Share

Bab 11

“Baik, Baik.”

Reza menguatkan diri untuk berjalan menghampiri Yoga dan menuangkan segelas penuh anggur untuknya. “Pak … Yoga, aku … aku akan bersulang tiga gelas anggur untuk menghormatimu.”

Yoga bahkan sama sekali tidak melihat ke arah Reza. “Aku nggak minum.”

Reza merasa malu dan tidak enak hati. “Kalau … kalau begitu, aku akan minum tiga gelas ini sendiri. Anggap saja aku melakukannya untuk menghormati Pak Yoga.”

Reza menenggak tiga gelas berturut-turut. Kemudian, dia kembali bersulang untuk Danu dan Pak Iwan.

Selanjutnya giliran Karina.

Karina merasa otaknya kacau. Dia berjalan menghampiri Yoga. Beberapa kali dia mencoba mengatakan sesuatu, tetapi merasa ragu.

Karina bahkan tidak berani menatap Yoga.

Setelah beberapa saat, akhirnya Karina berkata dengan suara pelan, “Pak … Yoga, aku … aku bersulang tiga gelas anggur untukmu.”

Oh!

Yoga menghela napas.

Dia selalu merasa tidak tega melihat Karina berada dalam kesulitan.

Siapa yang sudah membuat Karina menemani dirinya melalui masa-masa paling sulit dalam hidupnya? Melewati rintangan terberat dalam hidupnya?

“Kamu belum sembuh betul. Jangan minum dulu,” kata Yoga. “Aku terima niat baik kalian. Sekarang keluarlah.”

Mereka merasa lega dan buru-buru ‘melarikan diri’ dari ruang pribadi tersebut.

Menit-menit di dalam ruang pribadi tersebut adalah saat-saat tersulit dalam hidup mereka.

Keluar dari ruang pribadi tersebut, mereka terlihat lemas dan lesu. Benar-benar tidak bertenaga dan tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Setelah beberapa saat, Ambar menelan ludah dan bertanya, “Menurut kalian, kenapa Pak Danu dan Pak Iwan begitu menghormati Yoga? Bahkan, Pak Iwan juga memanggil Yoga dengan sebutan ‘Pak’.”

Mereka saling berpandangan dengan ekspresi bingung di wajahnya.

“Kak, apa Yoga pernah punya urusan dengan Pak Iwan dan Pak Danu sebelumnya?” tanya Gatot.

“Memangnya dulu kamu pernah melihat Yoga keluar rumah?” Karina balik bertanya.

Memang benar. Sehari-hari, Yoga hanyalah seorang bapak rumah tangga yang tidak pernah keluar rumah. Bahkan, dia juga tidak pernah keluar dari pintu gerbang. Yoga tidak punya waktu untuk berkenalan dengan Pak Iwan dan Pak Danu.

“Mungkinkah selama ini Yoga menyembunyikan kemampuannya dan menahan diri?” tanya Ambar.

Ambar merasa agak menyesal sekarang. Jika dia tahu Yoga mengenal dua orang penting ini, bahkan juga diperlakukan sebagai tamu kehormatan, Ambar pasti tidak akan pernah membiarkan Karina menceraikan Yoga.

Namun, Karina merasa cukup lega. Pria yang disukainya ternyata tidak mengecewakannya.

Saat mereka sedang bingung, Yoga dan yang lainnya berjalan keluar. Dia berjalan di tengah, diapit oleh Pak Iwan dan Pak Danu, seakan-akan posisi Yoga jauh lebih tinggi dibanding mereka berdua.

Tanpa sengaja, Yoga dan Karina saling bertatapan. Mereka saling memandang, tetapi tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Untungnya, Yoga tidak mempersulit mereka dan langsung pergi.

Mereka baru saja menghela napas lega, ketika tanpa diduga Mitha berbalik arah.

Mereka kembali merasa tegang. Tanpa sadar, mereka berpikir jika Mitha mencari mereka untuk membuat perhitungan.

Mitha adalah satu-satunya kolonel wanita di Provinsi Sadali. Dia bisa memusnahkan seluruh keluarga mereka, hanya dengan satu kalimat saja.

“Kalian kenal Yoga?” tanya Mitha.

“Kenal. Dia mantan suamiku,” jawab Karina dengan jujur.

“Dia nggak paham ilmu medis, ‘kan?” tanya Mitha lagi.

“Aku belum pernah melihat Yoga belajar ilmu medis sebelumnya. Jadi, bagaimana mungkin dia bisa memahami ilmu medis?” jawab Karina dengan jujur.

Mitha menggertakkan giginya. “Hmph, ternyata Yoga memang benar-benar penipu!”

“Penipu? Apa yang terjadi?”

Mitha pun langsung menjelaskan, “Hmph, Yoga menyebut dirinya sebagai dokter ajaib. Dia bilang, dia bisa menyembuhkan penyakit kakekku dengan segelas anggur. Sekarang, kakekku benar-benar percaya kepadanya. Berani-beraninya dia menipu kakekku. Benar-benar cari mati!”

Semua orang langsung mengerti.

Ternyata Yoga sedang menipu orang dengan menyamar sebagai orang yang hebat. Dia menipu Pak Iwan dan Pak Danu untuk mendapatkan kepercayaan mereka.

“Sudah kubilang, manusia nggak berguna seperti dia, mana pantas berurusan dengan tokoh-tokoh penting seperti Pak Iwan dan Pak Danu.” Reza buru-buru berkata. “Hati-hati, Nona Mitha. Jangan sampai tertipu olehnya. Sebenarnya, Yoga itu hanya seorang pria parasit. Dia dan Karina sudah menikah selama lima tahun. Sepanjang hari, Yoga tidak melakukan apa pun. Dia bodoh dan nggak bisa apa-apa. Yoga nggak pernah menghasilkan uang sepeser pun. Bahkan, dia meminta uang saku dari Karina. Sekarang, Karina sudah menceraikannya. Dia pasti nggak bisa makan. Itu sebabnya dia menipu Pak Iwan.”

Mitha jadi makin membenci Yoga. “Ternyata Yoga juga seorang pria parasit. Dia benar-benar pantas untuk mati. Yoga juga mengatakan kalau penyakit kakekku akan sembuh dalam tiga hari kedepan. Hmph, kalau tiga hari lagi kakekku nggak sembuh, aku akan membuatnya menyesal!” Mitha pergi dengan marah.

Ambar menjadi sangat marah. “Manusia bodoh ini bahkan berani menipu Pak Iwan. Benar-benar bodoh dan sombong!”

Amarah Gatot juga ikut meledak. “Barusan aku hampir percaya kalau dia sangat pandai menyembunyikan kemampuannya dan menahan diri. Aku benar-benar bodoh.”

Karina juga benar-benar kecewa pada Yoga. Sebelumnya, Karina berpikir bahwa meskipun Yoga tidak punya kemampuan, setidaknya dia orang yang tulus dan jujur. Namun, Karina tidak menyangka. Baru saja bercerai, Yoga sudah mulai menipu untuk bertahan hidup. Dia benar-benar salah menilai Yoga. Menceraikan Yoga adalah tindakan yang tepat.

“Karina, saat ini Pak Iwan tengah ditipu oleh Yoga. Kalau sekarang aku meminta undangan makan malam pada Pak Iwan, Yoga pasti akan menghalanginya,” kata Reza. “Tapi, tenang saja. Tunggu tiga hari lagi ketika Nona Mitha membongkar kebusukan Yoga. Setelah Pak Iwan menyadari kalau dia telah ditipu, aku pasti akan membantumu mendapatkan undangan makan malam itu.”

Karina berkali-kali berterima kasih kepada Reza, “Terima kasih, Tuan Muda Reza. Hari ini aku benar-benar merepotkanmu.”

Reza melambaikan tangannya. “Kita ini bukan orang luar. Nggak perlu bersikap sopan seperti itu.”

Gatot juga memanfaatkan kesempatan itu untuk mengajukan permintaannya sendiri, “Kak Reza, bisakah kamu membantuku merebut kembali posisi sebagai sopir? Kalau aku menjadi sopir Bu Nadya, aku bisa membantu Kak Karina menjalin hubungan kerja sama dengan Grup Magani.”

“Hmm, aku juga berpikir seperti itu. Tunggu saja kabar baik dariku,” kata Reza.

“Terima kasih, Kak Reza.”

Sekarang, Ambar merasa makin menyukai Reza setiap kali melihatnya.

Di dalam hatinya, Ambar sudah memutuskan bahwa Reza adalah menantunya.

Malam itu, Reza menghubungi Kak Bondan. Kak Bondan adalah sopir sekaligus pengawal pribadi Nadya.

Setelah Reza menjanjikan imbalan sebesar dua miliar, Kak Bondan dengan senang hati bersedia membantu Reza mengusir Yoga dari Grup Magani.

Tiga hari berlalu dengan cepat. Malam ini, jam delapan tepat, acara makan malam untuk menyambut Raja Agoy yang Perkasa akan diadakan di Grup Magani.

Pagi-pagi sekali, semua karyawan Grup Magani sudah mulai menyiapkan tempat pertemuan. Mereka semua begitu sibuk dan suasananya juga begitu ramai.

Yoga datang lebih awal ke Grup Magani sambil membawa sarapan.

Setelah Raja Agoy yang Perkasa datang ke negara itu, Yoga harus siap sedia kapan pun saat dihubungi. Dia harus mengantarkan Raja Agoy yang Perkasa pergi ke mana pun.

Sebelum Raja Agoy yang Perkasa datang, Yoga tidak punya pekerjaan apa-apa.

Saat sedang makan, tiba-tiba saja Yoga merasa cahaya di depannya terhalang.

Yoga menengadah dan melihat seorang pria bertubuh kekar tengah berdiri di depannya.

Pria bertubuh kekar itu tidak lain adalah sopir pribadi Nadya, Bondan Pramana, atau yang juga dikenal sebagai Kak Bondan …

Tanpa menunggu Yoga angkat bicara, Bondan langsung berkata dengan angkuhnya, “Kamu orang baru, ya?”

Yoga menganggukkan kepalanya. “Benar.”

Bondan memberi perintah. “Pergi, belikan aku sarapan! Susu kedelai di jalan timur, cireng di jalan barat, asinan di jalan selatan, dan bir pletok di jalan utara. Kalau dalam waktu 10 menit sarapanku nggak tersedia, tanggung sendiri akibatnya.”

Tentu saja Yoga tahu kalau Bondan sedang mencari gara-gara dengannya.

Yoga berkata dengan sopan, tetapi tegas, “Maaf, membelikan sarapan untuk orang lain nggak termasuk dalam daftar pekerjaanku.”

Bondan menjadi sangat marah. “Si*lan, berani-beraninya kamu menolak perintahku! Apa kamu tahu siapa aku?”

Teriakan Bondan langsung menarik perhatian semua orang di kantor.

Setelah mengetahui jika Bondan yang mengamuk, suasana di aula kantor langsung terasa tegang dan mencekam.

Meski Bondan hanyalah seorang sopir dan pengawal pribadi Nadya, tetapi statusnya tidak bisa dibilang rendah.

Di perusahaan tersebut, Nadya sendiri menghormati Bondan, apalagi orang lain.

Hal tersebut karena Bondan berasal dari keluarga seni bela diri kuno. Dia memiliki kemampuan yang luar biasa dan berkali-kali menyelamatkan perusahaan juga Nadya dari bahaya.

Lantaran perusahaan bergantung kepadanya, Bondan pun terkadang begitu sombong dan memandang sebelah mata pada Nadya. Namun, demi keamanan perusahaan, Nadya hanya bisa menahan amarahnya.

Yoga tetap bersikap tenang. “Aku nggak peduli siapa kamu. Bu Nadya sekalipun juga nggak punya hak untuk menyuruhku membelikan sarapan.”

“Ber*ngsek!” Bondan mengepalkan tinjunya. “Sepertinya diperlukan kekerasan untuk membuatmu patuh. Aku akan mengabulkan keinginanmu itu.”

Bondan mengambil sarapan Yoga dan menumpahkannya ke tubuh Yoga.

Untuk sesaat, Yoga terlihat seperti tikus kecebur got.

Yoga tetap bersikap tenang dan santai. Dia menyeka sup dari tubuhnya. “Bagus sekali. Kamu sudah berhasil membuatku marah.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status