Setelah terjadinya pembunuhan semalam, keesokan harinya Rekso Atmoko memerintahkan para tetua yang masih ada untuk meningkatkan kewaspadaan. Dan mereka juga akan mencari keberadaan si pembunuh. Saksi hidup yang saat ini tengah di selidiki adalah wanita panggilan bernama Yao Shin. Dia adalah wanita dari Negara lain yang merantau ke Negara Angin Barat, dan menjadi wanita panggilan. Menurut wanita itu, dia melihat hantu yang terbang dari luar menuju ke dalam rumah. Dia tak tahu bagaimana hantu itu membunuh banyak orang. Mendapat keterangan itu, pihak Perguruan tidak bisa mempercayainya. Namun kabar adanya hantu yang meneror Perguruan Katak Merah segera menyebar ke seluruh pelosok. Kabar itu membuat banyak orang ketakutan. Termasuk para murid Perguruan itu sendiri. Rekso segera mengumpulkan para tetua dan membahas masalah itu dengan serius. Mereka berencana menangkap si pembunuh yang mereka yakini bukanlah sosok hantu. Bimasena yang berada di dalam penginapan bersama dengan Kirana t
Kirana tersenyum melihat tangan Bima yang melingkar di tubuhnya. Meski dia tahu Bima tak mencintainya, namun ada rasa bahagia tersendiri di dalam hatinya. Namun yang membuat gadis itu merasa canggung adalah ada satu benda di bawah tubuhnya yang berdenyut menekan tubuhnya. Benda yang tak lain adalah tongkat milik Bima yang secara tak sengaja telah bangkit karena sentuhan dari tubuhnya. "Sekarang aku akan jelaskan tentang ayahku, Sepasang Gada Kembar itu adalah senjata warisan turun temurun dari keluarga Atmoko. Selama lebih dari empat dekade senjata itu menjadi andalan para ketua Perguruan di masa lampau. Hanya saja, para ketua enggan membuat masalah dengan Perguruan lain. Karena banyak orang yang menginginkan senjata pusaka tersebut," "Bertahun-tahun sebelum ayahku menjadi kepala Perguruan ini, dia adalah seorang pendekar yang berkelana dari satu tempat ke tempat yang lain. Sama halnya dengan Ketua Kedua yang juga murid Perguruan Katak Merah, mereka menjadi pendekar hebat dan cuk
Setelah sehari semalam Bima bersemedi, dia telah meningkatkan tenaga dalam yang dia miliki. Itu sudah cukup membuatnya yakin untuk menyerang Perguruan Katak Merah malam ini. Kirana Dewi memberi semangat. Dalam sehari semalam dia hanya duduk di dekat Bima dan melihat pemuda itu bersemedi. "Sebaiknya kakang jangan terburu-buru, sesuai yang aku katakan, kakang siapkan semuanya dan lakukan setelah keadaan mulai kacau, maka semua akan menjadi lebih mudah untukmu kakang," kata Kirana. Bima tersenyum. "Kamu benar-benar kejam Kirana, bahkan aku tidak kepikiran sama sekali dengan gudang yang kau bicarakan itu," ucap Bima. "Aku sudah bilang, aku akan menjadi pelayan mu, lain kali kamu juga harus memahami perasaanku, berlatih lah jadi seorang lelaki," kata Kirana sambil memakaikan pakaian hitam pada tubuh Bima. "Bukankah aku sudah seorang lelaki?" tanya Bima. "Iya, kakang memang lelaki, tapi tidak bisa mengerti perasaan wanita itu artinya kakang belum hebat menjadi seorang lelaki," tegas
Suara langkah kakinya terdengar berat. Aura dingin yang menekan membuat beberapa orang murid jatuh terduduk. "Ini lebih kuat dari saat itu..." batin Kirana mulai merasa cemas. Saat sosok Bima keluar, semua mata menatapnya tanpa berkedip. Di depan mereka berdiri satu sosok setengah Iblis dan setengah manusia. Kali ini sosok Iblis nya lebih jelas dari saat Bima bertarung di arena beberapa waktu lalu. "Hati-hati! Dia berada di ranah Keabadian!" teriak Rekso Atmoko. Dia tak percaya dalam waktu singkat itu, Bima menembus ranah yang dia impikan. Namun Rekso menduga bahwa kekuatan Bima ini adalah memaksakan tubuhnya ke ranah itu untuk beberapa saat. "Jangan takut! Serang secara bersamaan!" ucap Rekso lagi. Tapi ucapannya sia-sia, semua murid terlihat ketakutan. Bima menyapu pandangannya ke segala arah. Lalu tubuhnya merunduk mengambil ancang-ancang. Tiba-tiba tubuhnya melesat sangat cepat ke arah ratusan murid. Pedang Darah di tangannya bergerak sangat cepat yang bahaln tak bisa di l
Bimasena menatap tajam. Kakinya mulai menekuk dan mengambil ancang-ancang. Tiga Ketua terlihat berkeringat dingin. Serangan Bima sangatlah berbahaya. Jika dia sudah ancang-ancang, itu artinya dia sudah siap dengan tenaga dalam tinggi. Srak!Terdengar kaki Bima yang menggesek tanah. Dengan sangat cepat tubuhnya melesat ke arah tiga Ketua. Saking cepatnya, yang terlihat di mata adalah kelebatan cahaya biru dari pedang milik Bima. Ketua ke Lima dan Ketua ke Sembilan segera menyongsong serangan. Tangan Bima bergerak, pedang berkiblat dengan cahaya biru. Blar! Dua Ketua itu terkejut dengan ledakan dari pedang milik Bima yang membuat tubuh keduanya terlempar jauh hingga menabrak bangunan rumah. Keduanya terlihat sangat kesakitan karena beberapa bagian tubuhnya hancur. Bima tersenyum sinis. Matanya melirik ke arah Rekso. "Hanya tinggal dirimu..." ucapnya sambil menunjuk. Rekso nampak berusaha menenangkan diri. Dengan segenap kekuatannya Rekso mengangkat kedua gada miliknya ke langit.
Rekso Atmoko mencoba terus merangkak. Namun tubuhnya semakin lemah. Bima sudah mendatangi nya lebih dulu dari belakang. "Mau kemana kau kecoa?"Setelah berucap, Bima langsung menusukkan pedangnya ke kaki kiiri Rekso hingga tembus dan pedang itu menancap di tanah. Rekso menjerit kesakitan. Tubuhnya tak bisa lagi bergerak karena kakinya tertahan oleh pedang yang menembus hingga ke tanah. Rekso tak bisa berbuat apa-apa. Dia mengeluh kesakitan tanpa henti. Kaki kirinya mulai membiru. Bima mengambil dua gada kembar dan mendatangi kembali Rekso Atmoko. "Aku ingin bertanya satu hal, jawab dan kamu tidak akan aku siksa," kata Bima. "Apa yang kau inginkan dariku...?" tanya Rekso pelan. Suaranya sudah seperti suara kakek renta. Tenaga dalamnya sudah habis sama sekali. "Katakan padaku... Klan dan Perguruan apa saja yang telah menghancurkan Perguruan Julang Emas? Aku beri kamu waktu tiga hitungan," ucap Bima. Namun Rekso malah diam tak menjawab. Wajahnya pucat. Dengan kesal Bima tarik tang
Beberapa hari setelah terjadinya pembantaian di Perguruan Katak Merah, para penduduk sudah mulai tenang. Meski masih ada rasa cemas jika pembunuh itu juga berniat membantai para penduduk yang tak mempunyai ilmu kanuragan. Bima pun mulai sembuh dari lukanya berkat ilmu Ganti Rogo. Meski dia harus bertahap menyembuhkan tulangnya yang patah. Karena tidak mudah dan sangat menyakitkan. Lastri dengan setia melayani semua kebutuhan Bima. Gadis itu sangat telaten dan cekatan. Hari itu Bima membuka semua barang yang dia ambil dari Perguruan Katak Merah. Di dalam kantong kain yang dia gunakan untuk membungkus, terlihat beberapa benda yang bagi Bima adalah benda penting. "Ini ramuan untuk meningkatkan tenaga dalam, dengan ini aku bisa lebih cepat melatih kekuatan Ranah Tubuh Besi untuk naik ke Ranah Pukulan Sakti..." Bima menaruh botol merah yang terbuat dari keramik itu di meja. Lalu dia mengambil satu benda berwujud belati emas. Bima menatap benda itu dengan seksama. Tak ada yang aneh dar
Setelah mempelajari berbagai isi dalam Kitab Keabadian dan meminum ramuan penguat tubuh yang Bima dapat dari Perguruan Katak Merah, kekuatan Bima melesat cepat hingga hampir menembus ke ranah Pukulan Sakti. "Ini luar biasa, hanya dalam waktu yang singkat aku sudah naik dua tingkat sekaligus, satu tahap lagi aku berada di ranah Pukulan Sakti," ucap Bima dengan nafas terengah setelah melakukan olah kanuragan. Malam itu dia terus berlatih hingga fajar menyingsing. Hingga keesokan harinya dia pun pergi meninggalkan penginapan itu. Sebelum pergi Bima memberikan sepuluh tail emas kepada Lastri. "Kamu bisa beli penginapan ini, lain kali aku akan datang berkunjung lagi, terimakasih Lastri untuk selama ini," ucap Bima membuat mata Lastri berkaca-kaca. Namun gadis itu hanya mengangguk tanpa bisa berkata apa-apa. Dia merasa terharu, sedih, dan juga sedikit bahagia karena Bima memperhatikan nya. "Aku akan membeli penginapan ini sehingga tuan bisa bebas jika akan menginap di sini, saya akan m
Tangan Darah mencoba bangkit berdiri. Meski dengan gontai dia berhasil berdiri kembali. Sekujur tubuhnya melepuh terkena serangan Petir Semesta milik Ki Romo.Sedangkan Ki Romo tak lebih baik dari Tangan Darah, setelah terpental keras tubuhnya malah justru melesat ke arah perisai emas milik Ratu Azalea.Saat tubuhnya menghantam perisai emas milik Ratu Azalea, Ki Romo merasa tubuhnya remuk dan terbakar.Beberapa saat lamanya dia tak bisa bangkit berdiri kerena tubuhnya tak bisa dia gerakan.Tangan Darah berjalan kearah Ki Romo dengan langkah perlahan. Wujudnya yang terlihat hancur menambah keangkeran sosok pengikut Bima tersebut."Harus dibunuh...harus dibunuh..." gumam Tangan darah.Ki Romo mencoba mengangkat tubuhnya. Namun tidak bisa. Kakinya telah patah setelah menghantam perisai emas milik Ratu Azalea."Bagaimana bisa disini terpasang sebuah perisai yang sangat kuat...?bahkan lukaku justru aku dapat karena menghantam perisai aneh ini...!" batin Ki Romo masih mencoba untuk bangkit
Tangan Darah terpental setelah menangkis serangan beruntun dari Ki Romo,salah satu dari Tiga Setan Emas.Ki Romo yang dibantu oleh enam pengikutnya berhasil sedikit mendesak Tangan Darah."Siapa makhluk menyeramkan ini? kalau melihat serangan yang dia lancarkan aku tidak merasa asing. Pukulan itu seperti milik seorang pemburu Harta Karun yang pernah ramai dibicarakan oleh Yang Mulia. Dia adalah Datuk Manggala! Orang yang pernah mengalahkan Ketua Pemburu Senyap, Panglima Kerajaan!" batin Ki Romo dengan wajah berubah sedikit pucat.Kejadian Datuk Manggala mengalahkan panglima Kerajaan adalah sebuah cerita lama. Sebelum para pendekar kerajaan berkembang pesat seperti sekarang.Datuk Manggala pernah di ajak oleh kerajaan untuk bekerjasama dalam mencari sebuah harta karun yang konon bisa membawa mereka keluar dari pulau kutukan tersebut.Namun seperti yang di duga,Datuk Manggala tidak mau bergabung dan memilih untuk mencarinya sendiri.Panglima kerajaan mengancam akan mengurung Datuk Mangg
Wujud Bima saat ini telah berubah menjadi wujud Balaraja. Sosok iblis dengan tanduk berwarna emas.Ki Sutan yang melihat perubahan wujud Bima terkejut. Dia tak pernah menduga jika lawannya dari tadi adalah manusia setengah iblis.''Jadi kau manusia setengah iblis? Tak disangka sama sekali ada manusia selain tuan Anggoro yang juga mempunyai kekuatan ibis,huh! tapi kau berbeda dengannya. Aku tak takut sama sekali pada iblis sepertimu!" umpat Ki Sutan.Bima tersenyum sinis. Matanya menatap tajam ke arah Ki Sutan."Aku tak peduli dengan ocehan mu itu! ayo kita lanjutkan lagi pertarungan kita!" teriak Bima lalu menancapkan Pedang Darah ke tanah. 'Jurus Bayangan Ganda!" seru Bima dalam hati.Pedang Darah miliknya bersinar emas.Dari dalam pedang itu muncul dua sosok yang menyerupai Bima. Keduanya langsung menyerang dengan cepat ke arah Ki Sutan. Terkejut dengan serangan dua bayangan yang menyerupai Bima tak membuat Ki Sutan lengah. Dengan jurus Tinju Semesta, Ki Sutan menyongsong serangan
Bima bangkit berdiri. Dia merasakan dadanya sesak setelah terpental jauh karena ledakan Tinju Semesta milik Ki Sutan. "Kekuatan yang sangat dahsyat, apakah ini kekuatan khusus miliknya?" batin Bima sambil menatap ke depan. Ki Sutan berjalan dengan seringai di bibirnya. Tubuhnya terlihat lebih besar dari saat pertama Bima melihatnya. "Bisa bertahan dari serangan Tinju Semesta milikku, aku akui, kau satu-satunya pendekar kelas atas yang bisa melakukannya," kata Ki Sutan memuji. Bima tak menyahut. Dia berusaha mengembalikan jalan napasnya yang sempat sesak. "Tapi, kau hanya beruntung karena tinju ku ini tidak mengenai wajahmu secara langsung... Jika tinjuku berhasil mengenai wajahmu, mungkin kepalamu sudah hilang..." Ucap Ki Sutan lagi. Bima menyeringai. "Jangan banyak membual, coba saja kau buktikan, apakah benar tinju mu itu sesakit yang kau katakan?" tantang Bima. Ki Sutan menggeram marah. Dia melebarkan kedua kakinya lalu mengeluarkan kekuatan sejati miliknya hingga tanah ber
Dengan Pedang Hantu Biru Bima melesat ke langit lalu terbang mengitari desa. Matanya menyapu sekeliling desa dan dia menemukan tiga kelompok yang terpisah seperti yang Kalabunta katakan. Dengan perlahan Bima terbang rendah mengintai kelompok Ki Sutan dari belakang. "Satu Ranah Puncak Tulang Dewa, lima ranah Tulang Dewa tahap tengah. Tidak buruk," batin Bima. Diambilnya beberapa jarum senjata rahasia. Lalu dengan menggunakan Kekuatan Ruang dan Waktu, Bima menghentikan waktu sesaat. Tubuhnya melesat cepat dan melempar tiga jarum ke arah mereka. Saat jarum itu tepar berada di dekat tubuh mereka, Bima kembali menghilang lalu melepas Waktu kembali. Clep! Clep! Clep! Tanpa suara tiga pemburu Senyap tewas setelah leher mereka di tembus jarum milik Bima. Ki Sutan yang mendengar suara benda menancap di leher anak buahnya segera menoleh. Dia sangat terkejut melihat tiga anak buahnya mati tanpa tahu siapa yang membunuh. "Gawat! Ada yang mengintai kita!" ucap Ki Sutan perlahan. Dia menata
Matahari mulai tenggelam. Cahaya emas yang bersinar dari ufuk barat perlahan mulai menghilang digantikan kegelapan malam. Suara lolongan anjing hutan pun mulai terdengar. Dari balik pohon besar yang ada di pinggir desa, berdiri beberapa sosok berpakaian hitam. Wajah mereka mengenakan topeng. "Kau yakin mereka adalah orang yang berhasil mengalahkan dua tim yang seharusnya menjemput ketua Anjani?" tanya satu sosok dengan topeng bergaris biru. Melihat yang lain semuanya memakai topeng bergaris merah, agaknya orang dengan topeng bergaris biru itu adalah ketua kelompok tersebut. "Benar tak salah lagi, pemuda dengan kekuatan es itu ada di rombongan tersebut. Hanya saja ciri-cirinya tidak begitu jelas," kata sosok lain. "Apakah kau yakin dia bukan murid Perguruan Harimau Perak?" tanya sosok bertopeng garis biru. "Pasti salah satu tetua mereka yang melakukan serangan kepada tim Nyai Anjani. Hanya saja tidak ada berita mengenai ciri-ciri khusus dari pendekar tersebut. Hanya dikatakan pe
Bima memejamkan matanya. Dia pun mulai merasa tidak nyaman setelah mendengar cerita dari Ratu Azalea. "Jadi, selama ini kamu sudah tahu jika kita akan bersama... Kamu juga tahu kita akan menyerang kerajaan, kenapa dari awal kamu tidak melarang ku untuk pergi ke kerajaan?" tanya Bima. "Itu jelas tidak mungkin, kau sudah tahu, hukuman yang akan ku Terima jika aku melawan takdir. Seratus tahun. Aku tak mau dihukum seperti itu lagi. Aku hanya ingin bisa di samping dirimu selama mungkin, baik dalam keadaan senang maupun duka, aku tak akan peduli..." kata Ratu Azalea. Bima mengecup kening istrinya dengan lembut. "Apa yang akan terjadi di masa depan jika kamu ikut membantuku menghancurkan mereka?" tanya Bima. "Kakang akan kehilangan diriku, hanya itu yang aku tahu, kita akan berpisah...dan aku tidak tahu karena apa," jawab Ratu singkat namun membuat Bima seperti dihantam palu raksasa. "Bagaimana bisa aku akan kehilangan dirimu? Apakah tidak ada petunjuk apa yang membuat kita berpisah?"
Bima terdiam setelah Ratu Azalea menjawab pertanyaan nya. "Untuk apa kamu melakukan itu Ratu?" tanya Bima. Ratu Azalea tersenyum. Dia membelai pipi suaminya dengan lembut. "Untuk menjagamu, Sinar Pengikat Jiwa ini juga aku pasangkan pada Tangan Darah. Sebelumnya mereka berdua adalah musuh, ketika kamu menjadikan mereka pengikut, mereka akan mengikuti mu karena kamu lebih kuat. Namun, tak ada yang namanya kesetiaan abadi. Kakang, ingat pemberontakan Lesmana kepadaku?" tanya Ratu Azalea. Bima mengangguk. "Dia adalah orang yang paling ku percaya dalam banyak hal setelah Pamannya. Tapi dengan mudah dia membuang kepercayaan itu, dan menusuk dari belakang setelah aku dalam keadaan lemah. Jika bukan karena pertolongan mu, mungkin aku sedang di permainkan olehnya," kata Ratu Azalea. Kini Bima paham apa tujuan istrinya menaruh Sinar Pengikat Jiwa kepada dua pengikut nya itu. Namun sebenarnya, tanpa Sinar Pengikat Jiwa sekalipun, Tangan Darah tak akan mampu berkhianat. Karena sekali Bima
"Kenapa... Kenapa kamu memilih aku sebagai pengikut mu?" tanya Subali. Bima melangkah mendekati Subali yang tengah di obati oleh Wulan. "Musuhku adalah kerajaan besar. Mereka mempunyai banyak Pendekar kelas atas, dan tidak sedikit dari mereka rata-rata adalah petarung ranah Tulang Dewa. Aku butuh kekuatan untuk menghancurkan mereka," jawab Bima. "Apakah ada dendam yang membuat mu ingin menghancurkan mereka?" tanya Subali. Bima mengangguk. "Dosa mereka sangat banyak, Dewa menutup mata. Itu artinya Iblis lah yang harus menjadi hakimnya, bukan begitu?" jawab Bima. Subali tidak tahu dendam apa yang Bima emban hingga menginginkan kehancuran pada kerajaan Angin. Tapi dia paham, dendam itu pasti sangat dalam dan menyakitkan. "Apakah hanya beberapa Pendekar ini cukup untuk melawan mereka? Aku mendengar kabar mereka mempunyai kekuatan yang dahsyat. Ada beberapa tetua kerajaan yang pernah melewati tempat ini, dan mereka berada di Ranah Cakrawala tahap Tengah." kata Subali. "Ranah Cakraw