Share

Pembantaian Kedua, Kematian Paman Mo

“Karena kau sudah menjadi muridku, maka kau harus siap mematuhi segala peraturan dan perkataan dariku. Termasuk ikut denganku pergi ke luar untuk berlatih.”

Ucapan Pak Tua yang rupanya bernama Ao Yu itu membuat Mo Feng kepikiran sepanjang jalan.

Dia sudah terlanjur mengakui dan diakui oleh Ao Yu, tidak ada pilihan lain selain menurutinya. Terlebih, dia juga punya tujuan yang harus dicapai. Dan Ao Yu itu bisa membantunya mencapai tujuan tersebut.

Demi membuktikan pada semua orang dan membalaskan dendam kedua orang tuanya, Mo Feng tahu dia tidak bisa mundur!

“Sepertinya memang ini waktu yang tepat bagiku belajar di luar dengan orang lain. Tapi, aku tidak tahu apakah Paman Mo mengizinkannya atau tidak.”

Mo Feng menggeleng pelan, tidak ingin berprasangka sembarangan pada Paman Mo Chen.

“Lebih baik segera pulang dan bicarakan ini pada Paman.”

Dengan demikian, Mo Feng akhirnya memecut kudanya supaya berlari lebih cepat ke arah tempat tinggal Paman Mo Chen alih-alih ke Istana Kerajaan Mo.

Malam yang gelap tanpa sinar bulan dengan awan pekat menggantung di langit itu menemani Mo Feng melewati beberapa hutan, sebelum akhirnya tiba di pemukiman penduduk pinggiran ibukota.

Dia pun tiba di tempat tinggal Paman Mo Chen setelah menempuh 3 jam perjalanan dengan kecepatan penuh tanpa istirahat, tanpa sempat berhenti sejenak.

“Paman Mo!”

Mo Feng langsung berteriak setelah dia turun dari kudanya. Tanpa basa-basi, dia kemudian mengikat tali kudanya ke pohon samping sebelum akhirnya masuk ke dalam rumah Paman Mo dengan langkah lebar.

Sembari celingukan, Mo Feng terus memanggil Paman Mo-nya. Tapi tak peduli seberapa banyak atau seberapa keras dia mencoba memanggilnya, tak sekali pun dia mendapat balasan.

“Ke mana Paman Mo Chen? Apa dia tidak ada di rumah? Tapi ini tidak seperti biasanya?”

Mo Feng merasa ada yang aneh dan janggal. Belum lagi Kediaman Paman Mo yang terasa lebih sepi dan sunyi dibanding hari-hari sebelumnya. Prajurit penjaga di depan juga kosong.

“Aneh! Benar-benar aneh!”

Tanpa pikir panjang, Mo Feng pun berlari ke segala penjuru rumah untuk mencari keberadaan pamannya itu. Dan tetap saja hasilnya nihil.

Sepanjang dia mencari pun, tak ada banyak prajurit yang berjaga.

Mereka yang berjaga malam ini maksimal berjumlah satu sampai dua orang saja di masing-masing tempat. Tidak seperti biasa yang terdiri dari 5 sampai 10 orang!

“Apa yang terjadi sebenarnya?”

Mo Feng buru-buru menghampiri salah seorang penjaga dan bertanya di mana Paman Mo Chen-nya itu berada.

“Jenderal Mo sebelumnya keluar dari ruang belajarnya secara tergesa-gesa, Pangeran. Dia kemudian pergi membawa pasukannya ke istana.”

“ISTANA?”

Batin Mo Feng berkecamuk.

Pamannya tidak pernah menginjakkan kaki di istana kecuali dia benar-benar harus bertemu dengannya karena urusan mendesak atau ada hal gawat yang terjadi di Kerajaan Mo.

Kalau malam ini Pamannya tiba-tiba ke istana dengan tergesa-gesa sambil membawa pasukan, maka pasti ada sesuatu hal yang terjadi.

“Gawat! Aku harus segera ke istana!”

Mo Feng berlari lagi menuju kudanya. Dia lalu melepaskan ikatan tali kekang kuda tersebut dan naik ke punggungnya dengan sigap.

Tanpa menunda-nunda lagi, Mo Feng langsung memecut kudanya supaya berlari ke istana dengan kecepatan penuh!

“CHA!”

Meskipun Mo Feng hanya bisa mengandalkan mata kirinya sebagai penglihatan sehari-hari, tapi Mo Feng merasa kalau fokusnya tidak berbeda dengan saat dia membuka penutup mata kanannya.

Bahkan di kala malam gelap seperti ini pun dia tidak akan berada dalam kesulitan yang berarti.

Sesampainya Mo Feng di istana, dia benar-benar dikejutkan dengan kondisi istana yang benar-benar mencekam!

“Ap-apa yang terjadi di sini?!”

Mo Feng turun dengan tatapan mata nanar. Istana Kerajaan Mo kini dipenuhi mayat para prajurit yang tak diketahui bagaimana kematiannya.

Banyak bagian istana yang rusak parah hingga cenderung porak-poranda. Beberapa yang lain juga tampaknya hancur karena digunakan untuk bertarung hebat.

Lampu minyak dan lilin yang biasanya menerangi istana, kini benar-benar padam seluruhnya.

Dan Mo Feng akhirnya ingat kalau di sepanjang jalan, terutama pemukiman penduduk, obor dan lilin mereka juga padam!

“Tidak! Jangan sampai terjadi sesuatu!”

Mo Feng bergegas masuk ke dalam istana dengan berlari seperti kesetanan. Tak ada satu pun orang yang menghalanginya. Keheningan mematikan mengiringi bau darah yang menyengat dari segala arah.

Jantung Mo Feng berdetak semakin tak karuan. Bayangan buruk mulai berdatangan di kepalanya. Tapi dia berusaha keras menghalaunya.

Prioritas utamanya sekarang adalah menemukan di mana Paman Mo Chen-nya berada!

“Paman Mo!!!”

Mo Feng berteriak sekuat tenaga.

“Paman Mo! Di mana kau?!”

Tidak ada jawaban sama sekali. Yang Mo Feng temukan justru adalah mayat para prajurit dan juga pelayan yang semakin tak ada habisnya.

Kaki Mo Feng benar-benar lemas untuk digunakan berjalan. Rasanya seperti dia akan ambruk. Tapi nyatanya, dia tetap menguatkan tekadnya untuk mencari Paman Mo Chen.

“Aku harus menemukan Paman!”

Sampai pada akhirnya, Mo Feng tiba di aula utama Istana Kerajaan Mo. Di sana, mayat yang berserakan bukan lagi mayat para prajurit dan pelayan istana.

Melainkan prajurit dengan seragam khusus militer Kediaman Paman Mo Chen. Yang mana hal ini berarti bahwa mereka yang mati berserakan di sini adalah pasukan Paman Mo Chen!

“T-Tidak!”

Mo Feng menggeleng.

Dia buru-buru melangkah melewati puluhan mayat itu dan mencari di mana Pamannya berada. Tapi baru beberapa kali dia melangkah, dia justru dikejutkan dengan mayat 3 orang perempuan yang bersandingan dengan 2 orang remaja seperti dirinya.

Mereka semua memiliki luka yang sama. Terbunuh dalam sekali tebasan di leher!

“I-Ini?! T-tidak mungkin!”

Kedua mata Mo Feng membelalak!

Tiga orang perempuan itu adalah selir mendiang Ayahnya, alias ibu tirinya. Yang mana merupakan ibu kandung dari 3 pangeran yang biasanya merundung dirinya.

Di sisi mereka, ada pangeran kedua dan ketiga, tanpa adanya pangeran keempat!

“D-Di mana Pangeran Keempat?”

Mo Feng mengangkat pandangannya, sambil mencari-cari ke sekeliling. Siapa tahu dengan tidak adanya Pangeran Keempat di sini, itu berarti dia berhasil selamat dan masih hidup.

Namun, alih-alih menemukan di mana Pangeran Keempat, Mo Feng justru menangkap sosok laki-laki paruh baya dengan baju zirah tengah terbaring bersandar singgasana raja!

Seketika, nyawa Mo Feng bagai dicabut perlahan.

Sosok akrab dengan luka sayatan pedang dan darah yang mengalir di mana-mana itu adalah pamannya, Paman Mo Chen!

“PAMANN!!!”

Kepala Mo Feng kosong seketika, tatkala dia menghampiri tubuh Paman Mo Chen dan merengkuhnya ke dalam pangkuannya.

“Paman! Bangun! Bangun, Paman! Katakan sesuatu padaku! Jangan menakutiku! Kau tidak boleh pergi!”

Akan tetapi, Paman Mo Chen benar-benar terluka parah. Dia tidak bergerak, tidak juga menjawab, pun tidak membuka matanya barang sedikit saja untuk melihat Mo Feng.

Hal ini lantas membuat Mo Feng memeluknya erat-erat dan berteriak sekuat tenaga dengan air mata mengalir dari matanya.

“PAMANNNNN!!!!!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status