Beranda / Pendekar / Pendekar Tanpa Wajah / 4 - Berjuang Mencari Kekuatan

Share

4 - Berjuang Mencari Kekuatan

Penulis: Gauche Diablo
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-15 10:18:01

Dalam beberapa minggu ini, Yao Chen terus berjuang memulihkan dirinya.

“Huek! Ugh!” Meski ingin muntah karena aroma obat dan rasanya yang sangat tidak enak, tapi dia tetap menenggak sampai habis.

Api bara balas dendam sering membantunya melewati hari-hari perjuangan dia.

Bahkan ketika dia harus belajar berjalan, dia sudah ingin lekas berlari. Alhasil, dia justru jatuh terjerembab.

“Yao Chen, tak perlu terburu-buru begitu jalanmu. Apa kau ingin langsung berlari? Itu harus bertahap. Urat-uratmu baru saja pulih dan masih butuh waktu agar ototmu terbiasa.” Ouyang Hetian sabar menasehati Yao Chen yang gegabah.

Setelah masa pemulihan yang menyakitkan dalam 2 bulan, Yao Chen kini bisa melihat sendiri wajahnya tanpa perban. Tangannya gemetar ketika menyentuh permukaan wajahnya.

Bibirnya gemetar dengan mata basah hendak menangis ketika Ouyang Hetian menyodorkan cermin kuningan padanya. ‘Rusak! Wajahku begini rusak! Wajah tampan ini sudah kacau dan mengerikan seperti monster!’ Hatinya meraung tak rela.

“Kenapa? Kau sedih karena wajahmu seperti itu? Maaf, aku belum menguasai ilmu pengobatan untuk wajah rusak. Tapi aku yakin, aku pasti bisa memulihkan wajahmu. Beri aku waktu.” Ouyang Hetian mengakui secara terang.

Bulan keempat usai diselamatkan, Yao Chen semakin kuat dan mulai belajar berlari. Dia sudah tidak lagi memedulikan mengenai wajahnya.

‘Justru sepertinya bagus kalau wajahku rusak begini. Orang tidak akan mengenaliku dan aku bisa mendekati musuhku dengan wajah berbeda.’ Semangat pemikiran positif dikerahkan agar tidak terlalu berduka akan wajahnya.

Di waktu itu, dia semakin rajin mengolah energi Qi dari alam yang dimasukkan ke tubuh dan dikumpulkan pada Dantian agar bisa menjadi Qi miliknya sendiri. Memori pemilik tubuh asli membimbingnya cara melakukan kultivasi.

Pada siang hari, Yao Chen berlatih fisik dengan arahan Ouyang Hetian di sekitar pondok. Malam harinya, dia tekun mengolah energi Qi. Tekadnya menapaki jalan balas dendam sudah bulat.

Bulan kelima, Yao Chen sedang berlatih memukul batang pohon di dekat pondok.

“Wah, siapa ini?” Mendadak ada orang di dekat Yao Chen.

Dengan cepat, Yao Chen memalingkan muka dan berjalan masuk ke dalam pondok.

Ouyang Hetian segera keluar menemui orang itu. “Oh, Tuan Cia!” sapanya.

Tuan Cia berjalan mendekat ke Ouyang Hetian. “Aku tidak tahu kau punya anak, Tuan Ouyang.”

“Ha ha ha, dia bukan anakku. Dia … muridku.” Ouyang Hetian menjawab sambil melirik Yao Chen yang sudah masuk ke pondok.

“Oh, rupanya muridmu. Wajahnya kenapa begitu?” Tuan Cia masih bertanya.

Mendengar sayup-sayup pertanyaan Tuan Cia, Yao Chen berdebar-debar di dalam pondok. ‘Apakah aku akan ketahuan? Gawat!’

“Oh, itu karena dia bertarung melawan Ular Langit Ungu. Dia terkena racunnya yang korosif pada wajah.” Ouyang Hetian memberikan alasan.

“Ah, pantas saja.” Tuan Cia manggut-manggut. “Ular jenis itu memang merepotkan! Dulu anak buahku tersembur racunnya dan mengenai lengan. Kini lengannya cacat, kulitnya rusak dan susah dipulihkan.”

Setelah Tuan Cia mengatakan maksud kedatangannya untuk dibuatkan golok, dia pergi. Yao Chen keluar setelah yakin hanya ada Ouyang Hetian di luar pondok.

“Tak perlu khawatir. Aku memang sudah mempersiapkan jawaban apabila ada yang melihatmu di sini.” Senyum lebar Ouyang Hetian menyertai ucapannya.

Mendengar itu, Yao Chen lega.

Di bulan keenam ….

“Ayunkan tanganmu seperti ini.” Ouyang Hetian memberikan arahan ke Yao Chen untuk memukulkan kapaknya ke batang pohon.

Braakk! Dalam waktu 1 helaan napas, pohon langsung tumbang.

Yao Chen mengangguk dan dia mulai menggenggam kapak erat-erat di tangannya dan melakukan seperti arahan yang dikatakan Ouyang Hetian. “Haakhh!”

Dhakk! Pohon baru tumbang setelah 4 helaan napas. Yao Chen menatap tak puas.

“Tak apa. Itu sudah jauh lebih bagus. Selama sebulan ini kau sudah meningkat banyak. Tak perlu buru-buru.” Ouyang Hetian menepuk bahu Yao Chen, memberi semangat.

Bulan ketujuh, Yao Chen sedang berlari melintasi lembah dan menyusuri tepian sungai.

“Lebih cepat lagi! Ayo!” Ouyang Hetian berlari di depan Yao Chen sambil menoleh ke belakang.

Yao Chen mengangguk dan menguras lebih banyak energi Qi dia untuk menjajari lari Ouyang Hetian yang sudah dia anggap sebagai guru. Selama beberapa bulan ini, dia terus ditempa secara fisik oleh Ouyang Hetian.

‘Sekarang aku tahu rasanya bahwa mengolah fisik ala kultivator itu sungguh melelahkan. Tapi aku tak ingin menyerah!’ Yao Chen terus memompakan semangatnya demi kemajuan ilmu kultivasinya.

Pada malam harinya, Ouyang Hetian bertanya, “Yao Chen, apa kau tertarik mempelajari ilmu pengobatan?”

Teringat oleh Yao Chen bahwa luka-lukanya berhasil dipulihkan Ouyang Hetian. Itu berkat ilmu pengobatan dari gurunya. “Mau.”

Saat ini, Yao Chen sudah bisa berbicara meski belum terlalu jelas pelafalannya karena lidahnya baru tumbuh beberapa inci saja.

Esok paginya, Ouyang Hetian mengajak Yao Chen ke gubuk lainnya yang lebih kecil. Ada meja panjang dengan banyak tungku dan tumpukan tanaman kering.

“Ini ruang pengobatanku. Aku membuat obat untukmu di sini.” Ouyang Hetian berujar, “Meski ilmuku masih kalah dengan alkemis profesional, tapi aku mengerti dasar ilmu mereka. Ayo, akan kuajarkan padamu mengenai pengobatan alkimia.”

Maka, sepanjang hari, Yao Chen terus menenggelamkan dirinya dalam pelajaran alkimia dasar.

“Hati-hati mengolah apimu! Jangan terlalu besar, nanti akan menghanguskan semua bahan obat!” Dari samping, Ouyang Hetian tak henti-hentinya membimbing.

Yao Chen harus berkonsentrasi penuh mengendalikan api yang berkobar di bawah tungku setinggi setengah meter.

“Ingat, kau harus tahu kapan waktunya memasukkan bahan ke tungku, jangan sampai keliru waktu atau semua akan sia-sia.” Ouyang Hetian memberikan arahan.

Ini sudah malam, tapi Yao Chen bertekad menguasai teknik dasar ilmu alkimia.

‘Memilih bahan yang tepat, memurnikan bahan agar kotorannya hilang menggunakan api tanpa membakar, memasukkan bahan-bahan termurnikan ke tungku dengan ketepatan waktunya, campurkan semua bahan di tungku sampai meleleh menjadi bibit obat dan gunakan tenaga dalam Qi untuk membulatkannya menjadi pil obat.’ Yao Chen terus menggumamkan langkah-langkah di benaknya.

“Ah! Jadi!” teriaknya dengan suara cadel yang kurang jelas.

Dua butir pil kelas 1 keluar dari tungku dan lekas dimasukkan ke botol giok kecil yang sudah disiapkan.

Ouyang Hetian mendekat dan meneliti pil obat hasil pemurnian Yao Chen. “Hm, sebuah pil kelas 1 level rendah dan pil lainnya gagal. Tak apa! Sudah bagus kau berhasil di hari pertamamu ini.” Dia menepuk bahu Yao Chen agar remaja itu tidak berkecil hati.

Yao Chen mengangguk, bersemangat.

‘Hal yang tadinya kubaca di novel online, kini bisa kulakukan sendiri! Luar biasa!’ Yao Chen menggumam kagum sekaligus bangga akan pencapaiannya.

Esoknya, Yao Chen menenggelamkan diri dalam pelatihan ilmu alkimia di gubuk kecil.

‘Kalau gubuk ini tempat guru membuat obat, lalu gubuk satunya lagi di sana, itu pasti tempatnya membuat senjata.’ Yao Chen menduga begitu ketika melirik gubuk lainnya yang tak jauh dari gubuk alkimia. ‘Apakah aku berkesempatan mempelajari pembuatan senjata juga?’

Setelah beberapa minggu berkutat di gubuk alkimia, Yao Chen berhasil membuat pil kelas 1 level menengah.

“Tak apa. Ini sudah sangat hebat!” Seperti biasa, Ouyang Hetian memujinya agar tidak melemahkan tekad Yao Chen. “Setidaknya, kau pembelajar yang tekun dan genius karena bisa mempelajarinya dengan cepat. Aku tak yakin murid para alkemis bisa membuat pil seperti ini di 2 minggu awal mereka.”

Betapa senangnya Yao Chen mendengar ucapan pujian Ouyang Hetian. Itu benar-benar menyalakan api semangatnya dan menaikkan mentalnya.

Satu bulan ini dilalui Yao Chen dengan belajar alkimia dan penempaan fisik sambil tekun melakukan kultivasi tertutup sepanjang malam.

“Wah, kau naik ke Ranah Dasar Penempaan Qi level menengah!” Ouyang Hetian mengangguk puas. “Apa kau tertarik ke hutan? Kurasa kau sudah layak masuk dan berlatih di sana.”

Hutan! Dada Yao Chen bergemuruh tak sabar. Sudah lama dia penasaran seperti apa di dalam hutan sana. Apa isinya? Apakah ada banyak harta karun seperti yang dia baca di banyak novel pendekar kultivasi?

“Ya, aku mau, Guru!” jawab Yao Chen penuh semangat dengan pelafalan kurang jelas.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
dearista Dearista Rista
dari bab 1 sampai bab ini saya terpokus ke hetian...
goodnovel comment avatar
Anisa Salsabila P
smangat danang! menyala abangkuuuh!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Pendekar Tanpa Wajah   598 - Kemunculan Tetua Terkuat

    “Kenapa Anda di sini?” Yao Chen masih bingung dengan kemunculan Guru Besar Tianji.Orang itu adalah tetua terkuat di Tanah Suci. Kemampuannya setara dengan Gongsun Huojun.Yao Chen tidak terlalu mengenalnya, tapi pernah beberapa kali bertemu.“Hm.” Guru Besar Tianji hanya menoleh ke Yao Chen tanpa mengatakan apa-apa selain gumaman.Tap! Tap! Tap!Langkah Guru Besar Tianji bergema pelan, namun tiap langkahnya mengguncang udara seolah alam semesta ikut menunduk. Cahaya putih dari tubuhnya menyebar seperti lautan, menelan semua aura iblis dalam radius puluhan li.Para kultivator iblis langsung mundur, tubuh mereka bergetar hebat seolah dikoyak dari dalam oleh hukum-hukum langit.Wajah Gongsun Yihang langsung mengeras. “Apa yang kau lakukan di sini, kentut tua?”“Menjaga penerus terbaik klan Gongsun, sesuai wasiat Tuan Huojun,” jawab Guru Besar Tianji datar. “Sekaligus membantu menyeimbangkan dunia. Kau—Yihang … telah melanggar batas.”Gongsun Yihang menggertakkan gerahamnya. Rasa irinya

  • Pendekar Tanpa Wajah   597 - Pertemuan Adik dan Kakak

    Gongsun Yihang tertawa ringan. “Aku datang ke sini lebih dulu sebelum kau bahkan tahu di mana letak Negeri Bayangan Timur.”Tatapan mereka saling mengunci. Ada ketegangan yang menggantung—tidak terlihat dari luar, tapi jelas terasa oleh mereka yang sensitif.Sheng Meiyu menggenggam cambuknya. Sima Honglian sudah bersiap dengan Api Phoenix-nya.Hanya Putri Suci yang tetap tenang, meski sorot matanya mengamati segala detail.“Putra Suci, jiwa Tuan Muda Ketiga … keruh. Ada yang salah dengannya.” Putri Suci berbisik lirih di dekat Yao Chen.Dia memiliki kemampuan ‘melihat’ jiwa karena teknik kultivasinya yang berasal dari Peri Cahaya Kuno.Mendengar ucapan Putri Suci, Yao Chen mengangguk.“Kenapa? Apa kau merasakan sesuatu yang aneh dariku, Adik Chen?” ujar Gongsun Yihang sambil melangkah pelan. “Kau curiga aku pernah mencoba mencelakaimu. Tapi aku ingin kau tau satu hal .…”Mendadak, tanah bergetar.“…kau tidak sepenuhnya keliru!”Seketika puluhan bayangan keluar dari balik pepohonan. So

  • Pendekar Tanpa Wajah   596 - Tiba di Tujuan

    Naga kuno itu memandang lama ke Putri Suci. “Jiwamu paling murni. Itulah kenapa kau paling bisa meredam amarahku, Putri Suci.”“Saya tau Anda sosok bijaksana.” Putri Suci menimpali dengan tidak melupakan senyum manisnya.Yao Chen paling paham, naga kunonya paling susah menolak kecantikan di depan mata. Oleh karena itu, alih-alih mengancamnya menggunakan Tasbih Semesta, kenapa tidak menggunakan cara yang lebih manusiawi?Err … tapi ini Gao Long. Maka … cara nagawi? Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa kaum naga merupakan kaum paling mesum di seantero jagat raya.“Tapi ini bukan sekadar tentang misi. Ini tentang harga diri seekor naga. Aku tidak suka diperintah.” Gao Long menyambung.Raut wajah keras kepalanya masih belum hilang.“Tidak ada yang memerintah Anda,” ujar Putri Suci. “Ini adalah permintaan dari seorang kawan yang sedang mempertaruhkan segalanya.”K

  • Pendekar Tanpa Wajah   595 - Gao Long Dibutuhkan

    “Aku tak tau,” jawab Yao Chen jujur. “Dia naga yang keras kepala dan sangat selektif. Dia hanya akan bergerak jika ingin saja.”“Saya bisa bantu bicara pada Beliau,” ucap Putri Suci, tersenyum tipis.Yao Chen mengangguk setuju, lalu berdiri dan menatap ke depan. “Kalau begitu, kita bisa mulai setelah ini. Kita terbangkan Gao Long menuju Bayangan Timur. Tapi sebelum itu, kita perlu menyamarkan keberadaan kita.”Dia lalu mengeluarkan beberapa batu formasi dari Tasbih Semesta di tubuhnya. Dalam sekejap, puluhan simbol muncul di udara. Api, angin, dan cahaya membentuk jaring-jaring perlindungan dan penyamaran di sekitar gua.“Formasi Ilusi Lima Lapisan dan Penyekat Langit,” bisik Sima Honglian, pelan.Sebagai orang yang mempelajari formasi, tentu saja Sima Honglian paham. Meski dia tak tau, bagaimana dan dari mana Yao Chen menguasai formasi tingkat tinggi semacam itu.Yao Chen menganggu

  • Pendekar Tanpa Wajah   594 - Menuju Negeri Bayangan Timur

    “Negeri Bayangan Timur—argh!”Altar meledakkan cahaya. Yao Chen terlempar keluar dari penglihatan masa lalunya, terjatuh di atas lutut. Napasnya memburu, tubuhnya berkeringat deras.Sima Honglian segera memapahnya. “Chen! Kau baik-baik saja?”“Ya.” gumamnya lemah. “Aku melihatnya … Kakak Ketigaku dan juga ayah. Mereka masih hidup. Tapi … ada sesuatu yang menghalanginya. Sesuatu yang sangat gelap.”Sheng Meiyu mendekat. “Kau tadi menyebut ayahmu?”Yao Chen menatap mereka semua dengan sorot mata baru—penuh tekad. “Ayahku juga masih hidup. Mereka berdua berhasil selamat dari kehancuran klan kami … tapi sekarang mereka dalam bahaya. Mereka ditahan atau berada di bawah pengaruh kekuatan iblis.”“Rupanya begitu.” Putri Suci menggumam.“Negeri Bayangan Timur. Aku mendengar suara yang menyebutkan nama itu.” Tak lupa

  • Pendekar Tanpa Wajah   593 - Ritual Warisan Darah

    “Aku berangkat sekarang.” Yao Chen memandang altar di depannya dengan keteguhan sikap.Melangkah mantap, dia menaiki anak tangga batu menuju altar warisan darah. Di sisi altar terdapat batu merah tua sebesar meja bundar, dikelilingi delapan pilar giok berukir simbol kuno. Aura misterius mengalir dari dasar ruang suci itu, seolah menarik setiap helai rambut berdiri.Kepala Biara menatapnya serius. “Altar ini dibangun oleh para leluhur sebagai jembatan antara darah dan takdir. Begitu ritual dimulai, ingatan dan keberadaan kerabat sedarahmu yang masih hidup akan tertarik ke dalam penglihatanmu. Tapi bersiaplah, Tuan Muda … karena ritual ini bisa menunjukkan lebih dari sekadar kebenaran.”Yao Chen mengangguk. “Aku sudah siap.”“Lepaskan beberapa tetes darahmu ke tengah altar dan biarkan jiwamu terbuka.” Kepala biara memberikan instruksi.Tanpa ragu, Yao Chen menggenggam pedangnya, menggores telapak tangannya, dan meneteskan darah ke atas altar.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status