Share

Bab 12

“Nggak mau menyerah? Ayo pukul aku!” kata Bondan dengan sombong. “Kita lihat siapa yang pukulannya lebih keras.”

“Oke.” Yoga melepas jaketnya. “Aku akan memenuhi keinginanmu.”

Mereka berdua siap untuk berkelahi.

“Berhenti!” Pada saat yang kritis seperti itu, terdengar suara Nadya. Dia buru-buru datang mendekat. Melihat keadaan Yoga yang berantakan, Nadya pun mengerutkan kening. “Apa yang terjadi?”

“Nggak ada apa-apa.” Bondan tersenyum dan berkata. “Adik pegawai baru ini nggak sengaja menumpahkan sendiri sarapannya. Aku hanya membantunya bersih-bersih.”

“Oh.” Nadya menganggukkan kepalanya sambil berpikir. “Lain kali hati-hati.”

Yoga menghela napas. Nadya jelas-jelas melihat jika Bondan sengaja mencari gara-gara. Namun, dia masih pura-pura tidak tahu.

Bagaimana bisa seorang presdir yang terhormat takut pada karyawannya sendiri seperti ini?

Sudahlah, siapa suruh aku menerima gaji darimu? Hari ini, aku akan membantumu memberi pelajaran pada karyawanmu ini.

Yoga pun menampar wajah Bondan dengan sangat keras.

Plak!

Suara tamparan yang begitu nyaring terdengar tanpa henti di dalam aula.

Nguunggg.

Kepala Nadya dan yang lainnya serasa mau pecah.

Apa yang mereka lihat itu?

Yoga benar-benar menampar Bondan di muka umum.

Tamat sudah! Kali ini, Yoga benar-benar habis!

Nadya sekalipun tidak bisa melindunginya.

Jika Bondan tidak terima, seluruh Grup Magani mungkin akan kena getahnya.

Bondan menutupi wajahnya dengan tidak percaya. “Kamu berani memukulku? Kamu benar-benar berani memukulku?”

“Aku memukulmu demi kebaikanmu sendiri,” kata Yoga.

“Anak TK saja tahu kalau mereka nggak boleh berbohong. Kebiasaanmu yang suka ngomong sembarangan harus diperbaiki mulai sekarang, mengerti?"

Bondan menjadi sangat marah. “Cari mati! Bangs*t, kamu harus mati hari ini!”

Setelah berkata seperti itu, Bondan bersiap untuk menyerang.

“Cukup!” Nadya berteriak dengan marah, “Ini perusahaan, bukan arena perkelahian. Apa-apaan kalian mau bertengkar dan berkelahi di sini!”

Bondan berkata dengan nada setengah mengancam, “Bu Nadya, kamu juga melihatnya sendiri tadi. Kalau kamu memintaku menahan amarah, aku nggak bisa melakukannya. Kecuali kamu memecatku sekarang.”

Tentu saja Nadya tidak mau dan tidak berani memecat Bondan. Dia pun berkata kepada Bondan dengan nada lembut, “Bondan, kamu ingin masalah ini diselesaikan seperti apa, asal jangan menggunakan kekerasan di perusahaan.”

Bondan berpikir sebentar dan berkata, “Suruh dia berlutut dan meminta maaf kepadaku. Lalu, tampar dirinya sendiri 10 kali.”

Nadya merasa berada dalam kesulitan dan berkata, “Tolong hormati aku, Bondan. Lupakan soal berlutut. Biarkan dia minta maaf kepadamu dan menampar sekali.”

Bondan berkata dengan enggan, “Lantaran kamu bosnya, aku akan menghormatimu.”

Nadya merasa lega dan berkata kepada Yoga, “Cepat lakukan seperti yang kukatakan, Yoga.”

“Oke.” Yoga berjalan menghampiri Bondan. Pertama-tama, dia berkata, “Maafkan aku.” Kemudian, tanpa ragu-ragu Yoga kembali menampar Bondan.

Tamparan kali ini bahkan lebih keras dibanding sebelumnya.

Suasana tiba-tiba menjadi hening.

Bondan menutupi wajahnya. Dia benar-benar menduga bahwa dirinya sedang mengalami halusinasi.

Nadya merasa ngeri. Dia tidak pernah menyangka jika Yoga masih berani memukul Bondan.

Apa Yoga sudah bosan hidup?

“Apa yang kamu lakukan, Yoga?” Amarah Nadya meledak.

“Kamu sendiri yang bilang. Pertama-tama aku harus minta maaf, lalu menampar sekali. Aku menuruti kata-katamu,” kata Yoga.

“Aku menyuruhmu untuk menampar dirimu sendiri sekali. Bukannya menampar Bondan.” Nadya tidak bisa berkata-kata untuk sementara waktu.

Bondan yang sudah kembali ke akal sehatnya mengeluarkan belati. “Nak, nggak ada yang bisa menyelamatkanmu hari ini. Tinggalkan pesan terakhirmu.”

Cahaya dingin yang dipantulkan belati tersebut membuat semua orang ketakutan.

Tepat pada saat yang kritis ini, tiba-tiba saja terdengar suara tawa di pintu. “Ramai sekali Grup Madani hari ini. Sepertinya aku datang di saat yang tepat.”

Semua orang langsung melihat ke arah suara tersebut. Begitu melihat siapa yang datang, mereka langsung menjadi waspada.

Bondan sendiri pun terpaksa menahan amarahnya dan menyimpan belatinya untuk sementara.

Orang yang datang tersebut adalah Pak Jarot, wakil ketua Asosiasi Perdagangan Kota.

Asosiasi Perdagangan Kota adalah organisasi terbesar di Kota Pawana. Meski disebut sebagai Asosiasi Perdagangan, organisasi tersebut sebenarnya merupakan sindikat kejahatan yang terorganisir.

Mereka menguasai semua tempat hiburan, perusahaan pengawal, perusahaan penggusuran, dan semua industri zona abu-abu di seluruh kota.

Para pekerja di industri tersebut, semuanya merupakan ‘antek-antek’ dari asosiasi perdagangan ini. Jumlahnya lebih dari 10 ribu orang.

Para preman ini semuanya sangat sombong. Mereka melakukan sesuatu tanpa ragu sedikit pun, kejam, dan tanpa ampun. Mereka juga sudah biasa membunuh orang dan tidak takut pada apa pun. Itu sebabnya, tidak ada seorang pun di Kota Pawana yang berani macam-macam pada orang-orang gila ini.

Pemimpin mereka umumnya mudah untuk dihadapi dan diajak bicara. Namun, bawahannya justru sulit dihadapi dan diajak bicara.

Nadya mengendalikan emosinya dan menyapa sambil tersenyum, “Terima kasih sudah datang kemari, Pak Jarot. Maafkan aku karena nggak menyambutmu dengan baik. Cepat, persilakan Pak Jarot untuk duduk di ruang tamu.”

“Nggak usah.” Pak Jarot melambaikan tangannya dan berkata, “Aku datang kemari untuk memberikan hadiah pada Bu Nadya. Setelah ini aku pergi.”

“Memberikan hadiah?” Nadya tidak mengerti dengan apa yang diinginkan Pak Jarot.

Selama ini, Asosiasi Perdagangan Kota yang selalu mengeksploitasi orang lain. Sejak kapan mereka menjadi bermurah hati dan memberikan hadiah kepada orang lain?

Pak Jarot mengedipkan mata pada anak buahnya. Mereka buru-buru memberikan undangan pada Nadya.

Nadya bertanya dengan rasa ingin tahu, “Pak Jarot, kamu …”

“Aku dengar, Raja Agoy yang Perkasa malam ini akan datang ke Kota Pawana. Bu Nadya akan mengadakan perjamuan makan malam besar untuk menyambut Raja Agoy yang Perkasa,” kata Pak Jarot. “Kebetulan, Kelab Sakuta milikku baru saja dibuka. Aku ingin mengundang Bu Nadya untuk mengadakan acara makan malam di Kelab Sakuta milikku, untuk menunjukkan rasa hormat dan kekagumanku pada Raja Agoy yang Perkasa. Semua ini merupakan niat baik dari Asosiasi Perdagangan Kota. Aku harap Bu Nadya nggak menolaknya.”

Mendengar hal tersebut, di dalam hatinya, diam-diam Nadya mengutuk Pak Jarot sebagai orang yang tercela dan tidak tahu malu.

Semua orang tahu, perjamuan makan malam untuk menyambut Raja Agoy yang Perkasa ini akan menaikkan reputasi dalam bisnis. Di mana pun acara tersebut diadakan, pasti akan terkenal di dunia internasional dan tercatat dalam sejarah.

Popularitas ini tidak bisa dibeli dengan uang, berapa pun jumlah.

Pak Jarot ingin mendapatkan popularitas ini secara cuma-cuma, bagaimana mungkin Nadya mau menerimanya?

Nadya meminta maaf. “Maafkan aku, Pak Jarot. Acara makan malam penyambutan ini sudah ditetapkan diadakan di aula utama Grup Magani. Aku khawatir, aku nggak bisa memenuhi keinginanmu.”

Pak Jarot mengerutkan kening. Dia merasa agak kesal. “Bu Nadya, kamu bahkan nggak mau menghormatiku sedikit saja sebagai orang tua?”

“Pak Jarot, lokasi acara makan malam ini sudah diberitahukan kepada Raja Agoy yang Perkasa. Mengubah lokasi makan malam di menit-menit terakhir, sama saja dengan nggak menghormati Raja Agoy yang Perkasa,” kata Nadya.

Pak Jarot menghela napas. “Bu Nadya, kamu sudah menyebabkan masalah besar bagiku. Kalau begitu, begini saja. Mari kita selesai masalah ini menurut peraturan dunia preman, dengan cara berkelahi. Masing-masing dari kita akan mengirimkan satu orang untuk berkelahi. Siapa yang menang, akan menjadi tuan rumah dari acara makan malam itu. Majulah, Legam.”

Setelah berkata seperti itu, seorang pria kekar berkulit hitam keluar dari rombongan Pak Jarot. Meskipun tenang, penampilannya tampak ganas seperti seorang pembunuh.

Nadya bermaksud menolaknya. Namun, Pak Jarot tidak memberinya kesempatan untuk bicara dan berkata, “Kalian semua, kosongkan tempat ini. Tinju dan kaki nggak punya mata. Jangan sampai melukai orang yang nggak bersalah.”

Anak buah Pak Jarot langsung mengeluarkan senjata, yaitu pipa baja, kunci pas, palu, dan lain sebagainya. Mereka mendorong semua orang ke pinggir dan mengelilingi tempat itu membentuk sebuah lingkaran.

Nadya merasa putus asa. Pak Jarot jelas datang dengan persiapan yang matang. Dia ingin menghancurkan tempat ini, sehingga mau tidak mau acara makan malam penyambutan, terpaksa harus dipindahkan ke tempat Pak Jarot.
Commentaires (1)
goodnovel comment avatar
Aruan Riko
pusing bcanya gk jelas alur ceritanya
VOIR TOUS LES COMMENTAIRES

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status