"A-Apa? Racun?!" Lisa terlihat begitu terkejut mendengar ucapan Galvin. Seluruh tubuhnya bergetar.
Di saat mendapatkan cukup sampel, Galvin pun membalut jari ibunya. Di dalam hati, pria itu membatin, ‘Sepertinya, daftar hitamku bertambah panjang.’ Matanya memancarkan aura membunuh yang kuat. ‘Paman Anson, ya? Jadi dia–’
KRAK!
Tepat ketika Galvin baru saja selesai membalut jari ibunya dan memikirkan tentang sang paman, suara dentuman keras dari ruang utama terdengar. Keributan tersebut pun membuat Galvin melihat Lisa berlari cepat ke luar kamar. Pria itu mengikuti dengan waspada lantaran sejumlah langkah kaki terdengar menghampiri.
BRAK!
Belum sempat Galvin dan Lisa mencapai pintu, pintu utama kediaman mereka ditendang terbuka. Seorang pria muda bertubuh kurus dalam balutan jas mewah dan celana hitam muncul bersama dengan sejumlah penjaganya.
Kala dirinya mendaratkan pandangan pada Lisa, seringai sombong terlukis di wajah pria muda tersebut seraya dia mengumumkan, “Lisa Wijaya, hari ini kamu harus ikut denganku dan menjadi istriku!” Namun, saat pandangannya melihat sosok Galvin berdekatan dengan Lisa, dia memasang wajah marah dan memaki, “Baj*ngan dari mana kamu, hah?! Beraninya mendekati calon istriku!?”
Galvin mengerutkan keningnya saat mendengar ucapan pria di hadapannya, dia memperhatikan pria itu dan merasa bingung dengan siapa orang itu. Yang jelas, pengumuman yang dilontarkan pria itu membuat hati Galvin tidak senang.
'Pria macam apa yang melamar seorang gadis seperti seorang rentenir menagih utang?' gumam Galvin seraya menatap pria itu dengan datar.
Tidak hanya itu, caranya bersikap kepada Galvin membuat pria kurus itu terkesan tidak sopan dan merendahkan.
"Brengs*k! Berani sekali kamu menatapku seperti itu?!" Teriak pria kurus itu dengan kesal, dia menatap Galvin dengan wajah yang garang. "Apa kamu tidak takut matamu itu aku cungkil?!"
"Jaga mulut kotormu itu!" Lisa berteriak sambil memasang wajah yang jijik. "Siapa yang kamu panggil calon istri, hah? Aku tidak akan pernah sudi untuk menikah denganbedebah sepertimu!"
Mendengar ucapan Lisa yang terkesan membela, terlintas tatapan penuh amarah di mata pria kurus itu. "Ahh … ternyata memang benar bedebah itu adalah kekasihmu, ya!" Dia menatap Galvin yang terlihat santai.
Ketenangan Galvin membuat pria kurus kesal dan amarahnya tersulut. Dia pun menurunkan titah pada para penjaganya.
“Cepat! Patahkan tangan pria itu! Aku ingin dia tahu apa akibatnya jika telah berani mendekati wanitaku!"
Sesuai perintah, belasan penjaga pria kurus itu segera menghampiri Galvin. Mereka mengepung Galvin dari segala arah.
“K-Kakak!” Lisa berseru ketika melihat para pengawal Galvin. “Apa yang harus kita lakukan?” tanya gadis itu kepada sang kakak.
Berbeda dari Lisa, Galvin terlihat tenang. Dia pun menarik tangan adiknya itu agar gadis tersebut berada di belakangnya. “Diam di sini,” titah Galvin dengan tegas.
“Tunggu apa lagi?!” geram si pria kurus dengan mata membara ketika melihat Galvin menarik tangan Lisa. “Serang dia!”
Mendengar itu, tanpa berpikir panjang lagi, belasan penjaga itu langsung menerjang ke arah Galvin. Mereka berusaha menyerang pria tersebut dari berbagai arah secara bersamaan.
BUK! KRAK! BRAK!
“Arghh!”
Suara pukulan yang memilukan terdengar, diikuti dengan dentuman mengerikan tubuh yang menabrak lantai. Lenguhan kesakitan dan teriakan memohon ampun bergema.
“A-apa-apaan ini?!”
Pria kurus itu membelalakkan matanya. Dia tidak pernah menyangka akan menjadi seperti ini, para penjaganya sedang dijatuhkan dengan begitu mudah di depan matanya!
Nafas pria kurus itu menjadi cepat dan mundur satu langkah. 'S-siapa orang ini?!'
Pria kurus itu mengangkat pandangannya, lalu netranya pun bertemu dengan netra hitam milik Galvin. Sebuah kilatan berbahaya terpancar dari sana dan membuat tubuh pria kurus itu bergetar hebat.
‘A-aku harus kabur!’ teriak pria kurus itu saat sadar bahwa para pengawalnya akan segera kalah. Namun, kemudian dia melihat sosok Lisa yang memandang terpukau sosok Galvin.
Di tempatnya, Lisa tercengang sembari menatap sang kakak menjatuhkan musuh-musuhnya. Kalaupun dia tidak bisa melihat jelas apa yang kakaknya lakukan untuk menjatuhkan pengawal si pria kurus, tapi wajah tenang Galvin membuatnya merasa kagum.
'Kakak … sebenarnya apa yang telah kamu lalui selama di dalam penjara?' batin Lisa dengan tangan mengepal di depan dada, merasa hatinya sedikit sakit membayangkan penyiksaan yang mungkin sang kakak lalui.
Terlalu terpukau oleh Galvin, Lisa sama sekali tidak menyadari bahwa seseorang tengah mendekatinya.
“Ah!” Lisa berteriak saat merasakan seseorang mencekal pergelangan tangannya. Dia menoleh dan mendapati si pria kuruslah pelakunya. “Lepaskan aku!”
“Lisa! Kamu harus ikut denganku!” tegas si pria kurus. “Aku sudah bilang pada ayahku ingin menikahimu, dan walaupun dia tidak setuju kamu jadi istri pertamaku, dia bilang kamu bisa jadi istri keduaku!”
Ekspresi Lisa berubah jijik. “Menjauh dariku! Kamu menjijikkan! Siapa juga yang mau menikah denganmu!?”
Lisa yang terus berusaha melepaskan diri membuat si pria kurus mengerutkan kening, terlihat marah. “Jangan tidak tahu diri! Sudah bagus ada orang yang mau menikahi wanita miskin seperti–”
“Kalau kamu tidak mau mati, lepaskan adikku sekarang juga.” Sebuah suara menggeram lantang, mengalihkan fokus si pria kurus dan Lisa. Keduanya menoleh dan mendapati sosok Galvin menampakkan wajah mengerikan dan siap membunuh.
‘Adiknya?’ Pria kurus itu mengulangi ucapan Galvin dengan bingung. Namun, melihat Galvin mendekatinya dengan aura membunuh yang kental, bak iblis mendekati mangsa, si pria kurus berseru, “Jangan mendekat jika tidak ingin wanita ini kenapa-kenapa!" Dia mulai mencekik Lisa dan mengancam Galvin. “Satu langkah saja, maka aku akan patahkan lehernya!”
Mendengar hal tersebut, langkah Galvin terhenti sesaat. Dia menatap sang adik yang terlihat kesulitan bernapas. Hati pria itu terasa panas oleh amarah, dan dia pun mengepalkan tangan.
Dalam satu kedipan mata, Galvin telah berada di sisi pria kurus itu, mengejutkan semua orang. “K-kamu! Ack!”
Tanpa memberikan si pria kurus kesempatan untuk berbicara, Galvin langsung mencekik pria tersebut, menyebabkannya melepaskan Lisa dan berusaha melepaskan diri. "Ini cara yang benar untuk mencekik dan menyandera seseorang.” Ketenangan yang menyelimuti suara Galvin membuat orang-orang di sekitarnya menggigil ngeri.
Lisa yang terlepas dari cengkeraman pria kurus itu langsung berlindung di belakang kakaknya. Kalaupun terkejut dengan kebengisan Galvin, tapi gadis itu sama sekali tidak memiliki niat menghentikan sang kakak. Pria kurus itu memang sudah keterlaluan!
Pria kurus itu menahan cengkeraman tangan Galvin yang kuat. "Br*ngsek! Lepaskan, atau kamu akan menyesal karena berani-beraninya bersikap kurang ajar padaku!" Dia meronta-ronta berusaha melepaskan dirinya.
Dengan tenang, Galvin pun bertanya, "Memangnya siapa kamu?"
"A-aku …,” pria kurus itu tergagap, “... aku adalah Kevin Wijaya!” Napasnya tercekat seiring dia melanjutkan, “Aku adalah putra Anson Wijaya, salah satu pebisnis terkaya di Aberleen!"
Mendengar hal itu, Galvin pun sedikit terkejut. "Ah … kamu Kevin Wijaya." Nada suara Galvin terdengar mengejek.
Kevin tersenyum penuh kemenangan saat merasakan keterkejutan Galvin. 'Heh, dia pasti takut mendengar nama Aya–’
KREK!
“Arrgghh!”
Belum sempat menyelesaikan ucapan batinnya, teriakan nyaring terlontar dari bibir Kevin. Tubuh pria itu–yang dilepaskan oleh Galvin–meringkuk di lantai sembari memegang tangannya yang patah. Dia meraung kesakitan sembari menatap Galvin penuh ketakutan.
Galvin pun menatapnya dengan dingin. "Menginginkan sepupu dari pihak ayah sendiri sebagai istri, di mana moralmu?" tanya pria itu dengan nada jijik.
Kevin terlihat sangat menyedihkan. Rasa sakit membuat pria itu menangis dan terisak.
Melihat hal itu, Galvin pun berjongkok di sisi Kevin. Dia menahan kaki pria yang berusaha menjauh darinya itu. “Pulanglah, Kevin,” ujar Galvin dengan suara dalam. “Pulang dan beritahukan apa yang terjadi di sini kepada ayahmu.” Dengan netra hitam yang memancarkan dendam membara, dia berkata, “Katakan padanya, Galvin Wijaya telah kembali dan akan membalaskan semua kebaikan yang dia berikan pada keluargaku!”
“Racun dalam tubuh Mama Anda akan sepenuhnya bersih dalam tiga jam,” ujar seorang dokter berpakaian seragam militer seraya memberikan laporan di tangannya kepada seorang suster. “Kondisi tubuhnya juga kian membaik, seharusnya dia akan sadar dalam waktu dekat,” imbuh pria tersebut sembari menatap Lisa dengan senyum sopan. Mendengar ucapan sang dokter, wajah Lisa berbinar. Dia tersenyum bahagia seraya berulang kali berucap, "Terima kasih banyak, Dok. Sungguh terima kasih!" "Tidak masalah, Nona,” balas sang dokter melihat reaksi Lisa. Karena tugasnya sudah selesai, dokter tersebut pun berkata, “Saya pamit undur diri terlebih dahulu. Jaga ibumu dengan baik, Nona." Pria itu mengangguk pamit sebelum membalikkan badan untuk pergi Bersama sang suster. Lisa mengantar kepergian sang dokter, lalu berhenti di depan pintu. Awalnya, dia ingin langsung kembali ke dalam ruangan, tapi di sudut matanya, gadis itu menangkap keberadaan sang kakak, Galvin. Dengan tangan terlipat di depan dada bidang pr
'Kakak pasti mengenal Javon setelah dia keluar dari Aberleen, yang berarti saat dirinya berada di penjara. Namun, bagaimana mungkin seorang narapidana bisa mengenal seorang pejabat tinggi militer?' Semuanya terasa begitu aneh bagi Lisa. Akan tetapi, teringat ucapan Galvin untuk mempercayainya, Lisa pun tidak lagi bertanya-tanya. Dia hanya sangat bersyukur Galvin telah kembali, terlebih karena dia yakin pria itu bisa melindungi mereka. "Kakak, apa rencanamu selanjutnya?" tanya Lisa dengan bingung seraya menatap mata Galvin dalam-dalam. " Setelah Kakak mematahkan tangan Kevin, tidak mungkin paman akan diam saja!" Mengingat bagaimana pria itu bisa sekejam itu mencoba meracuni ibu mereka, Lisa yakin bahwa Anson akan mencoba menyakiti Galvin. Sehingga, mereka memutuskan untuk tidak kembali ke rumah. Wajah manis gadis itu berkerut memikirkan hal-hal yang mungkin dilakukan oleh sang paman. Mengingat bahwa sang paman telah berusaha meracuni ibu mereka, Lisa yakin bahwa Anson—pamannya—pasti
*Sepuluh tahun yang lalu*Malam itu, Keluarga Wijaya berkumpul untuk makan malam seperti biasanya.“Selamat atas keberhasilan proyeknya, Kak Galvin!” ujar Lisa seraya menaikkan gelas jusnya untuk bersulang demi mengucapkan selamat terhadap keberhasilan sang kakak dalam karirnya. “Bisa bekerja sama dengan perusahaan sebesar itu di usia yang begitu muda, memang kakakku yang paling jenius!” puji gadis tersebut dengan tawa bangga.Mendengar ucapan sang putri, ayah Galvin dan Lisa langsung berceletuk, “Itu karena Galvin anak Papa!” Pria itu mengangkat dagunya bangga. “Kakakmu memang pintar, ditambah didikan Papa, makanya dia jadi sehebat ini di usia yang begitu muda!”Ibu Galvin pun menyenggol sang suami. “Perasaan yang lebih sering ngehabisin waktu sama anak-anak Mama deh? Kok Papa doang yang ngaku-ngaku berjasa, hmm?” goda sang istri membuat sang suami meneguk ludah.“T-tapi ‘kan yang ajarin Galvin soal perusahaan Papa, Mama ajarinnya yang lain,” balas ayah Galvin, sukar mengalah. Namun,
Cinta buta yang mematikan, itulah dua kata yang pantas untuk mendeskripsikan keputusan Galvin kala itu. Karena cintanya kepada Elena, juga kesetiaannya terhadap janji yang diberikan kepada sang kakek, Galvin dengan bodohnya mengiyakan permintaan gadis tersebut.Siapa yang mengira bahwa alih-alih mencari cara untuk membuktikan kebenaran, gadis itu malah mengkhianatinya dengan lari dan menghapuskan ikatan antara mereka?“Apa Kakak tahu bahwa gadis yang Kakak mati-matian bela itu sekarang memutuskan pertunangan kalian, hah?” bentak Lisa saat mengunjungi Galvin di penjara Aberleen sebelum pria itu dikirimkan ke penjara di Pulau Mata yang terpencil. “Kakak mau tahu apa yang dia bilang?” Air mata menuruni wajah Lisa deras selagi kekecewaan terpancar kuat dari matanya. “Dia tidak ingin berurusan dengan seorang pembunuh!”Karena pria yang telah dibunuh oleh Elena adalah anak dari orang terkaya kedua di kota Aberleen, Galvin diberikan hukuman terberat, yakni hukuman seumur hidup penjara. Dia d
Elena tersentak, tahu bahwa Galvin tengah mengancamnya. Namun, dia tidak bergeming.Melihat pandangan yang diberikan Galvin kepada Elena, Peter pun langsung berkata dengan wajah tidak senang, “Hei, apa jangan-jangan kamu datang ke sini untuk mengejar Elena lagi?"Tatapan Elena menjadi jijik saat mendengar ucapan sepupunya. "Galvin, pergilah, jangan ganggu aku lagi! Aku sudah memiliki tunangan," ujarnya seraya mengambil Langkah mundur ke belakang sepupunya, seakan takut Galvin akan menyentuhnya. "Hubungan kita tidak bisa terus berlanjut."Galvin menyipitkan matanya. Dia jelas tahu Elena sudah bertunangan, tapi … bukankah dia sudah bertunangan sejak beberapa tahun yang lalu? Kenapa mereka masih belum menikah?Akhirnya, Galvin memutuskan untuk berpura-pura tidak tahu.. “Sudah bertunangan?” ulangnya lagi. “Dengan siapa?”Pancaran mata Galvin membuat sudut hati Elena tertohok telak, tapi sadar bahwa wajah tampan itu tidak akan sebanding dengan kekayaan dan reputasi yang ditawarkan tunangan
"Demikian, jangan bermimpi terlalu jauh dan menganggap aku masih mencintaimu." Mendengar ucapan Galvin, sekujur tubuh Elena membeku. Dia tidak menyangka bahwa pria itu akan berbicara seperti itu di hadapannya. Galvin yang dulu merupakan lelaki rendah hati dan penuh kasih sayang terhadapnya, kini berubah menjadi pria yang sangat dingin. Perlahan-lahan tatapan Elena berubah sedingin es. Atas dasar apa pria rendahan ini bersikap begitu angkuh kepadanya? Apa melakukan hal ini membuat Galvin merasa dirinya masih lebih tinggi dari Elena?! "Bagus jika memang begitu!" Elena mendengus kesal, merasa sedikit tidak terima pria tyang telah kehilangan segalanya itu terkesan merendahkan dirinya. "Akan sangat repot bagiku kalau kamu masih mengharapkan cintaku … karena aku tidak akan sudi mencintai pria tidak berguna sepertimu!" Peter yang berada di sebelah Elena menaikkan alis kanannya. ‘Tadi, dia bilang … menggantikan Elena mendekam di penjara?’ Pria itu memicingkan mata curiga. “Apa maksudnya d
Semua satpam langsung menegapkan tubuh dan memberi hormat saat melihat sosok tersebut. Bagaimana tidak? Wanita itu adalah putri keluarga besar Gunawan, pemilik kompleks perumahan ini!Galvin merasa syok saat melihat wanita yang datang dan memanggil namanya. “Shireen?” Shireen pun berjalan mendekatinya dengan senyuman menawan dan membalas, “Galvin, lama tidak berjumpa.”Elena terkejut saat melihat kedatangan wanita cantik itu. 'Shireen Gunawan? ‘Kenapa dia ada di sini?’ Dia melirik Shireen yang berhadapan dengan Galvin. Bagaimana dia bisa mengenali pria rendahan itu!?'Shireen adalah wanita tercantik di Aberleen. Para pria menginginkannya dan para wanita mengidolakannya. Keanggunan, kecerdasan, kesuksesan, semua dimiliki wanita tersebut. Menurut Elena, kalau dia bisa menjadi sahabat wanita seperti itu, tentunya akan sangat berguna!“Nona Shireen, berhati-hatilah! Jangan dekati pria itu!” teriak Elena dengan wajah khawatir. “Dia adalah seorang mantan narapidana! Sebuah keharusan mengus
Melihat tatapan Shireen yang menelisik dirinya, Galvin menjelaskan. "Sewaktu aku di penjara, aku bertemu dan mengenalnya," jawab pria itu singkat. “Takdir sepertinya mempertemukan dan mendekatkan kami berdua.”“Di penjara? Tapi–”“Kak Shireen!” seru Lisa mengejutkan Galvin dan Shireen. Gadis itu mengerucutkan bibir. “Kenapa Kakak jadi interogasi Kak Galvin sih?” Dia menunjuk wajah sang kakak, lalu berkata, “Lihat, Kakak jadi kelihatan nggak nyaman loh!”Melihat ekspresi Galvin yang memang agak canggung, Shireen terbelalak, baru sadar bahwa dirinya sudah bertanya terlalu jauh. “M-maaf sudah membuatmu tidak nyaman, Galvin. Aku ….”“Kak Shireen kebiasaan memang,” komentar Lisa sembari melipat kedua tangan. Kemudian, dia melirik sang kakak. “Kakak jangan merasa aneh ya, Kak Shireen itu memang workaholic! Kalau ada kesempatan bekerja, dia pasti akan bekerja seperti sekarang. Mencari tahu tentang calon klien, he he.”Ucapan Lisa membuat Galvin menganggukkan kepala. “Bukan masalah.” Dia mena