Beranda / Pendekar / Pendekar Tanpa Wajah / 2 - Menjadi Sampah Total

Share

2 - Menjadi Sampah Total

Penulis: Gauche Diablo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-15 09:42:11

 ‘Wu— Wu Zaochen? Kenapa dia memanggilku dengan nama itu?’ Danang masih belum paham.

“Apa kau merasakan sakit? Sini, biar kulihat!” Pria itu mendekat dan menjauhkan tangan Wu Zaochen yang hendak menghalangi. “Lain kali, jangan seenaknya memegang wajahmu yang sedang kurawat ini. Aku tak bisa menanggung kalau sampai itu mengeluarkan nanah dan akan berlubang di sana dan sini. Kau mau punya wajah berlubang-lubang, heh?”

Mendengar pertanyaan semacam itu, mana mungkin Danang tidak takut? Dia lekas menggeleng cepat. Ternyata wajahnya dipenuhi balutan perban, membuatnya berpikiran dirinya pasti mirip mumi.

Dia teringat akan malam itu ketika wajah Wu Zaochen disayat-sayat oleh Di Yuxian. Wajah tampan itu menjadi rusak sepenuhnya!

“Saat kau tak sadarkan diri, aku rutin meminumkan obat padamu dan merawat lukamu. Lihat, bahkan otot-otot di tangan dan kakimu sudah lebih kuat dari sebelumnya, ‘kan? Aku sudah menyambung urat nadi meridianmu yang sempat terpotong sehingga otot-otot di sana sudah mulai pulih.” Lelaki besar itu berceloteh.

Ya, dia juga ingat ketika Di Yuxian dengan kejam memotong urat di tangan dan kaki dengan maksud agar Wu Zaochen tidak bisa lagi berkultivasi.

Danang termenung mendengarkannya. ‘Jadi, sekarang aku adalah Wu Zaochen? Astaga, semesta sedang melakukan prank padaku atau apa? Tidak! Aku tidak mau!' Dia butuh menenangkan perasaannya yang kacau-balau.

Namun, sebagai lelaki yang biasanya selalu penuh semangat dan dipenuhi pikiran positif, Danang sadar, tak ada gunanya memekik dan menghujat sekeras apa pun karena dia sudah diberi takdir seperti ini.

Maka, menarik napas dalam-dalam sambil berjuang memompakan pikiran positif ke dirinya, dia membatin, ‘Aku menjadi Wu Zaochen, ini sungguh mimpi buruk! Meski tak rela, tapi aku bisa apa?! Sial! Sial! Baiklah! Baiklah! Ini takdir busukku! Kaisar Langit sialan!’ Dia mencoba berkompromi dengan nasib barunya meski masih menggeram penuh amarah pada penguasa langit.

“Maka, jangan rewel, teruslah minum obat yang kubuat secara rutin, sepahit apa pun itu. Untung saja aku bisa menyelamatkanmu di sungai. Tsk! Entah sudah berapa jauh kau terseret arus sampai ke dusunku.” Pria besar itu berbicara menjelaskan kronologi penyelamatan dia.

Wu Zaochen baru ini hanya bisa diam tanpa tahu bagaimana caranya bertanya ke pria yang menolongnya.

“Apa? Kau bingung kenapa aku mengerti siapa kau?” Pria itu terkekeh.

Mata Wu Zaochen mengamati pria tersebut dan mulai membatin, ‘Tingginya sekitar 185 sentimeter dengan perawakan gagah. Penampilannya terkesan kasar dengan baju tanpa lengan yang menonjolkan lengan berototnya.

‘Dia benar-benar gambaran pendekar berangasan yang biasanya ada di cerita pendekar kultivasi. Wajahnya dipenuhi cambang tipis dengan rambut panjang dibiarkan tergerai tak beraturan. Sungguh pria besar yang kuat serta terkesan liar hanya dari penampilannya saja.’

Danang yang kini sudah menjadi Wu Zaochen, memberikan penilaian pada pria penolongnya.

“Kisah tragismu sudah terdengar hingga ke beberapa dusun dan kota kecil sekitar sini sehingga tak mungkin aku tak mengetahuinya. Ayahmu, yang merupakan pedagang sutra di kota kecil, tentu banyak yang mengenal. Hanya saja, karena kebetulan kau bermasalah dengan anak Bangsawan Muda baru, tentu tak ada yang berani memungutmu meski kau sekarat di jalan.” Pria besar itu bertutur.

Rupanya begitu. Wu Zaochen baru ini pun menyimpan informasi tersebut.

“Oh ya, aku Ouyang Hetian. Aku menyelamatkanmu di Dusun Empat Semanggi. Sedangkan ini Lembah Terbenam.” Pria itu memperkenalkan dirinya sekaligus memberitahu lokasi mereka berada.

Segera saja, ada banyak informasi datang di kepala Wu Zaochen. 'Dusun Empat Semanggi? Bukankah itu letaknya cukup jauh dari Kota Sungai Perak, asal Wu Zaochen?'

Bahkan, berdasarkan informasi gaib yang dia dapatkan di kepalanya … tempat yang disebutkan Ouyang Hetian, Lembah Terbenam, merupakan daerah pegunungan yang terpencil!

‘Aku dibawa ke pegunungan? Untuk apa? Apakah pria ini hendak melakukan sesuatu yang buruk padaku? Apakah dia antek Di Yuxian?’ Wu Zaochen menatap lurus ke pria penolongnya. Bahkan dia mempertanyakan ketulusan Ouyang Hetian.

Ketika mengingat Di Yuxian, mendadak saja dadanya berkobar akan rasa amarah. Pemuda jahat itu yang membuat pemilik tubuh asli ini merasakan nasib bagaikan di neraka!

‘Argh! Kilasan apa pula ini? Sakit sekali! Apakah ini rasanya mendapatkan kilasan informasi seperti di cerita-cerita kultivasi yang kubaca dan tonton selama ini?’ Dia mengerutkan kening sambil satu tangannya menyentuh kepala yang berdenyut.

Segera saja dia mendapatkan gambaran sesudah dia dijadikan sampah oleh Di Yuxian.

Ketika dia sadar dari pingsannya kala itu, tak ada satu pun penduduk kotanya berani menyentuh dia karena takut pada ancaman Di Yuxian. Dia terkapar 3 hari di depan puing rumahnya yang terbakar, tanpa makan dan minum, bahkan dia harus menahan bau busuk mayat-mayat di dekatnya.

‘Hanya air hujan yang memberi tubuh ini lanjutan kehidupan sekaratnya.’ Wu Zaochen mendapatkan ingatan itu.

‘Wu Zaochen yang malang!’

Yang menyakitkan baginya, setiap hari, Di Yuxian atau pun anak buahnya akan mendatangi tubuh tak berdayanya dan mengencinginya sambil tertawa riang dengan wajah penuh hinaan.

‘Penghinaan itu! Aku tidak akan melupakannya!’ Wu Zaochen mengepalkan tangannya sambil api dendam membara menjilati seluruh hatinya.

Namun, Wu Zaochen kembali termenung dan menundukkan kepala. Bagaimanapun juga, dia sudah cacat sepenuhnya dalam tubuh ini. Semarah apa pun, dia telah dijadikan sampah total, tak bisa bicara apalagi menikah dan merasakan indahnya surga dunia.

‘Padahal aku tadinya hanya sekedar omong kosong saja berkata bahwa aku iri dengan para kultivator dan ingin merasakan hidup seperti mereka. Tapi tak kusangka, Tuhan benar-benar mengabulkan omong kosong itu.’ Dia sedang menyesali dirinya. ‘Hanya saja … kenapa malah masuk ke tubuh pecundang total begini?! Tuhan, tolong kembalikan aku ke zamanku. Aku menyesal memiliki impian muluk-muluk. Aku bodoh! Sungguh bodoh!’

Meski merutuki dirinya sekeras apa pun, tetap saja dia harus pasrah menerima takdir barunya menjadi seorang cacat total seperti Wu Zaochen.

‘Bagaimana aku bisa kembali ke duniaku? Aku … aku ingin pulang. Aku tak mau di sini jika hanya menjadi orang cacat, hanya menjadi sampah total begini.’ Dia terus menundukkan kepala dengan sedih.

Entah cara apa yang harus dilakukan untuk dirinya bisa kembali ke era modern tempatnya berasal. Mungkin lain kali dia tidak boleh sembarangan memiliki keinginan, seaneh apa pun, agar semesta tidak mengabulkannya.

“Ingat, Wu Zaochen, kalau kau ingin bisa kembali sehat seperti semula, kau harus rajin meminum obat yang aku buat. Kau juga bisa berlatih agar tubuhmu kembali kuat dan tidak lagi lemah. Aku yakin, kau sebentar lagi pasti bisa memukul kayu atau meremukkan batu.”

Mendengar ucapan Ouyang Hetian, Wu Zaochen malah menundukkan kepalanya, sama sekali tidak memiliki semangat ketika mengingat kondisinya.

‘Untuk apa bisa memukul kayu dan meremukkan batu apabila tak bisa bicara dan tak punya 'masa depan' menggapai surga dunia? Bagaimanapun, itu termasuk salah satu harga diri terbesar yang harus dimiliki setiap lelaki!’ geramnya di hati.

Kembali teringat olehnya detik-detik dia dijadikan sampah oleh Di Yuxian. Wajahnya dirusak, lidahnya dipotong, urat tangan dan kakinya diputus, dan yang lebih menyakitkan adalah ketika dia dikebiri paksa.

Dendam pemilik tubuh asli ini sungguh tak bisa didamaikan lagi meski Kaisar Langit yang meminta!

“Kenapa? Apa kau sedih dan takut tak bisa lagi memiliki lidah untuk bicara dan belalai girang untuk bersenang-senang dengan wanita nantinya?” Ouyang Hetian dengan gamblangnya mengatakan itu.

Wu Zaochen malu bukan main. Bisa-bisanya Ouyang Hetian seenaknya bicara hal demikian padanya? Dia sekaligus merasa kalut karena harus menjalani hidup sebagai sampah di era seperti ini. Sungguh bukan seperti yang dia harapkan!

“Tenang saja, Wu Zaochen! Lidah dan belalai girangmu pasti akan tumbuh seiring kultivasimu naik dan bertambah tinggi. Percayalah!” Ouyang Hetian mengucapkan sesuatu yang membuat mata Wu Zaochen terbelalak.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (5)
goodnovel comment avatar
dearista Dearista Rista
edisi khusus untuk lebih jelasnya.???
goodnovel comment avatar
Asep Sanjaya
seru juga ceritanya
goodnovel comment avatar
Robi Prawito1803
bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pendekar Tanpa Wajah   598 - Kemunculan Tetua Terkuat

    “Kenapa Anda di sini?” Yao Chen masih bingung dengan kemunculan Guru Besar Tianji.Orang itu adalah tetua terkuat di Tanah Suci. Kemampuannya setara dengan Gongsun Huojun.Yao Chen tidak terlalu mengenalnya, tapi pernah beberapa kali bertemu.“Hm.” Guru Besar Tianji hanya menoleh ke Yao Chen tanpa mengatakan apa-apa selain gumaman.Tap! Tap! Tap!Langkah Guru Besar Tianji bergema pelan, namun tiap langkahnya mengguncang udara seolah alam semesta ikut menunduk. Cahaya putih dari tubuhnya menyebar seperti lautan, menelan semua aura iblis dalam radius puluhan li.Para kultivator iblis langsung mundur, tubuh mereka bergetar hebat seolah dikoyak dari dalam oleh hukum-hukum langit.Wajah Gongsun Yihang langsung mengeras. “Apa yang kau lakukan di sini, kentut tua?”“Menjaga penerus terbaik klan Gongsun, sesuai wasiat Tuan Huojun,” jawab Guru Besar Tianji datar. “Sekaligus membantu menyeimbangkan dunia. Kau—Yihang … telah melanggar batas.”Gongsun Yihang menggertakkan gerahamnya. Rasa irinya

  • Pendekar Tanpa Wajah   597 - Pertemuan Adik dan Kakak

    Gongsun Yihang tertawa ringan. “Aku datang ke sini lebih dulu sebelum kau bahkan tahu di mana letak Negeri Bayangan Timur.”Tatapan mereka saling mengunci. Ada ketegangan yang menggantung—tidak terlihat dari luar, tapi jelas terasa oleh mereka yang sensitif.Sheng Meiyu menggenggam cambuknya. Sima Honglian sudah bersiap dengan Api Phoenix-nya.Hanya Putri Suci yang tetap tenang, meski sorot matanya mengamati segala detail.“Putra Suci, jiwa Tuan Muda Ketiga … keruh. Ada yang salah dengannya.” Putri Suci berbisik lirih di dekat Yao Chen.Dia memiliki kemampuan ‘melihat’ jiwa karena teknik kultivasinya yang berasal dari Peri Cahaya Kuno.Mendengar ucapan Putri Suci, Yao Chen mengangguk.“Kenapa? Apa kau merasakan sesuatu yang aneh dariku, Adik Chen?” ujar Gongsun Yihang sambil melangkah pelan. “Kau curiga aku pernah mencoba mencelakaimu. Tapi aku ingin kau tau satu hal .…”Mendadak, tanah bergetar.“…kau tidak sepenuhnya keliru!”Seketika puluhan bayangan keluar dari balik pepohonan. So

  • Pendekar Tanpa Wajah   596 - Tiba di Tujuan

    Naga kuno itu memandang lama ke Putri Suci. “Jiwamu paling murni. Itulah kenapa kau paling bisa meredam amarahku, Putri Suci.”“Saya tau Anda sosok bijaksana.” Putri Suci menimpali dengan tidak melupakan senyum manisnya.Yao Chen paling paham, naga kunonya paling susah menolak kecantikan di depan mata. Oleh karena itu, alih-alih mengancamnya menggunakan Tasbih Semesta, kenapa tidak menggunakan cara yang lebih manusiawi?Err … tapi ini Gao Long. Maka … cara nagawi? Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa kaum naga merupakan kaum paling mesum di seantero jagat raya.“Tapi ini bukan sekadar tentang misi. Ini tentang harga diri seekor naga. Aku tidak suka diperintah.” Gao Long menyambung.Raut wajah keras kepalanya masih belum hilang.“Tidak ada yang memerintah Anda,” ujar Putri Suci. “Ini adalah permintaan dari seorang kawan yang sedang mempertaruhkan segalanya.”K

  • Pendekar Tanpa Wajah   595 - Gao Long Dibutuhkan

    “Aku tak tau,” jawab Yao Chen jujur. “Dia naga yang keras kepala dan sangat selektif. Dia hanya akan bergerak jika ingin saja.”“Saya bisa bantu bicara pada Beliau,” ucap Putri Suci, tersenyum tipis.Yao Chen mengangguk setuju, lalu berdiri dan menatap ke depan. “Kalau begitu, kita bisa mulai setelah ini. Kita terbangkan Gao Long menuju Bayangan Timur. Tapi sebelum itu, kita perlu menyamarkan keberadaan kita.”Dia lalu mengeluarkan beberapa batu formasi dari Tasbih Semesta di tubuhnya. Dalam sekejap, puluhan simbol muncul di udara. Api, angin, dan cahaya membentuk jaring-jaring perlindungan dan penyamaran di sekitar gua.“Formasi Ilusi Lima Lapisan dan Penyekat Langit,” bisik Sima Honglian, pelan.Sebagai orang yang mempelajari formasi, tentu saja Sima Honglian paham. Meski dia tak tau, bagaimana dan dari mana Yao Chen menguasai formasi tingkat tinggi semacam itu.Yao Chen menganggu

  • Pendekar Tanpa Wajah   594 - Menuju Negeri Bayangan Timur

    “Negeri Bayangan Timur—argh!”Altar meledakkan cahaya. Yao Chen terlempar keluar dari penglihatan masa lalunya, terjatuh di atas lutut. Napasnya memburu, tubuhnya berkeringat deras.Sima Honglian segera memapahnya. “Chen! Kau baik-baik saja?”“Ya.” gumamnya lemah. “Aku melihatnya … Kakak Ketigaku dan juga ayah. Mereka masih hidup. Tapi … ada sesuatu yang menghalanginya. Sesuatu yang sangat gelap.”Sheng Meiyu mendekat. “Kau tadi menyebut ayahmu?”Yao Chen menatap mereka semua dengan sorot mata baru—penuh tekad. “Ayahku juga masih hidup. Mereka berdua berhasil selamat dari kehancuran klan kami … tapi sekarang mereka dalam bahaya. Mereka ditahan atau berada di bawah pengaruh kekuatan iblis.”“Rupanya begitu.” Putri Suci menggumam.“Negeri Bayangan Timur. Aku mendengar suara yang menyebutkan nama itu.” Tak lupa

  • Pendekar Tanpa Wajah   593 - Ritual Warisan Darah

    “Aku berangkat sekarang.” Yao Chen memandang altar di depannya dengan keteguhan sikap.Melangkah mantap, dia menaiki anak tangga batu menuju altar warisan darah. Di sisi altar terdapat batu merah tua sebesar meja bundar, dikelilingi delapan pilar giok berukir simbol kuno. Aura misterius mengalir dari dasar ruang suci itu, seolah menarik setiap helai rambut berdiri.Kepala Biara menatapnya serius. “Altar ini dibangun oleh para leluhur sebagai jembatan antara darah dan takdir. Begitu ritual dimulai, ingatan dan keberadaan kerabat sedarahmu yang masih hidup akan tertarik ke dalam penglihatanmu. Tapi bersiaplah, Tuan Muda … karena ritual ini bisa menunjukkan lebih dari sekadar kebenaran.”Yao Chen mengangguk. “Aku sudah siap.”“Lepaskan beberapa tetes darahmu ke tengah altar dan biarkan jiwamu terbuka.” Kepala biara memberikan instruksi.Tanpa ragu, Yao Chen menggenggam pedangnya, menggores telapak tangannya, dan meneteskan darah ke atas altar.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status