Share

Welcome to Bali

Satu tahun kemudian, Matt dan Mike akan terbang ke Bali, semula ia ingin terbang ke jakarta untuk menemui sang kakak, keponakan dan yang utama adalah Nina, asisten kakak iparnya yang sangat ia rindukan. Entah mengapa Matt sangat terobsesi oleh gadis Indonesia itu.

Matt dan Mike berangkat dengan menggunakan jet pribadi milik keluarga Osborne. Sedangkan, Harry  hanya mengantarkan kedua sahabatnya dan di temani oleh Lyra.

“Harry, jaga Lyra untukku.” Ucap Mike berbisik pada pria berkacamata itu.

Mike memang telah menyatakan cintanya pada Lyra, tetapi wanita itu. Namun, hingga saat ini Lyra belum menjawab pernyataan cinta Mike. Bukan karena Lyra tidak menyukai Mike. Namun, Lyra tahu betul bagaimana Mike, ia hanya takut. Mengingat Mike adalah pria yang sering melakukan one night stand. Ia hanya mencoba membentengi hatinya agar tidak sakit untuk kedua kalinya.

“Hmm.. oke, Tapi kau tetap harus banyak berdoa, semoga aku tidak tergoda oleh wanitamu.” Jawab Harry asal.

“Ah, Si*l kau.” Mike meninju lengan Harry, membuat Matt ikut tertawa.

Lalu, Mike berlari ke arah Lyra yang sedari tadi berdiri cukup jauh dari ketiga pria itu. Ia berdiri di hadapan Lyra dan menggenggam tangannya.

“Lyra, berjanjilah akan menungguku. Ini untuk masa depan kita.”

“Uhuk.. uhuk.” Harry pura-pura batuk dan Matt ikut tertawa. Pasalnya mereka belum pernah melihat Mike seserius ini.

“Diam kau.” Teriak Mike pada Harry, membuat kedua sahabatnya yang menyaksikan adegan romantis itu kembali tertawa.

“Bagaimana jika justru di sana kau yang tak bisa menjaga dirimu?” Tanya Lyra.

“Sungguh Lyra, aku akan menahannya sekuat tenaga.”

“Bohong.” Ucap Harry tertawa.

“Diam, Harry.” Kesal Mike, karena pria berkacamata itu tak henti-hentinya menggoda.

Matt pun hanya tertawa. “Come on, Mike. Kita akan berangkat.”

“Tunggu, Matt.” Ucap Mike.

“Lyra, kau percaya padaku?” Tanya Mike pagi yang masih menggenggam tangan wanita itu.

Lyra terdiam. “Entahlah.” Ia mengangkat bahunya. Ia pun bingung.

Mike hanya menghelakan nafasnya kasar. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Bagaimana meyakinkan wanita ini, kalau dirinya saat ini tengah bersungguh-sungguh.

“Harusnya kau nikahi dulu dia, baru kau pergi.” Teriak Matt.

“Kalau begitu, tunggu aku di sana. Setelah kuliahku selesai, aku akan menyusulmu ke sana dan akan ku kenalkan kau dengan keluargaku.” Ucap Lyra, membuat bibir Mike mengembang senyum.

“Sungguh?” Tanya Mike dan Lyra langsung mengangguk.

“Matt, dia menerimaku.” Ucap Mike.

“Harry, kau dengar. Lyra tidak akan menggodamu karena dia sudah menjawab pernyataan cintaku.”

Matt dan Harry hanya tersenyum melihat kebahagiaan sahabatnya. Mereka melipat kedua tangannya di dada.

Harry dan Matt menghampiri Lyra dan Mike.

“Kalau begitu kau bisa ikut bersamaku dengan tenang.” Kata Matt sembari menepuk punggung Mike.

“Dan, Lyra akan aku latih untuk segera lulus. Aku yang akan mengantarnya ke Bali nanti.” Kata Harry.

“Terima kasih, sobat. Kalian memang yang terbaik.”

Mike memeluk Matt dan Harry.

Lyra pun tersenyum melihat ketiga bersahabat ini. selama berteman dengan ketiga pria brengsek ini, justri Lyra merasa aman. Sering berada di sarang penyamun ternyata tidak membuatnya khawatir, karena ketiga pria itu tak pernah sekalipun melecehkan Lyra, padahal mereka pria yang berhasrat tinggi. Tetapi, mereka pria yang tahu diri, mereka tahu dengan siapa mereka harus menjaga kehormatan seorang wanita dan dengan siapa mereka harus melampiaskan hasratnya dalam semalam. Hal itu mmbuat Lyra salut dengan ketiga pria ini.

****

“Aku kira kau tidak seserius ini dengan Lyra.” Ucap Matt pada Mike, saat mereka sudah berada di dalam pesawat.

Pesawat itu sudah berada di atas awan sejak tiga jam yang lalu.

“Bukan hanya kau yang lelah dengan kebiasaan buruk itu. aku pun begitu. Sejak pertama melihat Lyra, aku rasa dia cocok untuk menjadi ibu dari anak-anakku kelak.”

Matt tertawa. “That’s right. Aku pun merasa seperti itu saat pertama kali bertemu Nina.”

“Mengapa kita tidak ke Jakarta terlebih dahulu? Paling tidak untuk melepaskan rasa rindumu pada wanita itu.” Tanya Mike.

“Inginku seperti itu. Tapi urusan kita tidak bisa di tunda bukan?” Ungkap Matt.

Matthew dengan susah payah membujuk Samuel dan George untuk mau mengurus perusahaan keluarga Osborne. Walau, semula Samuel juga menolak. Tetapi, istri Samuel yang merupakan ibu kandung David, membantu Matt untuk membujuk suaminya. Dua tahun menjadi istri Samuel dan tinggal di kediaman utama Osborne membuatnya banyak mengenal Matt, karena Matt memang sering menginap di rumah itu. Matt sering kali bertukar pikiran dengan Elvira, ia menganggap Elvira seperti ibunya sendiri, hingga ia pun heran mengapa dulu sang ayah bisa mencampakkan wanita sebaik Elvira.

Mike mengangguk.

Setelah menempuh perjalanan selama enam belas jam. Akhirnya Matt dan Mike tiba di Bandara I Gusti Ngurah Rai Denpasar, Bali. Cuaca yang kebetulan berawan itu, membuat udara di sana tidak sepanas biasanya. Matt berjalan gagah dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya.

Matt berjalan lebih dulu dari Mike, karena Mike tengah menelepon seseorang untuk memastikan orang yang akan menjemputnya di sini. Mereka membawa koper kecilnya masing-masing. Matt melambaikan tangannya pada Mike, untuk mengisyaratkan bahwa ia akan ke toilet sebentar. Lalu, ia meletakkan koper kecil yang berwarna hitam itu di luar toilet.

Bruk

Sesaat sebelum Matt masuk ke toilet pria. Dadanya tersenggol keras oleh seorang gadis dengan menggunakan kemeja biru garis-garis yang di masukkan ke dalam celana jeans biru langit tengah berjalan cepat, setelah keluar dari toilet wanita. Kebetulan posisi toilet wanita melewati toilet pria. Matt menoleh ke gadis sombong itu. Namun, gadis itu tak menoleh ke arahnya, apalagi untuk meminta maaf padahal gadis itu yang berjalan semaunya dan menyonggal dada Matt seolah ingin mengajaknya ribut.

“Hei.” Panggil Matt dan menarik tangan gadis itu dari belakang.

“Apa?”

Gadis itu menatang dan membuka kaca matanya.

“Apa kau tidak bisa bersikap sopan?” Tanya Matt.

“Apa?” Gadis itu bertanya menantang ke arah Matt.

Ia tak mengerti maksud pertanyaan Matt, karena ia tak merasa ada yang salah.

“Bisa kah kau meminta maaf karena telah menyenggolku dengan sengaja?”

“Oh, itu. ya maaf aku tidak sengaja, karena aku sedang terburu-buru.” Jawab gadis itu santai. Sikapnya yang cuek membuat Matt merasa terhina.

Lalu dengan cepat Matt meraih pinggang mungil gadis itu dan menekan tengkuk lehernya. Matt melumat bibir ranum gadis itu.

“Mmpphh..”

Gadis itu memukul dada Matt bertubi-tubi.

“Si*alan kau. Pria brengsek. kurang ajar!” Ia mengumpat Matt dengan mata melotot, sembari menghapus jejak saliva yang menempel pada bibirnya.

Hal itu cukup membuat Matt bergairah pagi ini. Ia tersenyum ke arah gadis yang sedang meraung dan memakinya. Makian gadis itu jusru terdengar alunan merdu yang indah di telinga Matt.

Gadis itu terus memukul Matt.

“Hei, Din. Ada apa?” Teman wanita dari gadis yang tengah memukuli dada Matt itu mencoba melerai.

“Siapa namamu?” Tanya Matt.

“Apa pedulimu, b*jing*n.”

Gadis itu terus meronta dan ingin memukul Matt lagi, padahal tubuhnya tengah di halau oleh temannya.

“Sudahlah, Din. Jangan ngamuk di sini! malu di liatin orang.”

Gadis cantik yang bernama Dinda itu pun menoleh ke sekeliling mereka yang mulai menoleh ke arahnya.

“Oke, Din. Terima kasih ciumannya.”

Matt menyebut nama gadis itu seperti yang di sebut temannya, sembari melempar kecupan ke arah Dinda dan kembali membalikkan diri menuju toilet.

“Lu di cium cowok bule itu?” Tanya teman Dinda yang bernama Tasya.

Lalu, Dinda menceritakan kronologis kejadian tadi.

“Dia nyebelin banget, Sya. Gue harus beri pelajaran sama dia. Kalau perlu gue tonjok idungnya sampe berdarah dan patah sekalian.” Ungkap Dinda dengan amarah yang sudah di ubun-ubun.

“Terus lu mau tungguin dia keluar dari toilet?” Tanya Tasya.

“Iya.”

“Dinda, ini udah jam berapa? Perjalanan kita masih jauh. Kita tuh di tugasin di pedalaman cin. Sampe kapan kita mau sampe, di sana kita tuh udah di tunggu kepala desa tau.” Ujar Tasya.

“Tapi gue ga rela, ciuman pertama gue di ambil tuh bule.” Dinda masih merengek.

“Jadi selama ini, lu ga pernah di cium Ardi? Gila, padahal lu udah pacaran empat tahun dan belum pernah sekalipun di cium?” Tanya Tasya. Lalu, ia menggelengkan kepalanya.

“Tau ah.”

Dinda mengambil asal koper kecil yang berwarna hitam persis di tempat Matt menaruh kopernya.

Setelah selesai membuang hajat kecilnya, Matt keluar dari toilet dan menghampiri koper kecil yang berwarna hitam. Ia pun membawa koper itu.

“Matt, sepertinya tadi kau bertengkar dengan seorang gadis? Sorry aku masih menerima telepon tadi.” Tanya Mike.

Matt mengangguk. “Ya, hanya gadis aneh.”

“Tapi dia cukup cantik.” Ucap Mike yang memang melihat ke arah Dinda dan Tasya pada saat ia menerima telepon di seberang sana.

“Ah, semua gadis kau bilang cantik.” Jawab matt santai sembari melanjutkan langkahnya.

“Tapi memang dia cantik, Matt.”

Matt kembali mengingat wajah gadis itu dan bibirnya yang manis. Ia tersenyum, memang ia akui gadis itu cantik walau gayanya tidak feminim dan galak. Namun, kepalanya kembali mengingat Nina, asisten rumah tangga sang kakak yang sangat lembut dan memiliki senyum yang manis.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status