Limey menunjuk tangannya, “Belum yakin juga. tapi kita coba ke utara.”
“Apa itu ke arah keluar? Bagaimana kamu tahu utara atau selatan?” tanya Kinan heran.
Limey menghela napas, lalu berkata, “ Kita lihat sarang laba-laba saja.”
“Kenapa dengan sarang laba-laba?”
“Laba-laba suka membuat sarang menghadap selatan. Kita ambil arah sebaliknya.” Terang Limey kemudian.
“Wow, aku baru tahu…” desis Kinan. Keduanya kemudian memandangi sekitar, mencari sarang laba-laba ditengah hutan dan rerumputan tinggi.
Sekitar beberapa menit kemudian, mereka berhasil menemukan seekor laba-laba tengah berdiri dengan gagah ditengah sarang miliknya. Melihat hal tersebut, kemudian Kinan dan Limey mengambil arah sebaliknya dari arah sarang laba-laba itu.
“Kamu yakin memilih utara, ada apa di utara?”
“Aku tidak tahu pasti, tapi kita harus bergegas keluar dari hutan ini kak. Sebelum malam.”
Kinan memegang lengannya, tegang. Tapi dia tetap berjalan. Limey mengeluarkan kembali hpnya dari dalam tasnya, segera melihat sinyal. Hp dalam keadaan tanpa sinyal sama sekali, dan tanpa petunjuk lokasi. Dengan gelisah dimasukkan kembali hpnya ke dalam tas.
Cukup lama juga mereka berjalan, menyusuri hutan yang sedikit terasa mengerikan. Lama-lama Kinan jadi bingung sendiri. hutan apa ini, sedari tadi bahkan Kinan tidak melihat ada orang melintas, kalau ini cagar alam di Pangandaran, pasti akan berpapasan dengan orang atau minimal gubuk penjaga.
Ternyata sudah sejam mereka berjalan, belum ada satu orang pun yang mereka temui. Tepat saat Kinan berpikir begitu, mendadak dari atas pohon terdengar siulan angin, disusul dengan tiga bayangan yang melesat turun. Kinan dan Limey pun menghentikan langkah mereka, menatap dengan mata menyipit pada ke tiga orang bertampang sangar dihadapan mereka. Pakaian tiga orang itu hitam-hitam. Ketiganya menyeringai senang ketika melihat Kinan dan Limey.
“Hehehehe, cewek—cantik-cantik lagi!! Bisa kita jual, atau jadi gundik hehehehe!” ucap mereka sambil terkekeh-kekeh.
Kinan terkejut, langsung dengan sigap tubuhnya merapat ke arah Limey, dan berbisik, “Mei, mereka…”
“Sssst! Orang jahat. Iya sepertinya.”
“Kok bisa? Bagaimana ini?”
Limey memperhatikan ketika orang tersebut, yang tengah mengais-ngais berewok mereka. “Ssst! Kakak bisa ngadepin mereka.” Bisiknya pada Kinan.
“Nggak tahu, mereka kayaknya kuat-kuat.”
“Nggak apa-apa, tahan mereka sebentar. Di tas ada hairspray dan korek, cukup bikin ledakan untuk melarikan diri, yang penting ada kesempatan. Kakak siap?”
Kinan mengangguk.
“Oke, Kita mulai. Satu, dua….TIGA!!” tepat ketika Limey berteriak Tiga, Kinan segera melompat menendang salah satu pria berewok itu.
Tendangan Kinan hanya kena tempat kosong, karena saat itu pria brewok tersebut menangkap kaki Kinan dan menguncinya. Kinan sigap, dengan satu kaki lagi disapunya tubuh ke udara, menghantam iga musuhnya, dan kena dengan telak. Si brewok mundur dua tindak lalu membetulkan letak bajunya yang agak lecet sedikit. Seringai mengembang dari bibirnya yang penuh cambang.
“Wuihhhh, galak juga…jadi makin menarik hehehehe…” serunya sambil tertawa.
Anehnya dua temannya yang lain hanya tertawa-tawa saja melihat semua kejadian tersebut. keduanya seakan tidak tertarik untuk bergerak membantu, hanya memegang ikat pinggang hitamnya sambil terkekeh-kekeh geli.
Kinan segera ambil sikap, menyusun kuda-kuda. Limey memperhatikan ketiga orang tersebut dengan ujung matanya, mengambil sikap waspada. Pikirannya sedang berkejar-kejaran mencari celah dan waktu yang tepat.
“Nah Nona manis, keluarkan semua kemampuanmu…” si brewok kembali bergerak, tampak santai dan menunggu sikap selanjutnya.
Kinan bergerak agak pelan menunggu kesempatan, lalu kemudian memutar kakinya cepat dengan sapuan bergerak menyerang. Si brewok sudah siap, kali ini menghindar dengan pintar, malah dengan tangannya dia memukul kaki Kinan. Kinan terdorong ke belakang dan terjengkang. Kakinya seperti patah, seakan Kinan dihantam pemukul bisbol.
“Jangan sampai luka, nanti susah jualnya!!” salah satu teman si brewok berteriak spontan ketika melihat Kinan sudah terjengkang.
“Tenang…hanya diberi sedikit Imdok. Tidak akan parah, paling patah!” seru si brewok sambil mengais-ngais jambangnya.
Imdok? Limey agak kaget mendengar ucapan dari si brewok. Segera dia menatap ke arah Kinan yang sudah mengaduh-aduh sambil mengepit kakinya dengan tangan. Keadaan Kinan tidak begitu baik, Limey jadi agak cemas. Lalu kemudian tangannya terulur mencari sesuatu di dalam tasnya. Tangannya sudah berhasil menggenggam hair spray di dalam tas.
Si brewok tertawa-tawa, dan kemudian berjalan mendekat ke arah Kinan yang sedang berusaha berdiri sambil memegangi kakinya yang serasa patah—dan mungkin memang patah.
Si brewok mendekat perlahan-lahan, dan Limey tidak menyia-nyiakan kesempatan, dia berlari melesat mendekati Kinan dan menghadang tepat di depan brewok, mengeluarkan hair spray dan segera menyemprotnya di arah si brewok. Si brewok terkejut, kaget dan segera menghindar. Matanya jadi terasa pedih. teman-teman brewok memperhatikan sambil terheran-heran.
“Kak, bangun!!” Limey berteriak, dan Kinan berusaha dengan tertatih berdiri. Lalu Limey mengeluarkan korek api gas dari tasnya dan segera menyemburkan hair spray hingga menyulut api menjadi besar. Si brewok kaget, segera menjauhi Limey beberapa tindak.
Dengan tidak menyia-nyiakan kesempatan Limey segera membuat ledakan kecil dari hair spray yang disulut api sambil berteriak memanggil nama Kinan. Mendengar aba-aba tersebut, Kinan segera meloncat dan berusaha berlari ke arah berlawanan. Mereka berdua berlari secepat mungkin, menjauhi para penjahat tersebut. Tapi malangnya, salah seorang dari para penjegal justru melompat ke atas pohon dengan ringannya mengejar kedua gadis tersebut. Kini kejar-kejaran pun terjadi.
Sayangnya, kemampuan berlari Kinan terhambat karena kakinya. Kaki yang nyeri tersebut membuatnya terjatuh karena tidak kuat.
“Kak!!!” Limey menjerit, langkahnya terhenti, ingin segera membantu Kinan bangun, tapi musuh sudah mengejar dengan cepat. Sekali melenting musuh sudah tepat berdiri di depan mereka. Kini wajah Kinan dan Limey pucat, tapi Kinan tidak mau menyerah, segera berusaha berdiri dan mendorong Limey agar berdiri di belakangnya.
“Cepat lari!!” seru Kinan pada Limey yang berada di balik punggungnya.
“Ninggalin kakak? Nggak mau!”
“Lari! Kalau di sini kita berdua bisa ketangkap!” Kinan masih berkata dengan kesal.
“Kakak gimana?!!” seru Limey panik.
“Percaya aja!” kini Kinan memasang kuda-kuda lagi dengan serius, walau kakinya sudah setengah pincang. Bila dia harus mati hari ini, setidaknya Kinan sudah melakukan perlawanan.
Seumur hidup baru kali ini Kinan serius menghadapi seseorang, dan dengan seluruh kemampuannya, karena Kinan tahu, kali ini yang dihadapinya adalah orang jahat yang bisa menghantam dengan sentuhan bagai dihantam batu raksasa. Semua kemampuan yang dipunyanya dia keluarkan, Aikido, karate dan taekwondo.
Kinan menyerang, dengan kaki siap menedang. Ternyata musuh dengan enteng mengelak, bahkan kemudian memukul balik kaki Kinan dengan tangan. Kinan buru-buru menarik kakinya, lalu mendekati orang tersebut dan langsung menyarangkan pukulan. Sekali lagi orang tersebut berkelit, dan dengan segera mengincar perut Kinan yang terbuka. Mendapat serangan mendadak begitu, Kinan menggunakan kedua tangannya menangkis tendangan yang masuk, dan menggunakan kaki lawan yang terkunci untuk mendorongnya jatuh, sayangnya lawannya dengan ringan melentingkan tubuhnya, menggunakan hentakan Kinan sebagai tenaga tambahan untuk meloncat. Dalam hitungan menit saja, Kinan sudah kewalahan. Serangan lawan tidak terduga, dan kelincahan tubuhnya pun luar biasa.
LukaDua tahun yang laluAmon terbangun dalam kondisi tubuh terluka. Bebat di sekujur dada tampak memerah oleh lumuran darah yang masih merembes dari bakal luka. Lelaki itu melihat ke kiri dan ke kanan, sunyi. Sebuah ruangan yang terbuat dari gubuk dengan tempat tidur dari dipan dilapis kain lapisan jerami. Di samping tempat tidurnya ada jendela yang separuh terbuka, menampakkan latar belakang pemandangan sebuah hutan yang terlihat sedikit jauh. Lalu mendadak pintu di sampingnya terbuka. Kinan datang membawa nampan dan menahannya dengan sisi tangan ketika tangan lainnya membuka engsel pintu.Kinan terperangah menemukan gurunya duduk sambil menatap ke arah jendela luar yang setengah terbuka.“Guru! Padahal jendela sudah sengaja aku tutup agar tidak masuk angin yang terlalu kuat!” Kinan buru-buru meletakkan nampan di meja lantas dia berjalan memutar menutup jendela.Amo
Limey menjadi kelimpungan dan gelagapan. Dia tidak menyangka bahwa akan ada yang bertanya tentang Sion, rasa malunya langsung merebak tidak terkendali. Semua yang terjadi barusan seolah terpapar di depan mata, membuat Limey menelan ludah.Dengan gugup gadis itu mencoba mencari alasan, “Ah, dia tadi pergi ke hutan untuk mencari binatang buruan…” jawab Limey sekenanya.“Ah, omong-omong tentang binatang buruang, aku juga sudah lapar,” Bixi langsung memukul perutnya dan sadar bahwa dia belum makan dari tadi.“Bagaimana kalau aku pergi berburu kak!” tawar Gillian.“menarik, aku juga ikut, sudah lama aku tidak berburu, kita cari rusa yang besar dan kita panggang dagingnya. Aku jadi ingat makanan yang kau berikan padaku sebelum ini.”“Ayo kalau begitu!” Gilian langsung mengangguk, kedua lelaki itu segera turun menggunakan ilmu meringankan diri. Terdengar gelak tawa dari keduanya, terpantul
Setelah Siulan keras, sebuah suara menyentak memanggil nama Limey.“Mey!!”Mendengar namanya dipanggil, gadis itu memutar arah pandanganya ke asal suara. Dari arah utara, tidak terlalu jauh, dua orang lelaki tengah berjalan ke arahnya. Lelaki yang satu tengah menggendong seseorang di bahu, dan lelaki yang satu lagi dengan tidak sabar melentingkan tubuh untuk berlari secepatnya mendekati Limey.“mey!” panggilnya lagi setelah sampai dihadapan Limey.“Gillian?” Limey membelalakkan matanya ketika melihat Gillian datang.“Aku membawa seseorang untuk kau tolong, dia adik kelimaku!” seru Gillian sambil menunjuk ke arah Bixi yang datang. Bixi pun kemudian melompat dengan sangat cepat, sehingga Limey seolah melihat Bixi berjalan layaknya hantu.Bixi sampai di depan Limey dan kemudian membungkuk untuk meletakkan Amon yang berada di dalam panggulannya.“Dia butuh perawatan. Dan aku rasa kau o
Wajah Sion tampak mulai memerah, tubuhnya bergetar. Tampak uap-uap berwarna merah menguar dari sekujur tubuhnya. Sesuatu seolah menggeliat di dalam perutnya, memusar, berputar dan menyebar di dalam tubuh.Sion tahu sensasi apa itu. Itu adalah pembukaan level imdok. Biasanya, ketika seseorang telah mencapai batas imdoknya, tubuh akan membuka kunci imdok pada level selanjutnya. Selama ini Sion tidak pernah bisa naik level dari enam ke tujuh, seberat apapun dia berusaha. Level imdok hanya sampai pintu gerbang, dan Sion selalu tidak memiliki kunci untuk membuka pintu Imdok.beberapa kali lelaki itu mencoba membuka paksa Imdok level tujuh, namun berbeda dengan pembukaan paksa level imdok pertama dan kedua, imdok tingkat tinggi tidak bisa dipaksakan. gelombangnya amat dasyat, dan bisa saja menghancurkan orang yang mencoba paksa. aliran tenaga dalam pasti akan berbalik, lalu menghujam seluruh aliran darah sebelum meledak.Sion tidak pernah melihat orang yang meledak ka
Sekarang Limey menatap ke arah Sion, lalu dia bertanya, “Sion, menurutmu aneh tidak warna mataku?”Sion memperhatikan, “Kenapa? Matamu sangat indah menurutku, seperti warna langit.”Limey langsung menepuk dahinya sendiri. Sion selama ini buta, dia tidak pernah melihat warna mata orang lain, jadi baginya warna mata Limey itu biasa saja.“Kau pernah tidak bertemu orang yang bermata sama denganku?”Sion tercenung, lantas menggeleng, “Memang selama ini tidak ada yang memiliki warna mata sepertimu, tapi kurasa karena aku belum pernah bertemu dengan orang-orang yang bermata seperti itu.” jelas Sion.Limey menghela napas, “Kau tahu, di tempatku warna mata ini hanya salah satu warna mata lain. Ada yang memiliki mata berwarna hijau, cokelat, hitam seperti mata kalian semua.”“Oh…” Sion menanggapi dengan tenang, tidak
Kedua orang saudara seperguruan itu berlari, sebelum mengambil jeda untuk melompat. Tangan keduanya dihantamkan ke depan. Amon dengan pedang buntungnya, dan Gillian dengan tapak dewanya. Warna pedang Amon berpendar, warna tangan Gillian berubah biru. Mereka akan saling hantam, dan kemungkinan keduanya akan terluka parah.Dalam pandangan Amon, Gillian serupa monster yang tengah mengulurkan cakarnya ke arah Amon, hingga pemuda itu bersiap menyalurkan imdoknya pada pedang untuk saling berbenturan, dan kalau berhasil membelah sang monster.Bixi membuka mata, melihat semua yang terjadi, lantas dia bergerak, tubuhnya diangkat terbang seringan bulu. Penyatuan kepribadian Bixi kecil dan dirinya membuat Bixi akhirnya benar-benar menguasai jurus bidadari. Dengan lesatan luar biasa, dia berada di tengah keduanya yang siap beradu tenaga dalam. Bixi mengulurkan tangannya untuk menghantam sisi samping Gillian dan Amon secara bersama-sama.Amon dan