Share

Bab 13

Dengan sangat terpaksa, Nadya berjalan menghampiri Bondan dan berkata, “Kak Bondan, kali ini aku hanya bisa mengandalkanmu. Kalau kamu bisa memenangkan pertarungan ini, aku akan memberimu hadiah yang sangat besar.”

Tanpa diduga, Bondan malah menolaknya. “Maafkan aku, Bu Nadya. Barusan aku dihajar oleh pegawai baru itu dan mengalami gegar otak. Aku harus ke rumah sakit. Aku takut, aku nggak bisa bertarung untukmu.”

Tentu saja Nadya tahu apa yang dipikirkan oleh Bondan. Dia pun berkata, “Bondan, asalkan kamu mau bertarung, kamu boleh melakukan apa pun pada Yoga. Aku bahkan juga bisa mengeluarkannya dari perusahaan.”

Demi Grup Magani, Nadya hanya bisa mengorbankan Yoga sekarang.

Paling-paling yang terjadi, dia hanya perlu memberikan ganti rugi yang besar kepada Yoga nanti.

Setelah itu, barulah Bondan merasa puas. “Oke. Mendengar kata-kata Bu Nadya ini, aku jadi merasa lega.” Kemudian, Bondan berjalan perlahan-lahan menghampiri Legam dan berkata, “Legam, Legam … Benar-benar seperti namanya. Kulitnya hitam luar biasa. Aku pernah memegang posisi sebagai pelatih kepala di Perguruan Terjangan Macan. Kalau aku boleh tahu, Dik Legam belajar bela diri di perguruan mana?”

Legam melirik Bondan dengan tatapan merendahkan. “Aku ini kakekmu.”

“Ber*ngsek!” Bondan menjadi sangat marah. “Benar-benar sombong! Hari ini, kalau aku nggak menghajarmu sampai babak belur, kamu nggak akan tahu siapa sebenarnya yang lebih hebat!”

Setelah berkata seperti itu, Bondan mempercepat langkahnya. Setelah agak dekat dengan Legam, dia melompat ke udara dan menendang ke arah pelipis Legam.

Legam tetap tenang dan santai. Dia sama sekali tidak bergerak. Bahkan, matanya juga tidak berkedip.

Baru ketika kaki Bondan hampir menendang kepalanya, Legam akhirnya mengulurkan tangan kirinya.

Tap!

Tangan kiri Legam berhasil menahan kaki Bondan kuat-kuat.

Pada saat yang bersamaan, Legam mengepalkan tangan kanannya dan meninju bahu Bondan dengan keras.

Buk!

Seiring dengan suara gedebuk, Bondan langsung dilemparkan ke tanah dengan keras, dalam posisi setengah berlutut.

Bondan menjerit kesakitan.

Dia menahan rasa sakitnya dan mencoba untuk berdiri. Namun, tinju Legam kembali menghantam bahunya. Bondan pun kembali berlutut di tanah.

Beberapa kali dia mencoba untuk berdiri. Namun, tinju Legam terus saja menghalanginya.

Hingga akhirnya, Bondan dipukuli sampai bahunya terkilir. Wajahnya berlumuran darah. Bondan terkapar di tanah layaknya anjing yang sudah mati. Benar-benar mengenaskan.

“Aku mengaku kalah …” kata Bondan sambil terisak. “Aku mengaku kalah dan menyerah.”

Aula kantor menjadi senyap seperti kuburan. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan yang kejam ini.

Di mata mereka, Bondan adalah sosok yang tidak terkalahkan. Namun, di hadapan Legam, dia sama sekali tidak punya kekuatan untuk melawan.

Orang ini, bagaimana dia bisa menjadi begitu kuat?

Nadya merasa merinding di dalam hati. Kekuatan lawan benar-benar di luar bayangannya.

Nadya melihat ke arah belasan petugas penjaga keamanan Grup Magani. “Ada yang mau maju untuk bertarung?”

Para petugas penjaga keamanan itu bahkan tidak berani menatap mata Nadya. Mereka ingin sekali menjadi kura-kura yang sembunyi di dalam tempurung dan mencari lubang di tanah untuk masuk ke dalamnya.

Nadya menghela napas dan bersiap untuk berkompromi, ketika dia melihat seseorang berjalan keluar dari kerumunan orang-orang dan menghampiri Legam.

Orang itu adalah Yoga!

Nadya buru-buru menghentikan Yoga. “Yoga berhenti! Kamu sama sekali bukan tandingan mereka. Jangan sok jadi pahlawan!”

“Kamu salah paham. Aku bukan ingin menantangnya,” ujar Yoga.

“Lalu, kamu mau apa?” tanya Nadya.

“Membuat perhitungan,” jawab Yoga.

Yoga terus berjalan ke arah Legam.

Sesampainya di depan Legam, Yoga melepas jaketnya dan melemparkannya pada Legam. “Tadi waktu kalian berkelahi, darahnya muncrat ke jaket baruku. Kamu harus tanggung jawab untuk mencuci bersih jaketku.”

Hmm?

Legam mengira dirinya salah dengar. “Kamu bilang apa?”

Pfff!

Hahaha!

Orang-orang Asosiasi Perdagangan Kota tidak bisa menahan tawa.

Legam bahkan tertawa sampai meneteskan air mata. “Kurasa kamu ini idiot. Apa Grup Magani juga mempekerjakan orang idiot?”

Orang-orang Grup Magani merasa sangat malu. Apa sebenarnya yang ingin dilakukan oleh pegawai baru ini? Apa dia masih merasa kalau kita belum cukup dipermalukan?

Legam merasa terpancing, “Bagaimana kalau aku nggak mau?”

“Kalau begitu, aku akan menghajarmu,” balas Yoga.

Hahaha!

Legam tertawa tertawa terbahak-bahak hingga sesak napas. “Semua itu tergantung apakah kamu bisa melakukannya atau nggak?”

Lantaran kamu nggak bisa diajak bicara baik-baik, aku hanya bisa menggunakan kekerasan untuk membuatmu mau melakukannya.

Yoga berjalan menghampiri Legam. Setelah berada di dekatnya, Yoga menampar Legam sesuka hati.

Legam mengulang apa yang dilakukannya sebelumnya. Dia mengulurkan tangan kirinya untuk menahan tangan Yoga.

Namun, tanpa diduga, tamparan Yoga yang sepertinya dilakukan seenaknya itu, ternyata mengandung kekuatan yang menghancurkan. Tangan kiri Legam yang menahan tamparan itu sama sekali tidak berguna. Bukan hanya tidak berhasil menahan Yoga, bahkan juga tidak mampu memperlambat kecepatan tamparan Yoga.

Akhirnya, tangan Yoga menampar wajah Legam dengan keras. Legam pun terlempar keluar dan menghancurkan meja kerja saat mendarat. Setelah itu, dia memuntahkan banyak darah.

Apa?

Mata semua orang melotot, seperti melihat hantu.

Legam bisa menahan tendangan sekuat tenaga yang dilancarkan oleh Bondan. Namun, dia tidak bisa menghentikan tangan Yoga.

Tangan Yoga berkali-kali lipat lebih kuat dibanding kaki Bondan.

Pak Jarot bergidik. Sorot matanya menjadi aneh saat menatap Yoga.

Legam berusaha sekuat tenaga untuk bisa kembali berdiri. Dia menyeka darah di sudut mulutnya. “Kamu punya sedikit kemampuan. Aku terlalu meremehkanmu. Nak, kamu dari perguruan mana? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya.”

Yoga melirik Legam dan berkata dengan malas, “Aku ini kakekmu.”

Adegan ini mengingatkan semua orang pada kejadian sebelumnya.

Wajah Legam langsung tampak pucat pasi, “Nak, apa kamu tahu kalau keahlianku sebenarnya bukanlah meninju dan menendang, tapi menggunakan ruyung. Ayo keluarkan senjatamu dan kita kembali bertarung.”

Legam mengeluarkan ruyung yang selalu dibawanya. Dia memainkannya beberapa kali dan terlihat mengesankan.

Senjata? Yoga melihat sekeliling, tetapi tidak menemukan senjata yang cocok. Akhirnya, dia melepas sepatunya dan menggunakannya sebagai senjata.

Semua orang tidak bisa berkata-kata.

Legam mengira, apa yang dilakukan Yoga tersebut adalah untuk mempermalukannya. Dia pun menjadi makin marah. “Dasar pemuda sombong! Hari ini, aku akan membuatmu merasakan kekuatan ruyungku ini!”

Legam mengayunkan ruyungnya dengan ganas dan menyerang Yoga.

Harus diakui jika Legam memang ahli dalam memainkan ruyung. Semua orang hanya bisa melihat jejak bayangan ruyung yang bagaikan baling-baling pesawat. Embusan angin yang ditimbulkannya membuat rambut semua orang berkibar.

Ruyung itu tidak sengaja menghantam sebuah meja. Meja tersebut langsung hancur berantakan karenanya.

Segera saja, Legam menyerang Yoga. Ruyung tersebut hampir menghantam wajah Yoga. Yoga mengayunkan sepatunya dengan keras ke wajah Legam.

Adegan yang aneh kembali terjadi. Ruyung yang terlihat begitu kokoh itu, langsung hancur berkeping-keping begitu menyentuh sepatu Yoga.

Sepatu Yoga lagi-lagi menghantam wajah Legam dengan keras.

Legam kembali terlempar.

Namun, kali ini suaranya lebih keras dan lebih dahsyat. Setelah mendarat di tanah, tubuh Legam langsung kejang-kejang. Wajah Legam juga berlumuran darah dan separuh wajahnya yang sebelah kiri membengkak seperti semangka yang sudah matang.

Aula tersebut langsung menjadi senyap. Semua orang langsung merasakan hatinya bergetar.

Gatotkaca!

Di dalam hatinya, semua orang menganggap Yoga layaknya Gatotkaca.

Nadya menatap Yoga dan tiba-tiba saja hatinya berdegap kencang.

Nadya belum pernah merasakan hal seperti ini terhadap seorang pria sebelumnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status