Gatra menjetikkan jarinya. Segerombol gagak hutan menyerbu markas Perampok Macan Kumbang. Beberapa goresan dituangkan menggunakan kanvas pipi serta punggung anggota perampok. Jabran mengalami hal yang sama. Punggungnya robek karena cakar dua ekor gagak.
Memanfaatkan kesempatan yang ada, Asoka melepaskan energi alam yang ada di telapak tangannya. Tubuhnya terlempar seperti kapas yang tertiup angin kencang.
"Racunnya mulai bereaksi!" Gatra terkapar tidak berdaya, menggeliat di atas dedaunan kering yang mulai menguning. "Na-nadiku! Kenapa racun ini berdampak pada roh mustika sepertiku?"
Tergeletaknya Gatra dimanfaatkan beberapa anggota perampok. Mereka ingin merebut mustika merah, tapi Asoka bergerak lebih cepat. Lekukan indah Pedang Kalacakra milik Asoka menanggalkan beberapa kepala dalam sekali tebas.
Jabran bangkit, namun Asoka tidak mengetahuinya. Meski darah mengucur deras dari punggungnya, Jabran masih bisa bangkit. Tubuhnya bergetar hebat. Nadinya ber
"Andai kalian tidak mengganggu warga, pembantaian ini tidak akan pernah terjadi. Karma itu nyata, dan kalian pantas mendapatkannya!" Semenjak pembantaian hari itu, relung kejam alam bawah sadar Asoka perlahan bangkit. Asoka makin kejam, tidak memberi ampun setiap lawan yang menantangnya. Gatra mulai khawatir, tapi tak punya kuasa menghilangkan sisi gelap dalam diri Asoka. Kelak semakin banyak darah yang menodai pedang Asoka, bahkan darah rekan-rekannya sendiri. Melihat tumpukan mayat anggota Perampok Macan Kumbang, jiwa iblis Asoka mulai menunjukkan taringnya. Asoka ingin memotong dada Jabran, membuang hati dan jantungnya ke lubang yang berisi kotoran. "Oak..." Gatra memanggil rekan-rekan gagaknya untuk memakan bangkai para perampok. ... Tujuan selanjutnya lumayan jauh. Asoka harus melalui dua sungai besar dan petak semak belukar kecil yang dipercaya jadi markas ular kobra. Terpaksa mengeluarkan energi agar bisa mendaftar jadi
Murid-murid Perguruan Api Abadi berbaris rapi. Ribuan murid baru menunggu nama mereka dipanggil. Seleksi awal dilaksanakan langsung di ruangan ketua perguruan. Aura hangat bercampur suram terasa kala murid-murid baru melewati gerbang utama perguruan.Hal yang sama juga dialami Asoka, bulu kuduknya berdiri, terutama saat matanya bertatapan langsung dengan mata naga merah yang terlukis di gerbang utama. Seakan mereka beradu pandang, saling menantang satu sama lain."Kau kenapa melamun?" tanya Bayu, sahabat baru Asoka. "Murid-murid lain sudah berbaris rapi di Tanah Pelatihan, ayo kita berangkat. Tinggal kita berdua yang masih diam di sini."Hampir lima menit Asoka mematung dengan mata terbelalak. Bayu sengaja membiarkan Asoka sembari mencari tahu apa yang terjadi. Lama menunggu, akhirnya Bayu menyadarkan Asoka, lalu mengajaknya pergi ke Tanah Pelatihan.Berkumpul ribuan pendekar dari berbagai aliran dan perguruan. Tidak hanya dari Jawa, sebagian besar yang m
Seperti batu raksasa yang dibebankan di punggung seorang bocah 14 tahun, gempuran energi Abah Suradira terus menghantam Asoka hingga keningnya berkeringat. "I-ini tidak hanya berat. Ini juga menyakitkan!" Asoka mengeluhkan dirinya sendiri. "Aku harus diterima jadi murid perguruan." Abah Suradira mendengarnya. Baru kali ini ada murid segigih itu melawan hantaman energi miliknya. Harusnya pria berkuncir itu sudah resmi diterima jadi murid perguruan. Seleksi perguruan ini sebenarnya mudah, setiap murid harus menahan gempuran energi terendah selama tujuh kedipan mata. Sedangkan Asoka berhasil menahan gempuran energi menengah, bahkan durasinya sampai dua puluh kedipan mata. Melihat tuannya berusaha keras melawan kekuatan Abah Suradira, Gatra nampak prihatin. Dia keluar menggunakan wujud manusia manusia bersayap. Itu adalah wujud terkuat Gatra, Bhagawad Gita menamainya sebagai mode dewa. Kehadiran sang gagak tidak bisa dirasakan siapapun kala menggunakan mo
"Berani-beraninya lelaki hidung belang masuk ke asrama perempuan. Memangnya kau siapa? Jangan hanya karena umurmu masih kecil bisa seenaknya masuk ke asrama ini!"Seorang perempuan menodong Asoka dengan tombak yang dialiri energi. Parasnya lumayan cantik, bahkan Asoka sempat berdesir saat pertama kali melihat wajah perempuan itu. Rambutnya tergerai, bergoyang diterpa angin.Menatap sang pendekar wanita seraya tidak peduli akan ucapannya, Asoka menyingkirkan mata tombak yang bersentuhan langsung dengan kulit lehernya."Nisanak, tidak bisakah kau sedikit sopan pada anak baru? Perguruan Api Abadi terkenal berwibawa, tapi ternyata begini cara mereka menyambut anak baru. Jika tidak bisa menyambut dengan elok ... minimal tanya lah dengan nada halus."Dewi Ratna menarik tubuhnya dua langkah ke belakang, menjaga jaraknya dengan si rambut kuncir. "Bagaimana kau bisa menyingkirkan tombak yang sudah kualiri kanuragan?""Kanuragan? Tombak itu seperti tombak bi
Asrama pendekar dibedakan menurut lencana yang mereka dapat. Asoka mendapat jatah tinggal di asrama khusus bersama senior yang sudah belasan tahun tinggal di sana. Seperti anak ayam mendatangi kandang macan, Asoka disepelekan senior perguruan karena umurnya baru 15 tahun.Pendekar berkumis tipis kemerahan mendekati Asoka, menguji kemampuan bocah itu."Sepertinya kau mencuri lencana perak. Tidak mungkin bocah seusiamu dapat lencana itu dengan mudah. Kami saja mendapatkannya setelah berlatih dan berjuang selama belasan tahun. Dan kamu mendapatkannya begitu saja? Ini tidak adil!"Kemudian rekannya menyela. "Opang, uji saja kemampuan bocah itu, cukup dengan tekanan energi! Jika bocah itu tidak bisa menahan energimu, ada kemungkinan dia mencuri lencana perak dari ruangan ketua.""Jangan begitu, Reksa, dia bisa mati kalau aku yang mengujinya."Memandang remeh kepada Asoka, beberapa senior asrama bergantian mengujinya. Asoka minta pendapat Gatra, apa yang
Hari esok telah tiba. Semua murid lencana perak dikumpulkan di depan asrama. Mereka dibekali gula aren dicampur taburan rempah penguat tulang. Empu Nara datang disambut bungkukan badan semua penghuni asrama."Hormati kami, Guru Nara.""Tegapkan badan kalian! Hari ini adalah uji ketahanan tubuh. Mungkin murid-murid lama tahu tradisi ini, tapi asrama api merah punya satu murid baru bernama Asoka." Empu Nara berjalan mondar-mandir sembari menatap jauh ke arah tanah tandus bekas persawahan. "Seperti biasa, aku akan menjelaskannya lagi."Semua murid menelan ludah. Mereka tahu, tradisi ini hampir sama seperti bunuh diri. Ketahanan tubuh mereka diukur dari seberapa lama mereka bertahan di atas tanah tandus dekat tumpukan jerami kering. Asap beracun telah menunggu mereka."Asoka!" Empu Nara berhenti dan menatap pemuda itu lekat-lekat. "Tradisi ini wajib diikuti oleh murid lencana perak dan di atasnya. Yang perlu kau lakukan hanya satu, menahan rasa sakit dari asa
Seorang pemuda berdiri di tengah lapangan tandus bekas persawahan. Jerami di sampingnya terbakar, mengeluarkan asap kuning kehijauan. Banyak yang menyebutnya Asap Kerling karena rasa sakit yang ditimbulkan.Baju seragam warna merah Asoka tercabik-cabik asap, menyibak punggung putih pemuda itu. Celananya pun sama, robek di bagian lutut dan dekat tulang kering. Asoka tetap bertahan meski darah mengalir dari semua lubang tubuhnya.Puncaknya saat gusi Asoka berlumuran cairan hijau. Rasanya sangat pahit sampai mengganggu konsentrasinya. Asoka segera tumbang di hitungan menit ke empat puluh.Ki Mangun Tapari dan Empu Nara saling pandang heran. Jika Abah Suradira tahu akan hal ini, lencana giok akan diberikan cuma-cuma. Tapi keduanya punya rencana lain; ingin Asoka belajar dari tingkat rendah seperti murid-murid lainnya."Setyo Waringin, lupakan mereka semua. Luka mereka tidak separah pemuda ini." Ki Mangun Tapari membopong tubuh Asoka dibantu siluman katak mera
Demi ketertiban Seleksi Musim Panas, kelima murid tingkat giok diturunkan langsung mengawasi peserta, tamu, dan beberapa murid yang mendaftar bertarung. Ratusan murid tingkat perunggu dan tanpa lencana bergerak beraturan, tak terlalu menyulitkan tugas murid tingkat giok.Setibanya di Tanah Kanuragan, mereka menyebar ke kursi masing-masing. Asoka bersama murid asrama api merah duduk di bangku paling belakang.Tidak ada peraturan khusus untuk mengikuti turnamen ini. Siapapun yang berusia di atas 12 tahun berhak mengikuti seleksi, apalagi mereka yang punya kanuragan di atas rata-rata.Seleksi ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah pertarungan dengan jaminan lencana, sedangkan bagian kedua diadakan bulan depan. Para pendekar biasanya menyebut bagian kedua ini dengan Turnamen Neraka Bumi.Dalam Seleksi Musim Panas, keluarga bangsawan dan pendekar tingkat naga dianggap sebagai tamu istimewa. Mereka ditempatkan di dekat podium tepat di samping are