Terik matahari siang menjalar di antara hutan dan reruntuhan menuju rumah Zephyr. Zephyr terlihat was-was siang itu, pikirannya kalut ketika melihat kedua gadis yang diusirnya berlari ketakutan dari rumahnya menuju hutan.
“Gawat!”
Zephyr seketika teringat dengan segala bahaya dan ancaman dari makhluk yang ada di dalam hutan. Tanpa pikir panjang, dia segera keluar dari rumahnya dan mengeluarkan energi sihir membentuk sayap, lalu terbang ke atas untuk melihat keadaan kedua gadis itu di dalam hutan.
Zephyr mempercepat laju terbangnya melewati belantara dan pepohonan yang tinggi menjulang, sambil menghindari ranting dan dahan pohon-pohon raksasa di hutan. Dia mengaktifkan sihir pencarian untuk menemukan kedua gadis itu.
Benar saja, ketika dia menemukannya, mereka sedang bertarung dengan seekor serigala sihir. Sarina terluka akibat pertarungan itu dan banyak sekali darah mengalir dari lengan kirinya.
Kekhawatirannya menjadi kenyataan, kedua gadis itu kewalahan dan kepayahan melawan serigala sihir itu.
“Sarina, bertahanlah! Aku akan membawamu keluar dari tempat ini lalu mengobatimu!” teriak Putri Fania.
Sarina terlihat lemas, memegang lengan kirinya dan bersandar di pohon besar, dia telah kehilangan banyak darah akibat pertarungan itu.
Putri Fania sudah benar-benar putus asa, dia lalu berlari sangat kencang untuk menerjang serigala sihir yang dipunggungnya teraliri listrik berwarna biru, siap melancarkan serangan pamungkasnya.
“Hiyaaa!” Putri Fania berlari, berteriak menerjang serigala sihir itu dengan pedang yang terhunus.
Wuzz!
Tiba-tiba, dengan kecepatan kilat, Zephyr mendarat tepat di hadapan keduanya. “Pergilah,” perintahnya pada serigala sihir itu.
Serigala itu mengaum keras, menandakan ketaatannya, lalu pergi meninggalkan mereka.
“Kau...” Putri Fania panik. “Kau berubah pikiran dan ingin melenyapkan kami?” Dia gemetar, tubuhnya lemas dan menjatuhkan pedang besarnya.
Zephyr menatap tajam ke arah Sarina dan berjalan mendekatinya.
“Tidak, jangan!” Putri Fania berusaha keras menarik pakaian Zephyr, mencoba menghentikannya dari mendekati Sarina.
Sarina terengah-engah, bersandar di pohon. “Baiklah, aku siap menerima ajalku...”
Zephyr membuka telapak tangannya dan mengarahkannya pada Sarina.
Sementara Sarina memejamkan matanya, siap menghadapi yang terburuk.
Putri Fania menangis sambil memeluk kencang kaki Zephyr, berteriak memohon-mohon, “Tidak, jangan, kumohon...”
Sinar hijau keluar dari telapak tangan Zephyr. “Sampai jumpa, Fania. Tolong jangan lupakan aku teman masa kecilmu ini...” kata terakhir Sarina, teman masa kecil Putri Fania.
“Tidaaaak!” Putri Fania menjerit histeris.
“Sihir penyembuh tingkat tinggi,” ucap Zephyr.
Cahaya sinar hijaunya menjangkau Sarina, dan seketika membuat tubuhnya bercahaya hijau. Perlahan, semua luka-lukanya menutup, dan darah yang berceceran dari tangannya kembali mengalir masuk ke dalam tubuhnya.
Sarina ternganga, merasakan kehangatan dari sihir yang mengalir di tubuhnya. Dia membuka matanya, memandang Zephyr dengan bingung. “Apa... apa yang terjadi?”
Zephyr berdiri tegak, menatap kedua gadis itu dengan dingin. “Aku tidak bisa membiarkan kalian mati di sini. Bukan karena aku peduli, tapi karena aku berbeda dari kaum kalian yang senang membantai sesuatu jika merasa iri.”
Putri Fania masih memeluk kaki Zephyr, terisak-isak. “Terima kasih... Terima kasih...”
Zephyr melepaskan diri dari pelukan Putri Fania dan berjalan mundur beberapa langkah. “Cepatlah pergi dari sini. Hutan ini tidak aman, dan kalian terlalu lemah untuk bertahan.”
Sarina berdiri dengan gemetar, dibantu oleh Putri Fania. “Kau... kenapa kau menyelamatkan kami?” tanya Sarina dengan suara parau.
Zephyr berhenti sejenak, punggungnya menghadap mereka. “Jangan salah paham. Aku menyelamatkan kalian bukan karena kasihan, tapi karena kalian memang sangat lemah dan tak mampu melewati hutan ini. Jangan pikir ini adalah tanda persahabatan, aku akan mengantarkan kalian sampai batas hutan ini.”
“Kau tidak berbohong?” Sarina menatap Zephyr dengan penuh curiga.
“Lalu, apa maksud dariku yang menyembuhkan semua lukamu itu?”
“Baiklah dan terima kasih, aku sangat terbantu,” Putri Fania menjawab tanpa ingin memperpanjang urusan mereka.
“Aku akan memimpin kalian keluar dari sini,” Zephyr berkata dengan tegas.
Kedua gadis itu mengikuti Zephyr yang berjalan memimpin mereka, keduanya menyempitkan jarak pada Zephyr karena memang ketakutan berada di dalam hutan yang mengerikan itu.
Sebelumnya, hutan ini telah melenyapkan dua ribu pasukannya tanpa ampun.
“Jika dipikir-pikir, laki-laki itu tampan juga, Putri. Rambut panjang hitamnya, tubuhnya yang terlihat seksi dengan pakaian hitam yang menyelimutinya, dan telinganya banyak sekali tindikan,” bisik Sarina.
“Sstt!” Putri Fania terlihat khawatir dan was-was.
“Tidak perlu mengatakan hal yang tak perlu.” ternyata Zephyr mendengarnya.
Keadaan canggung seketika terasa, saat itu auman lembuswana terdengar.
Drap! Drap!
Drap! Drap!
Langkah kaki besar dan banyak seketika terdengar, dan dua sosok lembuswana besar menghadang mereka.
“Tamatlah kita!” Putri Fania berteriak dengan putus asa.
Sarina terduduk lemas dan tak percaya pada apa yang dilihat di hadapannya.
Ketika lembuswana itu mendekat, Putri Fania dan Sarina menutup kedua matanya dengan tangan mereka masing-masing sambil ketakutan.
Tiba-tiba, sentuhan lembut belalai kedua lembuswana itu dirasakan oleh Putri Fania dan Sarina ketika mengelus kepala mereka.
“Kelihatannya mereka menyukai kalian,” kata Zephyr dengan nada mengejek.
Perlahan, Putri Fania dan Sarina membuka mata mereka. Di hadapan mereka, kini terpampang jelas dua ekor lembuswana besar tengah terduduk sambil menggerakkan belalai mereka di kepala Putri Fania dan Sarina.
Kedua lembuswana itu mengepak-ngepakkan sayap di punggung mereka hingga menciptakan angin yang sangat besar dan mengguncang area hutan di sekitar mereka.
“Mereka berdua ingin kalian menaikinya,” kata Zephyr.
“Menaikinya? Tapi bagaimana? Sayap mereka terlihat besar dan terlihat tak bisa untuk ditunggangi,” Sarina berkata dengan ragu.
“Kalian naik di antara lehernya dan berpegangan yang erat.”
Mereka berdua mencoba saran Zephyr dan menaiki lembuswana tersebut.
Pada awalnya, kedua lembuswana itu berjingkrak-jingkrak membuat Putri Fania dan Sarina kewalahan hampir terjatuh.
“Ini seperti menaiki banteng!”
“Benar, Putri!”
“Ya, memang mereka itu campuran antara sapi, gajah, burung garuda, dan ayam. Tubuh utamanya sapi yang berkerabat dengan banteng.”
Setelah lembuswana tenang, mereka melanjutkan perjalanan hingga sampai ke sungai yang melelehkan para prajurit mereka dan dihuni oleh ratu air.
Putri Fania bergidik ngeri membayangkan itu. “Tunggu, tempat itu adalah...”
“Tenang saja,” kata Zephyr. “Sri Roro, keluarlah.” Zephyr memanggil nama wanita, dan seketika sungai beriak.
Perlahan, dari dalam sungai muncul mahkota emas dari dalam air, lama-kelamaan wujud ratu air muncul sempurna di hadapan Zephyr.
Ratu air menundukkan kepalanya. “Tuan Zephyr, ada apa Tuan memanggil?”
Putri Fania dan Sarina membuka mulut mereka lebar-lebar terhadap sosok yang melenyapkan banyak pasukannya.
“Ah, ternyata kedua gadis itu berhasil selamat,” ratu air berkata.
“Di-dia bisa berbicara?” tanya Putri Fania.
“Tentu aku bisa berbicara karena aku adalah ratu air.”
“Lalu kenapa kau menyerang kami?!” Sarina berseru dengan marah.
“Karena kalian adalah ras yang tamak dan perusak alam, itulah yang Tuanku sebelumnya ajarkan padaku sebelum ras kalian mengakhiri hidupnya dengan tombak-tombak campuran emas dan perak milik kalian.”
Kedua gadis itu terperangah.
“Sri Roro, temani perjalananku mengantarkan dua anak gadis manusia ini untuk kembali ke tempat mereka,” perintah Zephyr.
“Tuan, kenapa Tuan sangat peduli pada mereka?”
Zephyr menatap ratu air bernama Sri Roro itu. “Entahlah, Sri Roro, aku tiba-tiba teringat ucapan Kak Naila untuk hidup damai dan melupakan untuk membalas dendam.”
“Jadi begitu, Tuanku sebelumnya memang baik hati walau itu membuat nyawanya melayang.”
Sri Roro naik ke permukaan air sungai, gaun kebaya berwarna hijaunya terlihat anggun dikenakannya. Wajah cantik dengan rambut hitam panjangnya terlihat tenang dengan senyuman indahnya.
Zephyr, Putri Fania, dan Sarina melanjutkan perjalanan mereka ditemani oleh ratu air bernama Sri Roro.
Perjalanan mereka tak membutuhkan waktu lama karena tak terjadi apa-apa, berbeda saat pasukan ekspedisi Kerajaan Elde yang masuk dengan penuh tantangan.
Perlahan tapi pasti, batas pepohonan mulai terlihat di siang menjelang sore itu. Hamparan padang rumput terpampang jelas di mata mereka dengan burung-burung bebas beterbangan di udara.
Ketika Putri Fania dan Sarina turun dari lembuswana, kedua lembuswana itu berlari lalu menghilang di dalam hutan, meninggalkan Sri Roro yang masih setia berdiri di samping Zephyr.
“Jadi, terima kasih,” Putri Fania membuka percakapan.
“Pulanglah dan jangan mencoba untuk sekali-kali memasuki ranah yang tak bisa kalian jangkau,” kata Zephyr dengan dingin.
Putri Fania tertunduk.
“Lalu ini ambillah.” Zephyr memberikan kantung yang cukup besar.
Perlahan Putri Fania menerima itu dan membukanya. “Ini-ini koin perak kuno!”
Sarina yang penasaran langsung mendekat dan mengambil sekeping.
“Walau bukan koin emas, kupikir ini bisa dijual mahal sebagai artefak di tempatmu.”
“Kau yakin?”
“Untuk apa aku menyimpan benda yang tak bisa kugunakan lagi itu? Kotaku telah rata dengan tanah dan tak tersisa.”
“Maaf...”
“Untuk apa meminta maaf-”
Jleb!
"Tuan Zephyr!" teriak Sri Roro.
Sebuah panah perak besar menancap tepat di dada Zephyr.
Truuung!
Lalu di udara terdengar tiupan panjang terompet perang.
Tepat saat Zephyr hendak melancarkan serangan terakhirnya pada Darian, sebuah ledakan besar mengguncang tanah di sekeliling mereka dan membuatnya berteleportasi jauh ke belakang untuk menghindari ledakan dari alat sihir yang ditembakkan seseorang.Walau tak mengenai Zephyr dan Darian, tembakan itu sukses membuat batu-batu beterbangan, debu tebal menyelimuti medan pertempuran.Darian yang nyaris kehilangan kesadaran, membuka matanya dengan lemah. Pandangannya kabur namun dia masih bisa melihat siluet dua sosok yang berjalan mendekat dari balik awan debu yang tercipta dari ledakan itu.Suara sepatu menghantam tanah, semakin dekat dan semakin keras.“Zephyr, tolong hentikan semua ini! Jika kau melangkah lebih jauh lagi, kau tak ada bedanya dengan leluhur kami yang membantai kaummu!”Fania berteriak dengan suara parau, darah terlihat mengalir dari luka di kepalanya yang terbalut perban.Vinna yang ada di sampingnya, terlihat membantu
Langit di atas Darian kini tampak semakin gelap, seolah alam semesta ikut merasakan ketegangan yang semakin memuncak di sana, di tanah yang sudah hancur hanya menyisakan reruntuhan saja.Asap tebal dari reruntuhan kompleks penjara masih membubung ke atas langit yang cerah, menyebarkan aroma terbakar dan kematian ke seluruh medan pertempuran yang sebelumnya terjadi.Darian mengamati setiap gerakan Zephyr dengan penuh waspada dari kejauhan di atas gedung tinggi tempatnya berpijak.Dia kini memposisikan tubuhnya di atas gedung tinggi yang dapat melihat posisi Zephyr dengan jelas tanpa terhalang melalui teropong senapan level tiganya.Kedua tangannya menggenggam erat senapan sihir level tiganya saat dia menggunakan teropongnya, senjata bencana yang gemuruhnya nyaris mengguncang udara di sekitarnya.“Penyihir brengsek ... Kau telah membunuh terlalu banyak orang-orang yang tak bersalah hari ini tanpa sebab, dan hidupmu akan berakhir sebentar lagi d
Langit di luar pusat komando Kerajaan Loven berwarna kelam, seolah menyuarakan kehancuran yang semakin mendekat setelah seluruh komunikasi mereka dengan pasukan elit dan kapten sipir penjara menghilang secara tiba-tiba.Di dalam gedung itu, deretan layar dari alat sihir yang juga menampilkan hologram peta besar dengan memancarkan cahaya biru ke wajah-wajah tegang para perwira militer.Di tengah ruangan, Jenderal Besar Rhadon duduk di kursi kebesarannya. Matanya menyipit ke arah seorang pemuda berambut pirang yang bersiap menerima perintah di hadapannya.Pemuda itu adalah Darian, dia menenteng senapan sihir besar yang berkilauan. Senjata dengan laras panjang dan berdesain tajam yang tampak lebih seperti senapan runduk daripada senjata sihir biasa.Senjata ini tidak mengandalkan peluru, tetapi kekuatan penggunanya agar bisa menembakkan peluru sihir dari senjata tersebut.“Lokasinya ada di kompleks penjara di selatan ibu kota.”Suar
Mino terhuyung, merasakan darah mengalir dari mulutnya, tapi dia tidak peduli dengan semua itu karena yang ada di dalam kepalanya saat ini hanyalah membalas dendam atas kematian Treo pada Zephyr.Dia berjuang untuk bangkit lagi, matanya merah karena marah dan tubuhnya bergetar karena rasa sakit akibat pertarungannya melawan Zephyr.Zephyr melangkah mendekat, langkahnya tenang namun matanya tertuju dan terkunci pada Mino.Mino tahu ini adalah pertarungan antara hidup dan mati, dan dia tidak akan mundur setelah berhasil membalas kematian Treo.“Beraninya kau mengganggu diriku,” gumam Zephyr, nada suaranya datar dan tanpa emosi.Tangan Zephyr terangkat, mempersiapkan serangan pamungkas yang akan mengakhiri semuanya.Mino merasakan napasnya tersengal, tapi dia menatap Zephyr dengan pandangan yang tidak kalah tajam. Di dalam hatinya, dia berdoa agar dia bisa memberikan perlawanan terakhir yang cukup untuk menyelamatkan Rigel dan semua
Rigel tersungkur ke tanah akibat gelombang energi milik Zephyr yang menghantamnya, napasnya terengah-engah ketika dia tersungkur dan tak bisa bangkit untuk sementara waktu karena rasa sakit yang mendera tubuhnya.Di tengah rasa sakit dan kebingungan, Rigel melihat Zephyr kini sudah berdiri di depannya, tangan penyihir itu terangkat tinggi dan siap menghantamkan serangan terakhir yang bisa melenyapkan dirinya.“T-Tidak ... jangan...” Rigel berbisik, tubuhnya tak mau bergerak meski otaknya memerintahkan untuk bergerak.“Tak akan kubiarkan kau melakukannya pada Rigel, dasar binatang!”Treo yang sudah bangkit dan melihat Zephyr akan melakukan serangan terakhir pada Rigel segera berlari, dia menghampiri Rigel yang tak bisa bangkit untuk sementara waktu, tangannya mengarahkan pedang sihir miliknya pada Zephyr.Wushh!Zephyr, dia tanpa melihat tebasan dari Treo berhasil menghindarinya.“Apa? Sial! Nampaknya taha
Seorang sipir yang harusnya hari ini libur, dia mendapat panggilan dari atasannya untuk menunda hari liburnya karena kekacauan telah terjadi di penjara kerajaan.Ia berada tak jauh dari gedung penjara milik Kerajaan Loven yang luas dan besar, di sana ia melihat beberapa prajurit elit kerajaan bersenjata lengkap tengah berdiri di hadapan seorang pemuda.Hari ini dia harusnya sedang menikmati hari libur bersama dengan anak dan istrinya, namun kepala sipir memerintahkannya untuk menunda hal tersebut.“K-kenapa...? Kenapa tahanan nomor 999 keluar dari mesin itu? Bukankah harusnya benda bernama ‘iron maiden’ itu sangat kuat?”Wajahnya tampak ketakutan, pasalnya kepala sipir memberitahu sebelum dirinya di pindah tugaskan ke ruangan khusus penjara, bahwa tahanan yang berada di ruang khusus itu adalah seorang penyihir.Dan kini, penyihir yang bernama Zephyr itu telah berhasil mengeluarkan dirinya dari alat bernama iron maiden.