Share

3 - Ada Harapan dalam Nama Baru

‘Bi—Bisa tumbuh kembali? Lidah dan … pusaka masa depanku?’ Mata Wu Zaochen masih membelalak ketika merenungkan itu di hatinya. ‘Dan kuncinya adalah … aku harus menaikkan tingkat kultivasi?’

Apa yang disampaikan Ouyang Hetian tiba-tiba saja menggugah semangat Wu Zaochen.

‘Aku sudah dipaksa menerima nasib sebagai Wu Zaochen. Percuma juga andaikan aku ingin mengakhiri hidup karena tak tahu apa yang akan kujalani di kehidupan mendatang. Aku tak mau mempertaruhkan sesuatu yang belum pasti. Bagaimana kalau ternyata diberi takdir berikutnya menjadi babi? Ugh, tak mau!’ Wu Zaochen memikirkannya dengan cermat.

Oleh karena itu, dia memperbarui tekadnya, tak perlu lagi menyesali yang dia terima saat ini.

‘Yang harus kulakukan sekarang hanyalah menjalani semaksimal mungkin hidupku dan kalau perlu … balaskan dendam orang tua pemilik tubuh ini dan juga … Di Yuxian! Kau harus merasakan apa yang aku rasakan!’ tekadnya membara di dada.

Melihat perubahan tatapan mata yang sekarang lebih bersinar dan tajam, Ouyang Hetian terkekeh.

“Kenapa? Kau mulai bersemangat lagi karena nantinya tak akan menjadi manusia cacat selamanya, bukan?” Ouyang Hetian bisa dengan mudah menebak pemikiran Wu Zaochen.

Karena harapan yang ada saat ini adalah melalui pria besar ini, maka Wu Zaochen menganggukkan kepala secara tegas. Dia akan mencoba memercayai Ouyang Hetian.

“Baguslah kalau sudah memiliki semangat juang untuk kehidupanmu selanjutnya. Saat ini, patuhi arahan dariku jika kau ingin menggapai dirimu yang baru dan lebih kuat.” Ouyang Hetian menepuk bahu Wu Zaochen.

‘Aku harus bisa bangkit dari keterpurukan! Wu Zaochen, aku akan membantumu membalas dendam! Entah kenapa, aku memiliki firasat, bahwa aku bisa kembali ke zamanku kalau aku berhasil menuntaskan balas dendam pemilik tubuh ini.’ Wu Zaochen semakin yakin dengan apa yang sudah dia tekadkan di hatinya.

“Nah, bagaimana bila kau mengganti nama? Rumor di dusun bawah sana tersebar bahwa Wu Zaochen sudah mati tenggelam.” Ouyang Hetian menyampaikan informasi.

Wu Zaochen diam merenungkan saran Ouyang Hetian dan merasa itu bukan saran buruk karena dia tak boleh tertangkap lagi oleh Di Yuxian. Maka, dia mengangguk setuju.

“Baiklah.” Ouyang Hetian akan mencarikan nama untuk Wu Zaochen. “Nama aslimu Wu Zaochen … Zaochen berarti pagi. Hm, bagaimana dengan … Xi Wang yang artinya harapan?”

Wu Zaochen menimbang sejenak lalu menggeleng. Dia merasa itu terdengar kurang keren.

“Bagaimana dengan … Jie Chu yang bermakna cemerlang? Tentunya kau ingin masa depanmu nantinya cemerlang, ‘kan?” tawar Ouyang Hetian.

Usai memikirkan sejenak, Wu Zaochen tetap menggeleng.

Karena Wu Zaochen terus menolak, maka pria besar itu mencoba memberikan nama yang sedikit bermakna keras dan mengerikan.

“Bagaimana dengan Mo Gui yang berarti iblis? Tapi, itu sepertinya terlalu mencekam, bukan?” Sekarang justru Ouyang Hetian yang menggelengkan kepala.

Namun, di luar dugaan, mata Wu Zaochen malah berkilat penuh antusias.

“Kau menyukai nama kelam begitu?” Ouyang Hetian terkekeh.

Pria besar itu tidak heran apabila anak muda ingin memiliki julukan yang terdengar mengerikan atau terkesan ganas.

“Baiklah. Kalau begitu … Yao Mo? Gui Yu? Itu semua berkorelasi dengan makna iblis.” Ouyang Hetian memberi saran.

Terbersit sesuatu di kepala Wu Zaochen. Dia memberi isyarat ingin menulis ke Ouyang Hetian. Karenanya, si pria besar segera mencari kertas meski lusuh dan mengambilkan kuas yang sudah diberi tinta.

“Nghh.” Wu Zaochen berusaha mengumpulkan tenaga ke tangannya usai menerima alat tulis.

Sembari duduk tegak di kasur kerasnya, Wu Zaochen berjuang menggoreskan huruf Hanzi walaupun tak pernah mempelajarinya. Semua terasa alami begitu saja.

‘Heh?! Ternyata aku bisa menulis tulisan Mandarin meski tidak pernah belajar sama sekali! Pasti ini karena aku mewarisi kemampuan pemilik tubuh ini,’ batin Wu Zaochen.

Meski tangan itu bergetar ketika menorehkan tinta di kertas lusuh yang diletakkan di kasur keras, Wu Zaochen terus berjuang menuliskan nama yang dia inginkan.

“Yao Chen?” Ouyang Hetian membaca nama yang ditulis Wu Zaochen meski agak kacau goresannya.

Wu Zaochen mengangguk. Dia menepuk-nepukkan kuas ke kertas bertuliskan Yao Chen sebagai pertanda bahwa dia ingin nama itu.

“Hm, memang ada unsur kata ‘chen’ di nama yang kau inginkan, tapi itu bukan huruf 'chen' yang bermakna pagi atau musim semi, melainkan 'chen' yang bermakna kemarahan. Kau yakin ingin nama seperti itu?” tanya Ouyang sambil menatap lekat ke mata Wu Zaochen.

Pemuda itu mengangguk tegas. Dia sendiri juga tak tahu kenapa nama itu yang dia inginkan. Seakan ada dorongan tertentu di hatinya yang menginginkan demikian.

“Baiklah kalau kau sudah menginginkan nama itu. Yao Chen, iblis kemarahan. Ha ha ha, sepertinya kau menyimpan bara dendam. Bagus! Tak masalah! Setiap manusia memang harus memiliki tujuan hidup agar lebih bermakna dalam menjalaninya! Aku akan memanggilmu Yao Chen mulai sekarang!” Ouyang Hetian menepuk tegas bahu Wu Zaochen yang kini berganti nama menjadi Yao Chen.

Yao Chen mengangguk yakin. Dia benar-benar menyukai nama barunya.

‘Di Yuxian! Tunggu saja sampai nanti tiba saatnya kau berlutut mengiba padaku untuk dibunuh ketimbang kusiksa!’ Mata Yao Chen berkilat penuh tekad.

Terkadang, dendam merupakan hal yang membuat seseorang tidak menyerah dalam hidupnya. Dendam bisa menjadi bahan bakar semangat agar manusia tetap bertahan hingga akhir.

“Apakah kau ingin turun dari tempat tidur dan melihat sekeliling? Di sini terpencil dan jarang ada manusia masuk kawasan lembah ini.” Ouyang Hetian menawarkan sembari menyodorkan tangannya untuk dipegang Yao Chen.

Yao Chen mengangguk setuju. Lagipula, dia harus lekas pulih untuk secepatnya menapaki jalan balas dendamnya demi bisa kembali ke eranya sendiri. Tapi dia percaya diri bisa berjalan sendiri tanpa perlu bantuan Ouyang Hetian.

“Hngkh?!” Yao Chen limbung begitu dia mencoba berdiri dan tubuhnya lekas ditangkap Ouyang Hetian yang sigap.

“Jangan terlalu terburu-buru begitu. Kau sudah satu bulan terkapar di tempat tidur, pastinya tubuhmu butuh penyesuaian diri untuk berdiri tegak apalagi berjalan.” Ouyang Hetian sambil terkekeh.

“Tuan Ouyang? Tuan? Apakah Anda di sini?” Terdengar suara di depan pintu gubuk.

‘Gawat! Ada orang! Apakah aku akan ketahuan bersembunyi di sini?’ Yao Chen segera waspada ketika ada suara orang memanggil Ouyang Hetian di depan gubuk.

Ouyang Hetian lekas membaringkan Yao Chen kembali ke atas ranjang keras itu dan berkata, “Tetaplah di sini, aku akan menemui orang di depan sana.”

Yao Chen tidak mengatakan apa pun dan hanya bisa memandang punggung Ouyang Hetian yang menghilang di balik pintu.

Samar-samar dia bisa mendengar percakapan di depan gubuk karena kecilnya tempat tersebut.

“Oh, Tuan Meng!” Ouyang Hetian menyapa orang yang datang.

“Tuan Ouyang, apakah Anda memiliki waktu luang? Saya butuh senjata untuk satu bulan mendatang. Saya sudah membawakan bahan materialnya, besi merah, kuharap ini cukup untuk membuat pedang panjang yang bagus.” Orang bermarga Meng menyerahkan kotak kayu cukup besar ke Ouyang Hetian.

Ketika Ouyang Hetian menatap isi di dalam kotak kayu, dia menyahut, “Ini cukup. Tentu saja bisa menjadi pedang yang bagus. Satu bulan lagi, kembalilah ke sini.”

‘Ternyata orang ini adalah ahli penempa senjata!’ Yao Chen menggumamkan dugaannya dalam hati ketika mendengar pembicaraan di depan gubuk. ‘Tak heran dia bertubuh sebesar dan segagah itu.’

Pintu kamar kembali terbuka dan muncul Ouyang Hetian diiringi langkah tegasnya.

“Orang itu sudah pergi. Ayo! Aku akan bawa kamu berkeliling di sekitar gubuk!” Ouyang Hetian dengan santainya mengangkat tubuh Yao Chen dari ranjang keras seakan mengangkat guling saja.

Di hatinya, tekad Yao Chen ingin pulih semakin membara. ‘Aku harus membalas dendam agar bisa kembali ke zamanku!’

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status