami itu gak ada donatur tetap. Hanya kalau kebetulan aja ada orang yang mau berdonasi ya Alhamdulillah. Jadi untuk kebutuhan sehari-hari ibu jualan di depan panti dan kami anak-anak yang sudah besar jualan keliling kampung,” cerita Bara.“Berarti perjuangan tidak pernah mengkhianati hasil Pak, buktinya sekarang bapak menjadi orang yang sukses,” sambung Yuda.“Roda kan pasti berputar, Yud,” jawab Bara sambil menghisap rokoknya.Jojo dan Yuda tampak mengangguk. Sementara pertarungan sengit antara Rido dan Rigo masih berlangsung belum menemukan titik terangnya.“Tadi den Tama nangis Pak, mau ajak bu Ainel main dulu ke mall,” ujar Jojo.“Gak diajak sama Ainel?” tanya Bar
"Jam berapa mereka pulang?" tanya Bara kepada Salma."Katanya tadi udah mau jalan," jawab Salma."Oke," jawab Bara singkat dan duduk di sofa memainkan ponselnya.Salma yang sedang mengenakan jilbab dan niqab nya melirik sekilas ke arah Bara yang tampak senyum-senyum sendiri sambil melihat layar ponselnya. Ada rasa penasaran di hati Salma, tapi memilih untuk diam dan tidak pernah sedikitpun kepo dengan isi ponsel Bara.Salma terlalu takut dengan kenyataan, takut menemukan hal-hal yang menyakitkan. Dia tidak sanggup, bukannya dia curiga. Tapi dia sadar siapa suaminya, pasti banyak wanita-wanita yang menawarkan diri walaupun mungkin Bara tidak menanggapinya namun melihat suami dirayu wanita lain, pastinya ada rasa sakit juga."Mas, turun yuk," ajak Salma yang sudah mengenakan jilbab dan niqabnya."Udah siap?" tanya Bara."Udah yuk, kita kebawah nungguin Tama sambil nonton TV," ajak Salma sambil menarik tangan Bara."Let's go," jawab Bara.Keduanya menuruni anak tangga, dan mendapati bu A
Bara memandang Salma yang berlalu ke kamar mereka dengan menahan kantuknya. Bara hanya tersenyum melihat sang istri."Selamat tidur, Salma," ujar Bara pelan.Bara menghabiskan kopinya yang sudah dingin, kemudian menghisap satu batang rokok kembali. Baru masuk ke kamar berusaha untuk tidur kembali.Tampak Salma sudah terlelap dengan memeluk gulingnya."Maafkan mas Sal," ujar Bara sambil memandang wajah teduh sang istri.Kemudian Bara mengecup lama kening Salma dengan lembut.Bara merebahkan tubuhnya di samping sang istri, memeluk Salma hingga terlelap.Saat terbangun di pagi hari Bara tidak mendapati Salma disampingnya, sang istri pasti setelah melakukan shalat subuh langsung berkutat di dapur membantu bik Rasi menyiapkan makanan untuk sarapan, walaupun ada mbok Inah dan bik Sri yang juga membantu.Berkali dilarang untuk membantu, namun Salma tak mengindahkan. Karena memang sudah terbiasa bangun pagi dan melakukan tugas rumah tangga tersebut.Bara melihat ponselnya dan ada sebuah pesan