Home / All / Pendekar Lembah Iblis / Bab 4 Ramalan

Share

Bab 4 Ramalan

Author: Langit Biru
last update Last Updated: 2021-08-02 09:11:19

Dalam kondisi terikat, dan semua pengepung merasa menang, tampak seulas senyum terlintas di bibir Amon. Pemuda itu kemudian mengambil napas. Dan dengan satu suitan, pedang buntung di tangannya melesat ke atas, lepas dari lilitan benang tak terlihat. Pedang terhenti di udara, lalu menukik ke bawah dan siap menghantam tubuh Amon. 

Amon menarik napas kembali, sebelum membuat lesakan untuk melenting dengan tubuh penuh ikatan. Lima orang bercadar kaget karena tubuh mereka terbetot ke depan akibat gerakan Amon yang tiba-tiba. 

Kaki Amon bergerak, menendang ujung pedang buntungnya yang sudah siap sampai ke bawah. Pedang itu berubah arah akibat tendangan Amon, bergerak menyerang dengan cepat ke salah satu orang bercadar. Melihat kilau pedang yang melesat mengarah langsung, satu penyerang Amon panik. 

Dia segera memutar tangannya untuk menghalau pedang. Benang yang dipegangnya bergerak tidak teratur dan pegangan merenggang. Amon segera mengerahkan tenaga dalamnya, benang terlepas, putus oleh tenaga dalam. Keempat orang yang masih berkonsentrasi pada benang langsung terdorong ke belakang karena ledakan kecil akibat imdok Amon. Salah satu orang bercadar yang diserang pedang Amon berhasil menghindar, pedang menghantam pohon dan menancap dengan dalam. 

Amon melompat dengan cepat. para penyerang Amon segera memperbaiki posisi.

“Serang!” perintah satu suara di kegelapan.

 Siulan terdengar lagi, dan ke empat orang yang tersisa menyerang Amon.

Amon bergerak menangkis dengan kaki dan tangannya. Sambil menangkis, Amon mengambil jarak, melompat untuk mendekati pedangnya. Orang kelima ikut bergabung. Benang berseliweran ke mana-mana, Amon menghindar dengan manis, dan satu tangannya menarik pedang miliknya yang tertancap di pohon. Pedang berhasil ditarik, dengan cepat Amon memotong benang yang menyerangnya. Benang-benang itu segera putus. 

Amon segera melenting dengan lebih cepat, membabat para penyerangnya, lalu pedang buntungnya membelah perut mereka. Cepat, tak terlihat. Darah bertebaran ditengah kegelapan malam.

Amon melenting lagi, kali ini menjauh dan mendarat dengan ringan, pedang penuh darah, dan kelima orang tersebut roboh.

“Amatiran!” Amon meludah ke tanah. berjalan mengambil sarung pedang dan menyarungkannya. Kinan dan Limey mau tidak mau tercengang melihat pertempuran tersebut.

“L! Bocah, kemari!” Amon memanggil dengan nada seenaknya. Kinan merasa geram, tapi juga takjub. Sebelumnya dia sudah melihat kehebatan Amon, tapi membunuh lima orang dengan sekejab, itu luar biasa.

Limey dan Kinan mendekat, Amon berjalan mengambil butelan miliknya, melempar pada Diana. Limey menangkap dan mundur karena kaget.

“Kita pergi secepatnya dari sini!” seru Amon, “Bisa jadi komplotan mereka masih ada, repot bila menghadapi yang seperti ini terus menerus!”

Limey dan Kinan berpandangan. 

“Cepat! kalian lamban sekali sih!” Amon sudah berteriak tidak sabar. Kinan dan Limey terpaksa mengejar Amon dalam kegelapan. Mereka takut juga harus berada dalam tempat gelap dan hanya berdua saja, bisa saja yang datang orang jahat, atau paling buruk hewan buas.

**

Keluar dari hutan hari sudah menjelang fajar. Warna langit sudah mulai terlihat menyala dan berwarna biru tua. Amon mendesah, lega namun juga merasa lelah. Semalaman ketiganya menempuh perjalanan ditengah malam.

 

Akhirnya mereka bertemu desa setelah hari mulai terlihat semakin terang. Tempat tersebut terlihat ramai, sepertinya itu adalah hari pasar di desa tersebut. 

“Ramai sekali.” Ucap Kinan terpesona.

“Mungkin ini hari pasar tempat ini.” jawab Amon, “kebetulan, kita membutuhkan beberapa barang. Terutama untuk kalian berdua. Kalian perlu memakai baju baru.” Ucap Amon yang kemudian celingukan mencari satu stan khusus yang menjual pakaian.

Kedua gadis tersebut mengekori Amon di belakang. Namun, mata Kinan tampak belanja di sekitarnya. Melihat kiri dan kanan dan terpesona oleh beberapa hal yang menarik. Buah yang dijajakan, barang pecah belah, kursi dan rotan. Bahkan senjata pun diperdagangkan. Karena tertarik, Kinan menarik tangan Limey untuk ikut melihat kiri dan kanan. Mereka berdua berjalan lamban-lamban dan sedikit berjarak dari Amon.

Amon tampak berdiri di satu stan pakaian, matanya jelalatan memandang pakaian wanita aneka warna, mencari kira-kira pakaian yang pantas untuk kedua perempuan yang ikut dengannya, kalau bisa barangnya harus murah.  Lalu, matanya tertumbuk pada dua potong pakaian, dengan warna norak dan tertarik. Dia lalu menawar empat potong pakaian wanita.

“1000 Zeni, aku tidak mau membayar lebih dari itu!” seru Amon.

“1200, kalau tuan tidak mau, silahkan cari ditempat lain!” si pedagang ngotot. Amon kesal, lalu kemudian mengeluarkan uangnya, “1100 Zeni, enggak kurang-enggak lebih!”

Kini Kinan dan Limey sudah berdiri disamping Amon, memandang ke arah Amon yang tampak alot menawar dagangan si penjual pakaian.

Si pedagang sewot, tapi diambil juga uang yang dilempar Amon. “Baiklah, penglaris!” serunya dan Amon mengambil empat potong baju tersebut, lalu memberikan pada Kinan dan Limey. Kedua gadis itu saling berpandangan. Kinan merasa baju berwarna ungu tersebut norak sekali.

“Apa nggak ada warna lain?” tanya Kinan sambil mematut baju tersebut pada tubuhnya, lalu merasa konyol sekali bila dia mengenakan pakaian tersebut.

“Cerewet, pakai saja. baju lain mahal!” seru Amon sambil berjalan cepat melihat tempat lain.

Kinan manyun, lalu kemudian menoleh ke arah adiknya yang berjalan di dekatnya, dengan berbisik Kinan mengeluh, “Padahal waktu pertama kali ketemu, ramahnya minta ampun….menyebalkan, sepertinya dia Cuma ramah sama yang kantongnya tebal!!”

Limey tersenyum tipis, dan memilih untuk tidak menanggapi keluhan kakaknya.

Pasar itu ramai. Ada penjual hewan, buah, daging, pakaian, pernak pernik, pedang, tombak, peramal, makanan dan pedagang manusia.

“Lihat tombak ini hebat, bisa menembus tameng apa pun!” seru penjual tombak.

“Ayo bu, buahnya, segar….silahkan, cuma 150 Zeni 1 kilo.” Teriak penjual yang lain.

Limey dan Kinan berjalan mengikuti Amon yang tidak menengok ke belakang. Mendadak tangan Limey disentuh seseorang. Limey terhenyak, dia menoleh dan melihat seorang tua memegang tangannya.

“Indahnya tangan ini! Mari nona, aku akan meramalmu!” seru pak tua tersebut.

“Maaf, tidak usah,” Limey mencoba menolak, tapi tangannya tetap dipegang laki-laki tua itu.

“Tidak mahal nona, Cuma 50 Zeni sekali ramal!” pak tua itu memaksa.

“Maaf…aku,” belum selesai berbicara, mendadak Amon berbalik dan segera menarik lengan Limey hingga pegangan pak tua tersebut terlepas. Amon memandang galak ke arah Pak Tua tersebut.

“Jangan macam-macam dengan budakku, pak Tua!” kecam Amon. Kinan yang ikut bergerak di dekat Amon kaget mendengar ucapan ‘budak’ pada Limey, air muka Kinan berubah tidak suka.

“Nona ini budak? Sungguh benarkah? Sayang sekali kalau begitu.” Pak tua tersebut melepaskan pegangan pada Limey lalu berucap lagi, “Nona, kamu punya takdir yang luar biasa.” Ucap Pak tua tersebut. Ucapannya membuat Limey mengerutkan kening. 

“Maksud bapak?” tanya Limey.

“Garis wajahmu, ah, aku juga harus melihat garis tanganmu Nona. Tapi wajahmu menunjukkan kamu akan menemukan banyak hal-hal besar dalam hidupmu.”

Amon menepis dengan tangannya terlihat kesal, “Jangan dengarkan omongan bapak ini. dia Cuma pengen uangmu,” ucap Amon berbisik, “dan kalian tidak punya uang.” Pungkasnya.

Lelaki tua itu terlihat mengusap-usap janggutnya, lantas kemudian memandang ke arah Amon, “Dan tuan juga, saya meramalkan, kamu dan Nona, kelak kalian berdua akan mengalami hal-hal besar yang membuat kalian berada dalam pilihan sulit.”

Wajah Amon berubah, matanya menunjukkan perasaan tidak suka akan ucapan lelaki tua itu, dengan kasar, diiringi kemarahan sesaat, Amon kemudian menarik kerah laki-laki tua itu, “Jangan ngomong sembarangan pak tua!” kecam Amon mengancam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 106 Aku Miliknya

    LukaDua tahun yang laluAmon terbangun dalam kondisi tubuh terluka. Bebat di sekujur dada tampak memerah oleh lumuran darah yang masih merembes dari bakal luka. Lelaki itu melihat ke kiri dan ke kanan, sunyi. Sebuah ruangan yang terbuat dari gubuk dengan tempat tidur dari dipan dilapis kain lapisan jerami. Di samping tempat tidurnya ada jendela yang separuh terbuka, menampakkan latar belakang pemandangan sebuah hutan yang terlihat sedikit jauh. Lalu mendadak pintu di sampingnya terbuka. Kinan datang membawa nampan dan menahannya dengan sisi tangan ketika tangan lainnya membuka engsel pintu.Kinan terperangah menemukan gurunya duduk sambil menatap ke arah jendela luar yang setengah terbuka.“Guru! Padahal jendela sudah sengaja aku tutup agar tidak masuk angin yang terlalu kuat!” Kinan buru-buru meletakkan nampan di meja lantas dia berjalan memutar menutup jendela.Amo

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 105 Pertemuan Tak Terduga

    Limey menjadi kelimpungan dan gelagapan. Dia tidak menyangka bahwa akan ada yang bertanya tentang Sion, rasa malunya langsung merebak tidak terkendali. Semua yang terjadi barusan seolah terpapar di depan mata, membuat Limey menelan ludah.Dengan gugup gadis itu mencoba mencari alasan, “Ah, dia tadi pergi ke hutan untuk mencari binatang buruan…” jawab Limey sekenanya.“Ah, omong-omong tentang binatang buruang, aku juga sudah lapar,” Bixi langsung memukul perutnya dan sadar bahwa dia belum makan dari tadi.“Bagaimana kalau aku pergi berburu kak!” tawar Gillian.“menarik, aku juga ikut, sudah lama aku tidak berburu, kita cari rusa yang besar dan kita panggang dagingnya. Aku jadi ingat makanan yang kau berikan padaku sebelum ini.”“Ayo kalau begitu!” Gilian langsung mengangguk, kedua lelaki itu segera turun menggunakan ilmu meringankan diri. Terdengar gelak tawa dari keduanya, terpantul

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 104 Yang Terluka

    Setelah Siulan keras, sebuah suara menyentak memanggil nama Limey.“Mey!!”Mendengar namanya dipanggil, gadis itu memutar arah pandanganya ke asal suara. Dari arah utara, tidak terlalu jauh, dua orang lelaki tengah berjalan ke arahnya. Lelaki yang satu tengah menggendong seseorang di bahu, dan lelaki yang satu lagi dengan tidak sabar melentingkan tubuh untuk berlari secepatnya mendekati Limey.“mey!” panggilnya lagi setelah sampai dihadapan Limey.“Gillian?” Limey membelalakkan matanya ketika melihat Gillian datang.“Aku membawa seseorang untuk kau tolong, dia adik kelimaku!” seru Gillian sambil menunjuk ke arah Bixi yang datang. Bixi pun kemudian melompat dengan sangat cepat, sehingga Limey seolah melihat Bixi berjalan layaknya hantu.Bixi sampai di depan Limey dan kemudian membungkuk untuk meletakkan Amon yang berada di dalam panggulannya.“Dia butuh perawatan. Dan aku rasa kau o

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 103 Racun yang keluar

    Wajah Sion tampak mulai memerah, tubuhnya bergetar. Tampak uap-uap berwarna merah menguar dari sekujur tubuhnya. Sesuatu seolah menggeliat di dalam perutnya, memusar, berputar dan menyebar di dalam tubuh.Sion tahu sensasi apa itu. Itu adalah pembukaan level imdok. Biasanya, ketika seseorang telah mencapai batas imdoknya, tubuh akan membuka kunci imdok pada level selanjutnya. Selama ini Sion tidak pernah bisa naik level dari enam ke tujuh, seberat apapun dia berusaha. Level imdok hanya sampai pintu gerbang, dan Sion selalu tidak memiliki kunci untuk membuka pintu Imdok.beberapa kali lelaki itu mencoba membuka paksa Imdok level tujuh, namun berbeda dengan pembukaan paksa level imdok pertama dan kedua, imdok tingkat tinggi tidak bisa dipaksakan. gelombangnya amat dasyat, dan bisa saja menghancurkan orang yang mencoba paksa. aliran tenaga dalam pasti akan berbalik, lalu menghujam seluruh aliran darah sebelum meledak.Sion tidak pernah melihat orang yang meledak ka

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 103 penyatuan

    Sekarang Limey menatap ke arah Sion, lalu dia bertanya, “Sion, menurutmu aneh tidak warna mataku?”Sion memperhatikan, “Kenapa? Matamu sangat indah menurutku, seperti warna langit.”Limey langsung menepuk dahinya sendiri. Sion selama ini buta, dia tidak pernah melihat warna mata orang lain, jadi baginya warna mata Limey itu biasa saja.“Kau pernah tidak bertemu orang yang bermata sama denganku?”Sion tercenung, lantas menggeleng, “Memang selama ini tidak ada yang memiliki warna mata sepertimu, tapi kurasa karena aku belum pernah bertemu dengan orang-orang yang bermata seperti itu.” jelas Sion.Limey menghela napas, “Kau tahu, di tempatku warna mata ini hanya salah satu warna mata lain. Ada yang memiliki mata berwarna hijau, cokelat, hitam seperti mata kalian semua.”“Oh…” Sion menanggapi dengan tenang, tidak

  • Pendekar Lembah Iblis   Bab 102 Ayo Kita Menikah

    Kedua orang saudara seperguruan itu berlari, sebelum mengambil jeda untuk melompat. Tangan keduanya dihantamkan ke depan. Amon dengan pedang buntungnya, dan Gillian dengan tapak dewanya. Warna pedang Amon berpendar, warna tangan Gillian berubah biru. Mereka akan saling hantam, dan kemungkinan keduanya akan terluka parah.Dalam pandangan Amon, Gillian serupa monster yang tengah mengulurkan cakarnya ke arah Amon, hingga pemuda itu bersiap menyalurkan imdoknya pada pedang untuk saling berbenturan, dan kalau berhasil membelah sang monster.Bixi membuka mata, melihat semua yang terjadi, lantas dia bergerak, tubuhnya diangkat terbang seringan bulu. Penyatuan kepribadian Bixi kecil dan dirinya membuat Bixi akhirnya benar-benar menguasai jurus bidadari. Dengan lesatan luar biasa, dia berada di tengah keduanya yang siap beradu tenaga dalam. Bixi mengulurkan tangannya untuk menghantam sisi samping Gillian dan Amon secara bersama-sama.Amon dan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status