MasukKi Kusumo terdiam. Punggungnya disandarkan ke batang kelapa. Wajahnya diterkam kegalauan. "Kira-kira, apa kau bisa menafsir arti mimpi ku itu, Kusumo?"
Ki Kusumo tak memperhatikan pertanyaan Dongdongka. Matanya menerawang.
"Hey, Kusumo! Aku bertanya padamu, bukan pada dengkulku sendiri!" bentak Dongdongka.
Ki Kusumo tersentak.
"Apa yang Panembahan tanyakan?"
"Ah, sudahlah!" tepis Dongdongka, keki sendiri. Dia bangkit. Dilangkahkannya kaki ke arah pantai. Masih tetap dengan gerak malas. Matanya pun tetap sayu. Sebentar terkatup, sebentar membuka tanggung-tanggung.
Byurr!
Bangkotan tua itu pun masuk ke dalam laut. Barangkali mau sedikit mendinginkan otaknya yang panas akibat mimpi siang bolong. Setidaknya sedikit menyegarkan badan. Tinggal Ki Kusumo termenung sendiri. Hati kecilnya memperingati, mimpi Dongdongka menjadi satu pertanda. Menurut tafsirannya, murid mereka Angon Luwak akan menghadapi lawan berbahaya. Dua lawan sekaligus. Lel
Keadaan Ki Kusumo terjepit. Serba salah. Dalam keadaan kebingungan untuk membuat keputusan, seseorang tak diundang tahu-tahu sudah hadir di antara mereka."Apa aku bisa numpang lewat!" terdengar suara yang agak sengau seperti sedang terserang pilek.Ki Kusumo menoleh.Ki Ageng Sulut pun begitu.Ada seorang berdiri hanya empat tombak di belakang Ki Ageng Sulut Seorang lelaki berusia cukup muda. Sekitar tiga puluhan, jika ditilik dari parasnya. Biarpun tampan dan bersih. Wajahnya juga lucu. Ada kesan kebodoh-bodohan. Biar matanya seperti milik seorang bocah yang tak mengenal masalah. Hidungnya mancung dan bangir. Namun, beberapa kali terlihat mengembang kempis seperti kelinci. Rambutnya panjang. Hitam, terawat, dan tergerai apik seperti rambut perawan genit. Mengenakan kain pengikat berwarna ungu, menutupi separo kepala bagian atasnya.Pemuda kebodoh-bodohan itu mengenakan pakaian sederhana berwarna serupa dengan kain pengikat kepalanya. Kendati sede
"Hi hi hi. Jangan kau tumpahkan kemarahan pada pohon itu, Cah!" ejek Perempuan Pengumpul Bangkai. Di ujung salah satu daun tetumbangan pohon kamboja, nenek sakti itu sudah bersila. Lagi-lagi pamer kehebatan ilmu peringan tubuh!Pendekar Sinting tak banyak melonggarkan waktu untuk serangan berikutnya. Dia siap menerjang kembali dengan keganasan sepuluh ekor banteng kedaton!Sebelum itu, tangannya membentuk bentangan seperti sayap seekor burung raksasa perkasa. Berselang dengan gerakan itu, tangannya diturunkan cepat bertenaga ke satu titik di depan perutnya, seperti gerakan cakar rajawali menyambar mangsa. Terdengar gemeretak tulang-tulangnya, beriring menggelembung otot-otot di sekitar lengan dan dada.Deb!Dengan satu sentakan, tangannya ditarik kembali ke atas. Jari kedua tangannya menghadap ke depan seperti bentuk cakar rajawali yang siap melakukan patukan. Selanjutnya...."Heaaaaa!"Pendekar Sinting menerkam udara. Tubuhnya lurus dan gar
"Kau telah bersumpah dengan nama besarmu untuk tidak mencelakakan gadis ini, Nenek Terkutuk!" umpat Pendekar Sinting tajam."Aku muak dengan tingkah kalian! Cepat kau suruh pergi perawan sial itu. Atau aku akan melanggar sumpahku. Peduli setan dengan segala nama besar!"Wajah Pendekar Sinting beralih pada Tresnasari."Ku mohon, Tresna. Pergilah....""Tidak!" pekik Tresnasari. Dia berontak dari pelukan perjaka pujaannya.Pendekar Sinting sungguh tak pernah menduga hal itu. Juga tak pernah menyangka kalau Tresnasari akan bertindak nekat menghambur ke arah Perempuan Pengumpul Bangkai!"Tresnasari, jangan!" seru Pendekar Sinting, mencegah. Dia khawatir setengah mati Tresnasari akan menyerang nenek sakti aliran sesat itu. Padahal tingkat kesaktian Nini Jonggrang tak akan bisa ditandingi oleh Tresnasari. Itu artinya, Tresnasari hanya mencari celaka. Yang lebih parah, dia hanya mencari mati!Terlambat! Tresnasari telah lebih dahulu tiba di d
“ANGON LUWAK!" Tresnasari tersadar dari pengaruh tenung hitam. Upacara gaib yang dilaksanakan Nini Jonggrang telah usai. Begitu menyaksikan pemuda pujaan hatinya, gadis itu langsung menghambur. Di peluknya Pendekar Sinting kuat-kuat."Aku takut, Angon Luwak.... Aku takut...," keluhnya di dada bidang Pendekar Sinting. Pendekar Sinting berusaha menenangkan Tresnasari dengan mengelus-elus rambutnya. Dibalasnya pelukan gadis itu, membenamkan wajah ketakutan Tresnasari ke dada bidangnya."Tenang, Tresna. Tenanglah. Tak akan terjadi apa-apa pada dirimu," ucap Pendekar Sinting, mencoba menenangkan kekasihnya"Cukup segala kecengengan kalian! Sekarang, kau harus bersiap menjadi budakku, Cah Tampan!" sentak Nini Jonggrang. Dia sudah bangkit dari silanya. Tangannya menunjuk Pendekar Sinting dengan mimik wajah tak sabar.Mendengar bentakan Nini Jonggrang, Tresnasari mengangkat kepala dari dada Pendekar Sinting. Matanya agak membelalak, menatap Pendekar Sinting
"Hiaaa!"Dengan memompa sisa tenaga kembali, Mayangseruni berusaha melepaskan cekalan tangan si penyergap. Sebelah tangannya berusaha memapas cekalan. Tangan yang lain berkutat untuk melonggarkan cengkeraman lawan.Tanpa melepaskan tangan si gadis ayu, sang penyergap dengan amat mudah menangkap tangan Mayangseruni yang lain.Tep! Mayangseruni tak menyerah sampai di sana.Kakinya bergerak naik, hendak menanduk perut sang penyergap yang kini berhadapan dengannya. Masih dengan mudah, sang penyergap bergeser sedikit. Tendangan Mayangseruni memakan angin. Satu totokan cepat menyusul kemudian. Kejap berikutnya, tubuh Mayangseruni menjadi lunglai."Kau akan menerima ganjaran atas kelancanganmu padaku tempo hari!" dengus sang penyergap seraya membopong tubuh Mayangseruni ke atas bahu.-o0o-Ki Kusumo terus mengawasi kejadian di bawah pohon kamboja di lembah berbukit wilayah Wadaslintang. Sejak Nini Jonggrang muncul, Ki Kusumo ti
Dengan berjalan kaki menempuh jarak teramat jauh, Mayangseruni terus berjalan. Gontai. Berulang-ulang terlihat kesan keraguan dalam langkahnya. Dia masih ragu pada keselamatan saudara kembarnya. Seragu akan keselamatan Angon Luwak. Manakala teringat permintaan Angon Luwak untuk segera ke Tanjung Karangbolong, Mayangseruni menjadi bersemangat. Langkahnya dipercepat. Tak bisa dia terus ragu untuk melanjutkan perjalanan atau kembali ke Wadaslintang. Keraguan seperti itu, toh tak akan menyelesaikan masalah.Angon Luwak benar, pikirnya dalam hati. Yang terbaik dilakukan saat itu adalah segera menemui Ki Kusumo dan Dongdongka segera. Dengan begitu, dia bisa meminta bantuan untuk Angon Luwak dan Tresnasari yang terjebak dalam permainan busuk Nini Jonggrang.Sadar akan hal itu, langkah si gadis ayu makin cepat, cepat dan kian cepat. Kemudian tampak dia berlari kecil. Sampai akhirnya dia mencoba mengandalkan ilmu lari cepatnya yang tak seberapa. Sepanjang berlari, wajahnya tak







